Dahulu dan Sekarang Partai Komunis Tiongkok Suka Berkelahi

oleh Cheng Xiaonong

Dalam dua bulan terakhir, ancaman-ancaman militer Partai Komunis Tiongkok (PKT) terhadap negara-negara tetangga dan konfrontasi maritim dengan militer Amerika Serikat, memasuki sebuah tahap baru, sebuah tahap yang lebih berbahaya, saat Perang Dingin Tiongkok-Amerika Serikat dan latihan-latihan perang Angkatan Laut yang bertujuan untuk saling mengintimidasi terus meningkatkan.

Apakah Partai Komunis Tiongkok yang suka berkelahi merupakan sebuah kesalahan penilaian sementara, atau itu adalah kelanjutan dari tradisi Partai Komunis Tiongkok?

Apakah ancaman nuklir Partai Komunis Tiongkok ke Amerika Serikat itu asli atau palsu?

Ini adalah sebuah pertanyaan penting yang perlu direnungkan.

Amerika Serikat: Unjuk Kekuatan dan Menghadapi Sebuah Pengurangan Anggaran pada Waktu yang Sama

Sejak paruh pertama tahun lalu, Partai Komunis Tiongkok telah memicu Perang Dingin Tiongkok-Amerika Serikat. Itu dilakukan melalui serangkaian ancaman-ancaman nuklir terhadap Amerika Serikat.

Satu kelompok yakin jika pemerintahan Joe Biden tidak mau meningkat pengeluaran-pengeluaran militer, memperluas persenjataan Amerika Serikat dan bersiap untuk perang, maka Partai Komunis Tiongkok dapat melakukan apapun yang diinginkannya. Kelompok lain yakin bahwa militer Amerika Serikat hanya perlu mengirim sebuah sinyal siap perang kepada Partai Komunis Tiongkok, dan negara-negara lain yang terancam oleh Partai Komunis Tiongkok kemudian santai dan rileks.

Kedua pandangan ini telah mengabaikan aspek lain dari masalah tersebut: militer Amerika Serikat memang berupaya untuk menunjukkan kekuatannya untuk menghalangi Partai Komunis Tiongkok, tetapi pemerintahan Joe Biden berusaha menahan upaya ini.

Sejak awal tahun ini, militer Amerika Serikat terus melangkah meningkatkan upaya-upayanya untuk mempersiapkan perang dan menghalangi Partai Komunis Tiongkok melalui tindakan-tindakan intimidasi.

Angkatan Laut Amerika Serikat telah mentransfer sebagian besar armada kapal induk dan kapal-kapal serbu amfibi yang ada ke Asia Timur, untuk meningkatkan pertahanannya di kawasan tersebut.

Sebuah unjuk kekuatan semacam itu yang menargetkan negara adidaya nuklir lain, belum pernah terjadi sebelumnya pasca-Perang Dunia II, dan skalanya lebih besar daripada konfrontasi angkatan laut antara Amerika Serikat dengan Uni Soviet selama Perang Dingin.

Ini menunjukkan betapa waspada militer Amerika Serikat dalam menghadapi ancaman-ancaman militer Partai Komunis Tiongkok di bawah Perang Dingin Tiongkok-Amerika Serikat saat ini.

Di sisi lain, pemerintah Amerika Serikat saat ini, belum mengambil tindakan-tindakan konkret untuk mendorong upaya militer. Sebaliknya, pemerintah Amerika Serikat berupaya membuat sesuatu menjadi lebih sulit untuk militer Amerika Serikat.

Pada 9 April, Angkatan Laut Amerika Serikat melaporkan di situs resminya bahwa anggaran militer Amerika Serikat yang diusulkan militer untuk tahun fiskal berikutnya adalah usd 753 miliar, tetapi anggaran militer pemerintahan Joe Biden yang diserahkan ke Kongres hanya USD 715 miliar, terjadi penurunan 2,3 persen pengeluaran-pengeluaran militer yang sebenarnya sebesar USD 731,6 miliar pada tahun fiskal saat ini.

Mempertimbangkan inflasi, pemotongan anggaran militer sebenarnya lebih dari 5 persen. Selain itu, Dewan Perwakilan Rakyat yang dikendalikan Partai Demokrat mungkin lebih jauh mengurangi anggaran pertahanan yang diajukan oleh pemerintah.

