Mengapa Yesus Tidak Turun dari Salib Buktikan Diri adalah Tuhan?

oleh QIN SHUNTIAN

Thomas yang Ragu

Hari ketiga setelah Yesus wafat, para wanita berniat memberi balsam pada jasad Yesus, tapi didapati makam Yesus telah kosong. Mereka segera memberitahu para murid bahwa Yesus telah bangkit! Namun para murid “mengira itu berita bohong dan tidak memercayainya”.

Waktu itu, para murid  yang telah terpisah dan melarikan diri karena terdesak oleh orang Yahudi, sedang berkumpul di sebuah kamar, lalu tiba-tiba  Yesus  muncul. Ia berkata pada para murid, “Semoga kalian selamat!” Para murid yang tadinya sudah ketakutan semakin terkejut, mengira mereka telah melihat hantu, karena jendela maupun pintu  terkunci rapat.

Yesus berkata, “Kalian lihat tanganku, kakiku, maka kalian akan tahu Aku adalah nyata, kalian coba raba! Arwah tak berdaging dan tak bertulang, sedangkan Aku ada.”

Lalu, Yesus meniupkan napas pada mereka, para murid sangat gembira tapi tidak berani percaya, Yesus pun berkata lagi, “Apakah kalian memiliki sesuatu untuk dimakan?” Mereka mengambil sepotong ikan bakar, Yesus menerimanya,  dan memakannya di hadapan mereka semua… Para murid pun percaya, Yesus telah bangkit kembali.

Lukisan “ésus-Christ ressuscité entouré de saint Pierre, saint Paul et deux anges”, karya Anthonis Moro, 1520-1577, pelukis potret Belanda, dilukis tahun 1564.

Tapi hari itu Thomas tidak ada di sana, Thomas juga merupakan salah satu dari 12 murid Yesus, yang dikenal dengan sifat ragunya.

Para murid sangat berbahagia, dan dengan penuh semangat berkata pada Thomas, “Kami telah melihat Guru! Yesus telah bangkit kembali!” Thomas yang sedih tak tertahankan masih saja tidak percaya, ia hanya percaya apa yang dialaminya sendiri, ia hanya percaya pada mata kepala sendiri.

Yesus wafat di kayu salib, pemandangan itu terlalu menyakitkan bagi Thomas. Ia melihat Yesus dianiaya sampai terluka di sekujur tubuhnya, mengalami kesakitan seperti manusia biasa, ia melihat darah Yesus  mengalir, juga sama seperti manusia biasa.

Yesus dengan tubuh daging seperti itu, bukankah sama saja dengan manusia biasa, juga sulit menahan siksaan batu, tongkat dan tombak, juga bisa berdarah dan mati!  Yesus benar- benar sudah wafat, bagaimana mungkin bisa bangkit kembali? Bangkit dari kematian adalah  hal di luar nalar manusia, tidak sesuai dengan logika. Thomas tak habis pikir, tidak bisa mengerti.

Sebagai murid,  Thomas telah mengikuti Yesus selama tiga setengah tahun, sebenarnya Thomas telah menyaksikan mukjizat Yesus.

Ketika Yesus berjalan di atas permukaan laut, seketika badai  reda, ia telah melihatnya; saat  Yesus membuat orang buta dapat melihat kembali, membuat orang pincang bisa berjalan kembali, menyembuhkan penderita  kusta, ia pun telah melihatnya. Bahkan, Lazarus yang telah meninggal dunia selama empat hari dihidupkan lagi oleh Yesus dari liang kuburnya, juga pernah disaksikan Thomas.

Tapi waktu itu, Thomas tetap tidak percaya. Ia lupa bahwa  Yesus adalah Putra Alah, lupa bahwa Yesus memiliki kemampuan supranatural.

Semasa hidup  Yesus pernah beberapa kali meramalkan pada para muridNya: Aku  akan dicelakakan dan dibunuh, tiga hari kemudian akan bangkit kembali. Semua itu telah  dilupakan oleh Thomas, atau ia sama sekali tidak percaya perkataan Gurunya. Maka Thomas berkata, “Aku harus melihat luka paku di tanganNya, meraba luka paku itu dengan jariku, lalu meraba rusukNya dengan tanganku, jika tidak aku tidak akan percaya.”

Setelah delapan hari, di sebuah ruangan yang tertutup rapat pintu dan jendelanya, para murid kembali berkumpul secara diam- diam. Tiba-tiba Yesus muncul lagi di tengah-tengah mereka. Memahami kondisi mereka, kalimat pertama yang diucapkan Yesus adalah, “Semoga kalian selamat!”

Lalu Yesus membalikkan badan, menghadap pada Thomas dan berkata, “Ulurkan jari tanganmu, rabalah tanganKu; ulurkan tanganmu, rabalah rusukKu.” Dalam kata-kata Yesus sama sekali tidak menyalahkan Thomas, Ia tahu kebutuhan Thomas,  keraguan dan kelemahan Thomas, Yesus tahu semuanya.

