Kekhawatiran ‘Lonceng Kematian’ Membesar Terkait Sinyal Komunis Tiongkok Bisa Mengirim Agen Keamanan ke Hong Kong

Eva Fu

Badan-badan intelijen rezim Komunis Tiongkok bakal bisa secara resmi beroperasi di Hong Kong di bawah rencana Rancangan Undang-Undang Kemanan baru. Sejumlah kritikus menilai RUU itu bakal mengakhiri otonomi Hong Kong.

Rancangan Undang-Undang keamanan nasional itu diumumkan pada Jumat 22 Mei 2020 di Kongres Rakyat Nasional Komunis Tiongkok, sebuah badan legislatif stempel Partai Komunis Tiongkok. 

RUU itu ditenggarai menargetkan apa yang dianggap versi rezim sebagai pemisahan diri, subversi, atau pengaruh asing.

RUU itu memicu kekhawatiran akan masa depan bekas koloni Inggris itu. Pasalnya, Hong Kong sejauh ini masih bisa menikmati kebebasan politik tingkat tinggi yang tidak akan terlihat di daratan Tiongkok.

Wang Chen, wakil ketua Komite Kongres Rakyat Nasional Komunis Tiongkok, menjelaskan bahwa Beijing tidak akan mentolerir kegiatan yang menantang otoritas rezim Komunis, termasuk mempromosikan pemilihan demokratis serta tindakan legislatif dari pemerintah asing. Bahkan,  kelompok  yang menyuarakan dukungan untuk demonstran pro-demokrasi.

Di bawah rancangan Undang-Undang baru itu, “Agen keamanan nasional yang relevan dari pemerintah pusat akan mendirikan pangkalan di Wilayah Administratif Khusus Hong Kong jika perlu,” menurut media pemerintahan Komunis Tiongkok, Xinhua.

Kennedy Wong, delegasi ke Konferensi Konsultatif Politik Rakyat Tiongkok, badan penasihat politik terkemuka Beijing, mengatakan Undang-Undang itu akan memberdayakan Kementerian Keamanan Komunis Tiongkok untuk mendirikan cabang di Hong Kong.

Selain mengumpulkan informasi intelijen, badan tersebut diharapkan memiliki “Kekuatan Tingkat tertentu terhadap penegakkan hukum secara langsung di Hong Kong,” sebagaimana diungkapkan surat kabar corong Komunis Tiongkok, Global Times.

Wong mengklaim bahwa Hong Kong belum membentuk departemen khusus untuk pengumpulan informasi intelijen sejak Tahun 1990-an.

“Karena masalah keamanan nasional membutuhkan kecakapan tinggi, polisi reguler Hong Kong atau pejabat pemerintah mungkin tidak memiliki keterampilan investigasi khusus,” ujarnya.

Pejabat itu mengatakan bahwa rancangan tersebut sebagian besar sudah selesai. Selanjutnya akan menguraikan aturan-aturan khusus seperti hukuman penjara dan denda setiap situasi tertentu.

Lonceng Kematian Kebebasan Hong Kong

Undang-Undang yang diusulkan telah mengirimkan gelombang kejut ke seluruh Hong Kong dan memicu keprihatinan dari negara-negara termasuk Amerika Serikat, Australia, Kanada, Inggris, dan Taiwan.

 Menteri Luar Negeri AS Mike Pompeo pada  Jumat 22 Mei mendesak Beijing untuk “Mempertimbangkan Kembali Proposal Bencana.”  Pompeo menyebut langkah itu sebagai “Lonceng Kematian” untuk kebebasan politik dan rakyat Hong Kong yang telah dijamin di bawah kerangka “Satu Negara, Dua Sistem” hingga Tahun 2047.

Anggota parlemen pro-demokrasi di Hong Kong  akhir-akhir ini bentrok dengan kubu pro-komunis Tiongkok karena kekhawatiran akan meluasnya kontrol Beijing. Mereka melihat Undang-Undang itu sebagai batu loncatan karena semakin meningkatnya penindasan di Hong Kong.

“Dengan Undang-Undang Keamanan Nasional yang baru yang diperkenalkan oleh Beijing, kita mungkin akan segera memiliki Gestapo Tiongkok. Penganiayaan politik menjadi jauh lebih mudah,” tulis Alvin Yueng, legislator dan pemimpin Partai Civic lokal Hong Kong, dalam cuitannya di Twitter Jumat.

Dennis Kwok, anggota parlemen pro-demokrasi setempat mengatakan : “Mimpi Terburuk Terjadi di depan mata kita.” Hal demikian disampaikannya pada Jumat 22 Mei 2020 pada sebuah acara daring dipandu oleh wadah pemikir yang berbasis di Washington, The Heritage Foundation.

Rencana Komunis Tiongkok memicu amarah dan keputusasaan yang luar biasa di antara warga Hong Kong. Kini masih terbawa suasana massa pro-demokrasi tahun lalu yang memprotes RUU ekstradisi yang sekarang sudah dicabut.

Kemarahan atas RUU yang terbaru itu mendorong puluhan anggota Partai Demokrat menggelar protes di depan Kantor Penghubung Beijing.

NordVPN yang berbasis di Jerman, yang memungkinkan pengguna untuk menerboso sensor web, melihat 120 kali lebih banyak unduhan di Hong Kong pada hari Kamis 21 Mei sebagai tanggapan terhadap rencana Beijing.

Anggota parlemen Hong Kong menilai rejim menggunakan pandemi sebagai “penutup” dengan mencetuskan langkah mereka, pada saat negara-negara di seluruh dunia berfokus pada penanggulangan wabah virus Komunis Tiongkok di dalam negeri masing-masing.

Dennis Kwok mengatakan : “Sekarang mereka bertindak  karena dunia tidak menonton, mereka pikir bisa menggunakan kesempatan ini untuk melakukan sesuatu yang sangat keterlaluan.”

Kwok mengatakan bakal ada “bentrokan besar” antara pengunjuk rasa dan polisi minggu depan, ketika protes terhadap terhadap rencana Undang-Undang baru untuk mengkriminalisasi penentangan terhadap lagu kebangsaan Komunis Tiongkok.

Martin Lee, seorang mantan anggota parlemen dan aktivis pro-demokrasi, menyamakan cengkeraman rezim komunis yang semakin ketat terhadap Hong Kong dengan virus. Ia menyebutnya dengan istilah “virus Partai Komunis Tiongkok.”

“Virus Partai Komunis Tiongkok telah menyebar ke Hong Kong dan akan membunuh kebebasan kita,” kata Lee di acara yang sama.

Dia memperingatkan bahwa penindasan rezim terhadap kebebasan tidak mungkin berhenti di Hong Kong. Martin Lee menuturkan : “Sudah menjadi sifat virus untuk menyebar ke negara lain dan wilayah lain.” (asr)

FOTO : Polisi anti huru-hara mengenakan masker mengamankan suatu daerah selama operasi pengendalian massa di distrik Mongkok di Hong Kong, pada 10 Mei 2020. (Anthony Kwan / Getty Images)

Video Rekomendasi :