Pada saat yang sama, pemerintahan Joe Biden mengeluarkan banyak uang pada program-program membantu imigran-imigran ilegal dari Amerika Tengah dan Amerika Selatan, di mana dapat dilihat bahwa kekurangan uang bukanlah alasan sebenarnya di balik pengurangan anggaran militer.

Ketegangan-Ketegangan di Selat Taiwan Saat Ini Adalah Sebuah Krisis Internasional

Apakah Partai Komunis Tiongkok ingin menyerang Taiwan? jawabannya terletak pada kesiapan tempur Partai Komunis Tiongkok dan intimidasi militer Partai Komunis Tiongkok baru-baru ini di Taiwan.

Ketika Partai Komunis Tiongkok mengirim kelompok kapal induk ke perairan timur Taiwan dan mengambil sikap mengepung Taiwan, ketika Partai Komunis Tiongkok terus memperkuat kekuatan militernya di Provinsi Fujian (di seberang Selat Taiwan), mengancam Taiwan dengan kekerasan, seseorang dapat membuat sebuah keputusan yang jelas.

Jika Partai Komunis Tiongkok yakin bahwa sebuah serangan terhadap Taiwan tidak akan membahayakan Partai Komunis Tiongkok, maka Partai Komunis Tiongkok mungkin mengambil langkah berikutnya untuk memasuki persiapan-persiapan pertempuran yang sebenarnya.

Namun demikian, krisis saat ini di Selat Taiwan tidak lagi terbatas pada satu masalah saja yaitu hubungan-hubungan lintas selat. Tiga ancaman nuklir Partai Komunis Tiongkok kepada Amerika Serikat pada paruh pertama tahun lalu, memicu Perang Dingin Tiongkok-Amerika Serikat.

Untuk Amerika Serikat, 30 tahun setelah berakhirnya Perang Dingin Amerika Serikat-Soviet, perdamaian di kawasan Indo-Pasifik telah dirusak ekspansi dan persiapan-persiapan perang oleh militer Partai Komunis Tiongkok.

Dalam keadaan seperti itu, krisis Selat Taiwan adalah sangat erat kaitannya dengan keamanan nasional Amerika Serikat.

Dari sebuah sudut pandang militer, jika Partai Komunis Tiongkok menguasai Taiwan, militer Amerika Serikat tidak dapat lagi secara efektif mempertahankan rantai pulau pertama, tetapi hanya dapat mundur ke rantai pulau kedua dan ketiga, sehingga militer Amerika Serikat tidak dapat secara efektif menghalangi rencana strategis Partai Komunis Tiongkok, untuk menggunakan kapal-kapal selam nuklir untuk mengancam Amerika Serikat di perairan Pasifik Tengah atau Pasifik Timur.

Dari sebuah sudut pandang ekonomi, setelah Taiwan dikendalikan oleh Partai Komunis Tiongkok, maka seluruh wilayah Asia Timur mungkin jatuh ke dalam pengepungan militer Partai Komunis Tiongkok, dan keamanan nasional Jepang dan Korea Selatan tidak dapat dijamin. Dalam konteks globalisasi ekonomi, ketika Asia Timur berada di bawah kendali Partai Komunis Tiongkok, ekonomi global akan terjun ke dalam bahaya.

Oleh karena itu, militer Amerika Serikat tidak hanya menjelaskan bahwa pihaknya ingin membantu Taiwan menjaga keamanan Taiwan, tetapi Jepang juga menyadari keseriusan masalah ini. Ketika Perdana Menteri Jepang Yoshihide Suga mengunjungi Amerika Serikat, tujuan utamanya adalah untuk berkomunikasi dan bekerja sama dengan Amerika Serikat untuk membantu mempertahankan Taiwan. Hal ini karena setelah Taiwan ditaklukkan, Jepang akan berada dalam kesulitan yang serius.