El Greco, “Santo Petrus dan Paulus” (Santo Petrus dan Paulus), sekitar tahun 1592, di Museum Hermitage, St. Petersburg. (Domain publik)

Yesus memperlihatkan diri di hadapan Thomas,  adalah kenyataan yang dapat dipahami Thomas di ruang ini: Pada tangan- Nya, terdapat luka yang ditembus oleh paku panjang, pada rusukNya, terdapat lubang  menganga akibat ditusuk tombak, di dalamnya masih terdapat bekas darah yang mengalir keluar.

Bagi Thomas yang mau percaya jika menyaksikan fakta di depan matanya, ketika ia telah dimaklumi dan dimaafkan, segala keraguan sirna sudah, ia menyesal dan berlutut di tanah, dan memuja, “Bapaku! Tuhanku!” lalu, Thomas mendapat ajaran Tuhan kepadanya, “Karena kau telah melihat maka kau percaya; maka bagi mereka yang percaya tanpa melihat, akan diberkati.”

Mengapa Yesus Tidak Turun dari Kayu Salib?

Mengapa Yesus tidak melangkah turun dari kayu salib untuk membuktikan pada seluruh umat manusia di dunia bahwa diriNya adalah Tuhan?

Satu alasan, mungkin karena Ia tidak boleh menaklukkan manusia di dunia dengan mukjizat itu, bagi yang  melihat Tuhan atau Buddha menampakkan diriNya, siapa  yang tak akan percaya? Namun tidak melihat mukjizat tetapi tetap percaya Tuhan, maka itulah yang dikagumi oleh Tuhan, orang seperti ini akan memperoleh perlindungan dari Tuhan, maka “bagi mereka yang  percaya tanpa melihat, akan diberkati”. Seperti yang dikatakan rasul Paulus, “Kita bertindak dan berkepribadian, berdasarkan kepercayaan diri, bukan pada apa yang terlihat oleh mata.”

Kata “terlihat oleh mata” acap kali hanya suatu kesempatan mengenal Tuhan, tentunya dapat lebih memperkuat kepercayaan, sementara cobaan  Tuhan terhadap manusia, acap kali menghilangkan semua dasar yang nyata pada ruang dimensi ini, pada saat itu, apakah Anda masih  percaya sepenuhnya secara tanpa syarat?

Pada saat semua berjalan baik, manusia mendapat berkah dari Tuhan, akan berterima kasih dan memuja Tuhan, saat  keadaan tidak baik,  manusia  mulai  kecewa dan menyalahkan  Tuhan,  semua ini adalah karena ada tuntutan. “Percaya” seperti ini adalah pemahaman yang emosional, bukan percaya yang sesungguhnya.

Percaya, bukan karena setelah  mengalami kejadian, penderitaan, penyakit mematikan baru  berusaha  mencari Tuhan dan memohon perlindungan; percaya, bukan sebatas di benak pikiran  atau pengetahuan saja, melainkan berani memasrahkan diri, tanpa pamrih tanpa takut pada segala sesuatu; percaya bukanlah keraguan, bahkan terhadap segala fenomena yang terjadi melampaui nalar pemahaman kita, semua dapat diterima.

Saat ketakutan di ujung tebing, kita tidak dapat memperkirakan kedalaman jurang itu, namun hanya mengandalkan“percaya” kita akan  melompat ke bawah, di tengah kegelapan, di tengah kehampaan itu, pasti ada Tuhan yang dapat diandalkan, karena entah kita dapat melihat dengan mata atau tidak, Tuhan akan selalu beserta kita.

Kebangkitan Yesus membuktikan, manusia pasti akan mati, tapi tidak semuanya, kehidupan bisa kekal, kematian bukan akhir dari manusia.

Jadi ketika Thomas dari ragu-ragu menjadi sangat percaya, maka ia pun mulai menyebarkan agama tanpa keraguan sedikit pun. Mulai dari Persia terus ke arah timur, ia menyebarkan sampai ke India, menimbulkan kecemburuan Imam agama lain, akhirnya ia ditusuk dengan tombak menembus tubuhnya oleh sekelompok orang dan mati syahid. Sekarang di India, masih ada Gereja Thomas yang memiliki sejarah yang sangat panjang.

Di dunia sekarang ini, telah muncul jutaan  praktisi  Falun Gong, mukjizat yang mereka alami, mungkin tidak  akan  dapat dipahami oleh para penganut ateis. Tapi jika menilik kembali sejarah agama Nasrani, bercermin  pada sejarah, mendobrak “melihat adalah nyata” pada ilmu  pengetahuan empiris, mungkin akan ada lebih banyak temuan dan wawasan terhadap sejarah kuno, terhadap umat manusia sendiri. (sud)

Keterangan Foto : Lukisan “The Incredulity of Saint Thomas” karya Caravaggio.

Video Rekomendasi :

https://www.youtube.com/watch?v=z5nJ10PIM-w