Jokowi Beberkan UU Cipta Kerja untuk Reformasi Struktural dan Percepat Transformasi Ekonomi

ETIndonesia- Presiden Jokowi memimpin rapat terbatas bersama jajarannya untuk membahas Undang-Undang (UU) Cipta Kerja. Ia menegaskan secara umum UU Cipta Kerja bertujuan untuk melakukan reformasi struktural dan mempercepat transformasi ekonomi.

“Pagi tadi saya telah memimpin rapat terbatas secara virtual tentang Undang-Undang Cipta Kerja bersama jajaran pemerintah dan para gubernur. Dalam Undang-Undang tersebut terdapat 11 klaster yang secara umum bertujuan untuk melakukan reformasi struktural dan mempercepat transformasi ekonomi,” kata Presiden dalam keterangan resmi di Istana Kepresidenan Bogor, Jawa Barat, pada Jumat, 9 Oktober 2020 dikutip dari situs Setpres.

Adapun kesebelas klaster tersebut yaitu urusan penyederhanaan perizinan, urusan persyaratan investasi, urusan ketenagakerjaan, urusan pengadaan lahan, urusan kemudahan berusaha, urusan dukungan riset dan inovasi, urusan administrasi pemerintahan, urusan pengeaan sanksi, urusan kemudahan, pemberdayaan, dan perlindungan UMKM, urusan investasi dan proyek pemerintah, serta urusan kawasan ekonomi.

Mantan Gubernur Jakarta itu juga menjelaskan bahwa UU Cipta Kerja disusun untuk memenuhi kebutuhan atas lapangan kerja baru yang sangat mendesak. Menurutnya, setiap tahun ada sekitar 2,9 juta penduduk usia kerja baru yang masuk ke pasar kerja. Apalagi di tengah pandemi, terdapat kurang lebih 6,9 juta pengangguran dan 3,5 juta pekerja terdampak pandemi Covid-19.

Namun demikian, Presiden melihat adanya unjuk rasa penolakan UU Cipta Kerja, yang pada dasarnya dilatarbelakangi oleh disinformasi mengenai substansi dari undang-undang ini dan hoaks di media sosial. Oleh karena itu, dalam kesempatan ini Kepala Negara hendak meluruskan beberapa disinformasi tersebut.

Presiden mengambil contoh adanya informasi yang menyebutkan tentang penghapusan UMP (Upah Minimum Provinsi), UMK (Upah Minimum Kabupaten/Kota), dan UMSP (Upah Minimum Sektoral Provinsi).

Selain itu, ada juga kabar yang menyebutkan bahwa upah minimum dihitung per jam. Dengan tegas Presiden menyatakan bahwa hal tersebut juga tidak benar.

Demikian juga dengan kabar yang menyebutkan bahwa semua cuti, baik cuti sakit, cuti kawinan, cuti khitanan, cuti baptis, cuti kematian, cuti melahirkan, dihapus dan tidak ada kompensasinya. Presiden sekali lagi menegaskan bahwa kabar tersebut tidak benar dan menyatakan bahwa hak cuti tetap ada.

Di samping itu, Presiden juga menepis kabar bahwa UU Cipta Kerja ini mendorong komersialisasi pendidikan. Menurutnya, yang diatur dalam klaster pendidikan UU Cipta Kerja hanyalah pendidikan formal di Kawasan Ekonomi Khusus (KEK).

Adapun terkait keberadaan bank tanah, Kepala Negara menjelaskan bahwa bank tanah tersebut diperlukan untuk menjamin kepentingan umum, kepentingan sosial, kepentingan pembangunan nasional, pemerataan ekonomi, dan konsolidasi lahan, serta reforma agraria.

Segera Buka Naskah UU Cipta Kerja

Sementara itu, Ekonom senior Indef Enny Sri Hartati menyerukan kepada pemerintah dan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) agar segera mempublikasikan naskah UU Omnibus Law Cipta Kerja.

Menurut Enny, langkah tersebut sebagai bentuk transparansi ditengah gencarnya tudingan demo berangkat dari informasi hoaks.  

Ia mengatakan, hal yang menjadi kebingungan publik penjelasan pemerintah dengan aspirasi masyarakat. Kalau dari pemerintah, kata Eny, semua yang disampaikan serikat buruh itu hoax. “Kalau memang hoax, disampaikan draft finalnya,” kata Enny dalam acara diskusi Smart FM Jakarta, Sabtu (10/10/2020).

Ia menyerukan,  tidak ada dusta diantara semuanya. Apalagi bukan seperti  berbalas pantun. “Karena ini UU yang melingkupi banyak sektor, ini ada manfaatnya iya tapi mudharatnya lebih banyak,” ujarnya. (asr)