Tradisi Invasif Partai Komunis Tiongkok

Partai Komunis Tiongkok tidak pernah menjadi sebuah rezim yang cinta damai. Sebaliknya, Partai Komunis Tiongkok selalu ingin menggunakan kekerasan untuk mencapai ambisi-ambisi internasionalnya. Di mata Partai Komunis Tiongkok, pendudukan Taiwan bukanlah bagian tujuan internasionalnya, tetapi sebuah “urusan internal.” Mirip dengan bekas Uni Soviet, ambisi-ambisi internasionalnya adalah mengubah negara-negara lain menjadi wilayah pengaruhnya sendiri.

Partisipasi Partai Komunis Tiongkok dalam agresi asing dapat dibagi menjadi tiga jenis.

Pertama, tentara Partai Komunis Tiongkok dapat secara langsung memasuki sebuah negara asing untuk berpartisipasi dalam perang saudara negara lain, seperti Perang Korea;

Kedua, Partai Komunis Tiongkok mungkin menggunakan semua cara untuk mempersenjatai dan mendukung “kekuatan proksi” Partai Komunis Tiongkok di dalam negara lain, untuk meluncurkan sebuah perang saudara di negara itu, seperti yang terjadi di Perang Vietnam.

Ketiga, Partai Komunis Tiongkok mungkin secara langsung bertarung dengan negara-negara tetangga, seperti Perang Tiongkok-Vietnam di akhir tahun 1970-an.

Setelah berdirinya Republik Rakyat Tiongkok, Partai Komunis Tiongkok pertama kali memulai sebuah perang kemerdekaan di Vietnam, dan kemudian memicu Perang Saudara Vietnam di tahun 1960-an.

Selain Perang Korea dan Perang Saudara Vietnam, kedua perang tersebut
menyebabkan intervensi militer Amerika Serikat, Partai Komunis Tiongkok juga melakukan perang perbatasan dengan India, Uni Soviet, dan Vietnam, dan menyerang Pulau Kinmen dengan meriam-meriam dalam skala besar.

Sudah diketahui umum bahwa Partai Komunis Tiongkok mengirim sebuah pasukan sukarelawan untuk berperang melawan Perserikatan Bangsa-Bangsa dalam Perang Korea.

Faktanya, Korea Utara pernah benar-benar tidak mampu melakukan pertempuran darat berskala besar. Partai Komunis Tiongkok mengirim infanteri ke Korea Utara untuk membantu Korea Utara mempersiapkan perang saudara pada tahun 1949, satu tahun sebelum Perang Korea pecah.

Pada tahun 1949, Stalin menetapkan wilayah dengan Mao Zedong sebagai berikut.

Partai Komunis Uni Soviet tidak mengenal Vietnam karena jaraknya terlalu jauh, dan Viet Cong secara historis sudah dekat dengan Partai Komunis Tiongkok, jadi Semenanjung Indocina “ditugaskan” kepada Mao Zedong.

Setelah Perang Dunia II, Prancis melanjutkan pemerintahan kolonialnya atas Vietnam.

Di awal bulan Juli 1950, tidak lama setelah berdirinya komunis Tiongkok, Chen Geng, seorang jenderal Partai Komunis Tiongkok yang terkenal, memerintahkan tentara Viet Cong yang dilatih oleh Tiongkok sebagai kepala penasihat militer untuk menyerang tentara Prancis.

Tiongkok juga menyokongkan Vietnam dengan sebuah bantuan militer yang besar. Dukungan yang kuat dari Partai Komunis Tiongkok, memungkinkan Viet Cong mengalahkan tentara Prancis dan mengambil alih Vietnam Utara.

Peran PKT dalam Perang Vietnam

Perang Vietnam dari tahun 1950-an hingga 1970-an yang mengguncang seluruh dunia sebenarnya sepenuhnya dihasut oleh Partai Komunis Tiongkok. Pada saat itu, Republik Vietnam di Vietnam Selatan tidak ingin menyerang Vietnam Utara, tetapi Mao Zedong ingin Viet Cong menduduki Vietnam Selatan.

Setelah kematian Stalin, Mao Zedong ingin menjadi pemimpin spiritual semua negara-negara komunis. Untuk alasan ini, ia harus bersaing dengan Moskow dalam hal strategi internasional mengenai pertempuran “komunisme vs demokrasi.”

