Massa : ‘Bisnis Tiongkok, Keluar!’ Kemarahan Myanmar Mengancam Rencana-rencana Investasi

oleh Reuters

“Pipa gas Tiongkok akan dibakar,” teriak sekelompok pengunjuk rasa di Myanmar pada minggu ini di sebuah jalur pipa gas Tiongkok yang dikutip kantor berita reuters. 

Dipuji oleh rezim Tiongkok sebagai sebuah simbol “kerjasama yang saling menguntungkan,” jalur pipa gas telah menjadi sasaran kemarahan masyarakat terhadap persepsi Beijing, yang mana mendukung junta militer untuk merebut kekuasaan melalui kudeta pada 1 Februari 2021. 

Meningkatnya sentimen anti-Tiongkok, telah menimbulkan pertanyaan-pertanyaan dalam lingkaran-lingkaran bisnis Myanmar dan di Tiongkok. Tidak hanya terhadap lonjakan investasi Tiongkok tahun-tahun belakangan ini, tetapi untuk miliaran dolar dialokasikan untuk sebuah tetangga strategis Beijing dalam  rencana infrastruktur Belt and Road milik Beijing.

Tiongkok adalah sebuah negara satu-partai yang diperintah oleh Partai Komunis Tiongkok. Warganegara Tiongkok sendiri, sering memprotes pemerintahan komunis Tiongkok. Karena kurangnya sistem hukum yang independen dan  perlindungan hak asasi manusia. 

Namun, demikian karena adanya ancaman terhadap keselamatan keluarga mereka, informasi mengenai penderitaan orang-orang Tiongkok sebagian besar disensor oleh negara satu-partai itu.

“Bisnis Tiongkok, Keluar! Keluar!, ”teriak puluhan pengunjuk rasa di  kota Mandalay, titik pementasan di jalur pipa gas yang melintasi Myanmar dari Samudra India ke Tiongkok. Media sosial memuat lebih banyak ancaman.

Jalur pipa gas, yang membawa gas dari ladang lepas pantai Myanmar, dibuka pada tahun 2013, ketika militer Myanmar memulai reformasi demokrasi. Pipa minyak sepanjang 770 km  yang bernilai usd 1,5 miliar, membawa minyak mentah sebagian besar dari Timur Tengah, dimulai pada tahun 2017 di bawah pemerintahan pemimpin terpilih Aung San Suu Kyi, yang kini ditahan dan menghadapi serangkaian dakwaan.

Seorang pejabat PetroChina yang menolak disebutkan namanya mengatakan, tidak ada masalah dengan pengoperasian jalur pipa minyak — satu-satunya sumber minyak mentah untuk kilang raksasa energi Tiongkok di Kunming, Provinsi Yunnan.

Unjuk rasa atas jalur pipa tersebut berkobar setelah sebuah dokumen pemerintah Myanmar bocor dari sebuah pertemuan tanggal 24 Februari. Saat itu menunjukkan bahwa, para pejabat Tiongkok meminta junta militer Myanmar untuk  memberikan keamanan yang lebih baik — dan intelijen pada kelompok-kelompok etnis minoritas bersenjata di jalur pipa tersebut.

Reuters tidak dapat menghubungi para pejabat di Myanmar untuk mengomentari dokumen tersebut.

Opini yang Berseteru

Miliaran dolar telah dialokasikan untuk proyek semacam itu, termasuk sebuah koridor ekonomi yang berakhir di sebuah pelabuhan laut senilai  1,3 miliar dolar AS, zona-zona industri, sebuah kota baru di sebelah pusat komersial Yangon dan sebuah rel kereta api menuju perbatasan.

“Opini masyarakat yang berseteru akan menimbulkan ancaman jangka panjang dan kerusakan pada  rencana-rencana Tiongkok,” kata Yun Sun, Direktur Program Tiongkok di Stimson Pusat yang berbasis di Washington.

Yun Sun secara khusus menunjuk pada kerusakan yang dilakukan terhadap reputasi Beijing atas proyek Bendungan Myitsone, yang ditunda pada tahun 2011 di tengah-tengah protes keras penduduk setempat — mendorong sebuah upaya bersama oleh rezim Tiongkok untuk mengolah  masyarakat serta para pemimpin politik.

