Joe Biden Mendukung Hak Israel untuk Membela Diri dari Serangan Rudal Hamas

Janita Kan

Presiden Amerika Serikat, Joe Biden berbicara dengan Perdana Menteri Israel, Benjamin Netanyahu pada Sabtu (15/5/2021) ketika konflik antara Israel dan kelompok teroris Hamas berlanjut hingga hari ketujuh.

Biden selama pembicaraan lewat sambungan telepon menegaskan kembali dukungan kuatnya terhadap hak Israel untuk membela diri dari serangan rudal Hamas, yang didukung oleh Teheran, dan kelompok teroris lainnya. Hamas, Jihad Islam, dan kelompok militan lainnya sudah menembakkan sekitar 2.300 roket dari jalur Gaza ke Israel sejak Senin (10/5/2021), kata Pasukan Pertahanan Israel (IDF) Sabtu 15 Mei. 

Disebutkan sebanyak 1.000 roket berhasil dicegat oleh sistem pertahanan Israel, akan tetapi 380 misil lainnya yang ditembakkan dan masuk ke Jalur Gaza hingga menambah angka kematian serta korban cedera dari warga sipil di jalur Gaza.

Israel juga meluncurkan lebih dari 1.000 serangan udara dan artileri presisi yang ditujukan ke Hamas dan target militan lainnya, yang mana kerap dibangun di dekat kawasan sipil di jalur pantai yang padat penduduk.

Baku tembak turut menewaskan setidaknya 149 orang  di jalur Gaza, termasuk 41 anak-anak, dan 10 orang di Israel, termasuk dua anak-anak.

Menurut percakapan panggilan telepon antara dua pemimpin itu, Biden mengutuk “serangan tanpa pandang bulu” oleh kelompok teroris di Israel dan menyatakan keprihatinannya tentang “kekerasan antar komunal” yang dilaporkan di komunitas Yahudi-Arab Israel.

“Presiden menyuarakan keprihatinannya tentang konfrontasi kekerasan di Tepi Barat. Dia menyatakan dukungannya memungkinkan rakyat Palestina menikmati martabat, keamanan, kebebasan, peluang ekonomi yang pantas mereka dapatkan dan menegaskan dukungannya untuk solusi dua negara,” kata pernyataan Gedung Putih.

Biden juga menyuarakan keprihatinan tentang keselamatan dan keamanan jurnalis yang meliput situasi di daerah tersebut.  Komentar disampaikan menyusul penghancuran yang ditargetkan dari sebuah gedung dengan 12 lantai di Kota Gaza pada Sabtu 15 Mei 2021.  Bangunan bertingkat tersebut bagi Israel  “berisi aset militer milik kantor intelijen organisasi teror Hamas.”

Gedung tersebut juga menampung aktivitas sipil, termasuk kantor berita Amerika Serikat, Associated Press dan Al Jazeera yang berbasis di Qatar, sebagai kantor dan apartemen lainnya.  Semua orang-orang langsung dievakuasi setelah pemilik gedung menerima peringatan lanjutan tentang serangan dari Israel. 

IDF mengatakan, mereka memberitahukan kepada warga sipil melalui telepon, SMS, dan menjatuhkan bom “pengetuk atap” untuk memperingatkan mereka tentang operasi Israel.

Pasukan Pertahanan Israel menyatakan, operasi dilakukan terhadap gedung sipil yang sudah disulap menjadi pertahanan militer oleh Hamas. Gedung tersebut digunakan untuk keperluan militer seperti pengumpulan info intelijen, perencanaan serangan, pusat komando dan kendali, dan komunikasi.

“Bangunan itu berisi kantor media sipil, yang Hamas sembunyikan dan sengaja digunakan sebagai tameng manusia,” kata IDF dalam pernyataan mereka.

Kantor berita Associated Press  mengutuk serangan itu, menuntut Israel memberikan laporan intelijennya sebagai bukti terkait Hamas yang turut beroperasi di gedung tersebut.

“Biro AP  berada di gedung ini selama 15 tahun,” kata Lauren Easton, Direktur Hubungan Media Associated Press dalam sebuah pernyataan. 

“Kami tidak memiliki indikasi Hamas berada di dalam gedung atau aktif di dalam gedung. Ini adalah sesuatu yang kami periksa secara aktif dengan kemampuan terbaik kami. Kami tak akan pernah secara sadar membahayakan jurnalis kami,” ujarnya. 

Sejak itu, para komentator menunjuk kepada artikel Tahun 2014 oleh mantan laporan Associated Press, Matti Friedman, yang menulis tentang pejuang Hamas sebelumnya “menerobos AP biro Gaza” yang tak akan dilaporkan AP karena ancaman. Staf AP juga menyaksikan “peluncuran roket Hamas tepat di samping kantor [Gaza] mereka”.

Hamas mengatakan serangan roketnya pada Senin (10/5), sebagai respon atas ketegangan berminggu-minggu terkait kasus untuk mengusir sejumlah keluarga Palestina di Yerusalem Timur, serta pembalasan terhadap polisi Israel karena menindak para perusuh Palestina yang menurut kantor Perdana Menteri Netanyahu, merencanakan kerusuhan di kota dekat Masjid Al-Aqsa, tempat suci ketiga bagi Umat Islam, pada 10 Mei selama Ramadhan.

Netanyahu dalam konferensi pers pada Sabtu, bersumpah menanggapi  dengan kekerasan atas serangan Hamas di Israel, yang dikatakannya “tak beralasan.”

“Sejumlah warga Israel terbunuh. Lebih banyak lagi yang terluka. Anda tahu dan saya tahu, tidak ada negara yang akan mentolerir ini. Israel tak akan mentolerirnya, Kami akan terus merespons dengan keras sampai keamanan orang-orang kami seperti keadaan semula,” katanya. 

Israel dan Hamas sudah mengobarkan banyak konflik sejak kelompok teroris itu menguasai jalur Gaza pada Tahun 2007. Serangan udara Israel sebagai balasan atas serangan roket dari kelompok teroris di jalur Gaza, bukan perkara yang jarang terjadi.

Biden turut berbicara dengan Presiden Otoritas Palestina, Mahmoud Abbas “untuk menyampaikan komitmen AS memperkuat kemitraan AS-Palestina,” demikian menurut Gedung Putih.

Presiden “membahas ketegangan saat ini di Yerusalem dan Tepi Barat dan menyatakan keinginan bersama  agar Yerusalem menjadi tempat hidup yang berdampingan secara damai bagi orang-orang dari semua agama dan latar belakang,” menurut pembacaan panggilan telepon tersebut. Biden juga menekankan perlunya Hamas menghentikan menembakkan roket ke Israel.

Dewan Keamanan PBB dijadwalkan bertemu untuk membahas wabah terburuk kekerasan Israel-Palestina dalam beberapa tahun terakhir. (asr)

Mimi Nguyen-Ly dan Reuters berkontribusi pada laporan ini.