Saat itu, Partai Komunis Uni Soviet mengusulkan sebuah strategi luar negeri, mengenai perdamaian dan tidak ada perang, sementara Mao Zedong ingin membuktikan bahwa strategi “perebutan kekuasaan dengan kekerasan” miliknya, yang mencapai kesuksesan di Tiongkok, dapat diterapkan ke setiap negara di seluruh dunia. Mao Zedong ingin mengungguli Moskow, dan itulah alasan utama Mao Zedong memicu Perang Vietnam.

Selama kelaparan tiga tahun di Tiongkok dari tahun 1959 hingga 1962, Mao Zedong menguras kekuatan nasional Tiongkok untuk melancarkan Perang Vietnam dan kemudian menyeret Amerika Serikat maupun Uni Soviet ke dalam perang proksi tersebut. Tanpa pasokan senjata, Partai Komunis Tiongkok dan sejumlah besar bantuan dalam aspek-aspek lain, tidak mungkin Viet Cong dapat terus bertempur.

Bantuan militer Partai Komunis Tiongkok ke Vietnam Utara dan membantu melatih pasukan Vietnam, dimulai pada akhir tahun 1950-an, dan tentara Vietnam Utara kemudian memerintahkan untuk melancarkan Perang Saudara Vietnam. Bantuan militer tersebut memuncak pada bulan Desember 1964, ketika Partai Komunis Tiongkok dan Viet Cong menandatangani sebuah perjanjian militer.

Menurut perjanjian ini, Partai Komunis Tiongkok mengirim 300.000 tentara (5 divisi infanteri dan 5 divisi artileri) ke Vietnam Utara, untuk menggantikan tentara Vietnam Utara dalam perannya sebagai pertahanan nasional, memungkinkan tentara Vietnam Utara untuk sepenuhnya mengabdikan dirinya pada pertempuran dengan Vietnam Selatan.

Pada tahun 1968, Viet Cong menempatkan sebagian besar kekuatan utamanya di Vietnam Selatan, tetapi dikalahkan oleh Angkatan Darat Amerika Serikat, dan harus mengadakan pembicaraan-pembicaraan bilateral dengan Amerika Serikat di Paris.

Menurut Lê Duẩn, Sekretaris Jenderal Vietnam Cong, Partai Komunis Tiongkok menekan Vietnam Utara, mengatakan, “Anda tidak dapat duduk dan bernegosiasi dengan Amerika Serikat. Anda harus membawa pasukan Amerika Serikat ke wilayah Vietnam Utara untuk melawan mereka.”

Menurut data resmi Tiongkok, untuk mendukung Perang Vietnam, Partai Komunis Tiongkok memberi sejumlah besar bahan tempur kepada Vietnam, termasuk 179 pesawat, 145 kapal, bersama dengan tank, kendaraan lapis baja, traktor perayap, 16.333 mobil, lebih dari 37.500 artileri, 2,16 juta senjata, 1,3 miliar cangkang meriam, 153.000 ton makanan kering terkompresi dan makanan lainnya, serta barang-barang lainnya. Nilai total dukungan militer dari Partai Komunis Tiongkok mencapai setinggi usd 20 miliar.

Situasi tersebut berubah secara dramatis ketika Amerika Serikat mulai mendekati Partai Komunis Tiongkok pada tahun 1971. Untuk mengatasi ancaman militer dari Uni Soviet, Mao Zedong jatuh ke pelukan Amerika Serikat. Akibatnya, Perang Vietnam berakhir dengan penarikan pasukan Amerika Serikat dan Vietnam Cong menduduki Vietnam Selatan.

Partai Komunis Tiongkok mengorbankan kualitas hidup rakyat Tiongkok, untuk memberikan bantuan uang yang sangat banyak kepada Vietnam. Namun Vietnam dan Tiongkok, akhirnya bermusuhan. Ini karena Partai Komunis Tiongkok menganggap Viet Cong sebagai sebuah boneka di tangannya, dan memerintah Viet Cong untuk menyerang atau mundur sesuai yang diinginkan Partai Komunis Tiongkok. Pemimpin Viet Cong memiliki pola pikir yang sama dengan Mao Zedong ketika Mao Zedong ditekan oleh Stalin.