“Opini masyarakat diperlakukan sebagai sebuah prioritas kebijakan oleh Tiongkok di Myanmar,” kata Yun Sun.

Upaya-upaya dalam beberapa tahun terakhir termasuk semuanya, mulai dari menyumbangkan ransel-ransel sekolah untuk mensponsori perjalanan inspeksi ke Tiongkok bagi para pejabat — melalui sebuah survei pada tahun 2018 di Myanmar masih menemukan “bias eksplisit” terhadap investasi Tiongkok.

Partai Komunis Tiongkok juga berusaha untuk tetap dekat dengan Aung San Suu Kyi, sambil tetap menjaga hubungan dengan tentara yang menggulingkan Aung San Suu Kyi.

Menyeimbangkan hubungan tersebut bahkan menjadi semakin genting. Sementara negara-negara Barat mengutuk kudeta tersebut, rezim Tiongkok  bahkan tidak menggambarkannya sebagai sebuah kudeta — sejalan dengan keinginan para jenderal. 

Perintahnya untuk mengekang dari kedua sisi mengundang cemoohan dari lawan kudeta yang menunjuk pembunuhan lebih dari 60 pengunjuk rasa. Seorang polisi tewas, kata tentara.

“Tiongkok mempermalukanmu. Berhenti mendukung pencurian suatu negara,” demikian bunyi salah satu poster unjuk rasa di luar Kedutaan Besar Tiongkok di hadapan pasukan keamanan Myanmar yang berjaga-jaga.

Kecurigaan-Kecurigaan

Tidak peduli betapa anehnya, tuduhan-tuduhan keterlibatan Tiongkok telah bersliweran di media sosial.

Beberapa orang mengatakan, mereka telah melihat tentara-tentara dengan ciri khas Tiongkok atau mendengar beberapa tentara berbicara bahasa Mandarin. Kecurigaan-kecurigaan muncul semakin meningkat, adanya penerbangan-penerbangan malam hari menuju Tiongkok — penerbangan-penerbangan yang menurut maskapai penerbangan negara untuk membawa makanan laut untuk  liburan Tahun Baru Imlek.

Klaim-klaim yang muncul bahwa pesawat-pesawat tersebut membawa para tentara atau teknisi untuk memasang sebuah firewall internet — sebuah gagasan yang ditolak oleh junta militer dan digambarkan sebagai “omong kosong” oleh Duta Besar Tiongkok.

Kekhawatiran-kekhawatiran bahwa sentimen anti-Beijing, dapat mempengaruhi bisnis-bisnis Tiongkok  mendorong beberapa orang untuk mempertimbangkan kembali posisinya — terutama karena unjuk rasa anti-kudeta dan pemogokan-pemogokan yang mencekik perekonomian.

“Mereka hanya dapat melampiaskan pada orang-orang Tiongkok di tempat itu,” kata seorang pengusaha Tiongkok yang mengaku bernama Ran. Ia kini sedang mencari jalan keluar — sementara mengatakan ia tidak menghadapi serangan pribadi apa pun.

Myanmar juga memiliki sebuah minoritas penting dengan asal Tiongkok, yang anggota-anggota yang lebih tua mengenang kerusuhan anti-Tiongkok pada tahun 1967, di mana diperkirakan 30 orang terbunuh. Namun, beberapa anggota yang lebih muda secara mencolok bangkit bersama dengan para pengunjuk rasa.

“Para tetua kami mengkhawatirkan postingan-postingan Sinofobia — hal-hal di Facebook seperti ‘orang Tiongkok akan menjadi orang pertama yang dipukuli’ tetapi hanya sejumlah kecil orang-orang yang melakukannya,” kata Aung Aung, 23 tahun, pendiri Asosiasi Pemuda Tionghoa Myanmar.

“Orang-orang tahu di mana kami bangkit. Kami ingin demokrasi ditegakkan kembali,” tegasnya. (Vv)

Keterangan Foto : Demonstran memprotes di luar kedutaan besar Tiongkok terhadap kudeta militer di Yangon, Myanmar, pada 19 Februari 2021. (Stringer / Reuters)