Oleh karena itu, bukannya menunjukkan rasa terima kasih atas dukungan Partai Komunis Tiongkok yang membantu Viet Cong menduduki Vietnam Selatan, Viet Cong sangat benci kepada Partai Komunis Tiongkok. Itu karena membiarkan Viet Cong berperang melawan Amerika Serikat, sebagai umpan meriam dan kemudian berbalik untuk berdamai dengan Amerika Serikat.

Hasilnya, Viet Cong kemudian berbalik melawan Partai Komunis Tiongkok, dan perang Tiongkok-Vietnam pecah di akhir tahun 1970-an.

Apakah Ancaman Nuklir Partai Komunis Tiongkok ke Amerika Serikat itu Asli atau palsu?

Pada 3 Februari tahun ini, Komandan Komando Strategis Militer Amerika Serikat Charles Richard, menulis sebuah artikel di majalah Proceedings milik Angkatan Laut Amerika Serikat edisi Februari, yang meminta para pemimpin militer Amerika Serikat dan para pemimpin pemerintah Amerika Serikat untuk berusaha menghalangi tindakan-tindakan Tiongkok yang agresif, yang mencakup mengambil tindakan-tindakan untuk memenuhi kemungkinan nyata penyebaran nuklir oleh Partai Komunis Tiongkok.

Charles Richard memperingatkan bahwa, Moskow dan Beijing telah “mulai secara agresif menantang norma-norma internasional” dengan “cara-cara yang tidak terlihat sejak puncak Perang Dingin.”

“Perilaku-perilaku ini membuat tidak stabil, dan jika dibiarkan, meningkatkan risiko krisis atau konflik kekuatan besar,” tulis Charles Richard.

Komando Strategis Militer Amerika Serikat adalah badan yang bertanggung jawab untuk menerapkan pencegahan nuklir terhadap negara-negara musuh selama sebuah perang dingin, termasuk memberikan informasi militer yang paling akurat dan tepat waktu kepada Presiden Amerika Serikat dan Menteri Pertahanan Amerika Serikat.

Peringatan Charles Richard menunjukkan bahwa aktivitas-aktivitas kapal selam nuklir Partai Komunis Tiongkok, telah membuat militer Amerika Serikat merasa bahwa ini bukanlah sebuah latihan biasa, melainkan sebuah persiapan untuk perang.

Partai Komunis Tiongkok tidak akan melaporkan aktivitas-aktivitas militer ini, begitu pula pihak berwenang militer Amerika Serikat.

Namun demikian, seorang komandan perang nuklir seperti Komandan Komando Strategis Amerika Serikat tidak akan membuat pernyataan-pernyataan santai mengenai masalah-masalah penting semacam itu.

Kini ia telah berbicara, itu artinya militer Amerika Serikat telah mengumpulkan intelijen yang memadai dan kemudian sampai pada sebuah penilaian, sebagai sebuah konsensus di antara para pemimpin top militer.

Artikel ini sendiri juga merupakan sebuah peringatan keras bagi militer Tiongkok. Di bawah kondisi-kondisi Perang Dingin Tiongkok-Amerika Serikat, Amerika Serikat tidak akan menutup mata memperhatikan upaya-upaya Partai Komunis Tiongkok. Pasalnya, berulang kali mengirim kapal-kapal selam nuklirnya ke Pasifik Tengah untuk mengancam Amerika Serikat dengan rudal-rudal nuklir.

Amerika Serikat dengan pasti akan mengambil tindakan-tindakan pencegahan yang pasti akan mengarah kepada konfrontasi antara angkatan laut kedua negara, dengan kapal-kapal selam dan pesawat anti-kapal selam milik kedua negara.

Cheng Xiaonong  seorang sarjana politik dan ekonomi Tiongkok yang tinggal di New Jersey. Cheng adalah peneliti kebijakan dan asisten mantan pemimpin Partai Komunis Tiongkok dan Perdana Menteri Tiongkok pada periode 1983-1987,  Zhao Ziyang. Dia juga menjabat sebagai pemimpin redaksi Studi China Modern

Pandangan yang diungkapkan dalam artikel ini adalah pendapat penulis dan tidak mencerminkan pandangan The Epoch Times