Varian Delta yang Berdaya Penularan Lebih Cepat adalah Varian COVID-19 yang Perlu Diwaspadai

 oleh Gao Shan

Kepala ilmuwan Organisasi Kesehatan Dunia, Dr. Soumya Swaminathan dikutip dari CNBC pada konferensi pers yang diadakan di markas besar Jenewa, bahwa hasil penelitian menunjukkan bahwa daya penularan varian Delta lebih tinggi sekitar 60% daripada galur mutan Alpha yang pertama ditemukan di Kota Wuhan, Tiongkok pada tahun 2019. Dikarenakan varian virus Delta ini terus menyebar, situasi dalam skala global juga terus berubah. 

Organisasi Kesehatan Dunia mengatakan pada Rabu 16 Juni, bahwa varian virus Delta telah menyebar ke lebih dari 80 negara, dan akan terus bermutasi seiring penyebarannya. 

Menurut data dari Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit (CDC) Amerika Serikat, varian tersebut menyumbang 10% dari kasus infeksi yang baru dikonfirmasi di Amerika Serikat, naik dari 6% minggu lalu.

Para ahli mengatakan bahwa varian virus Delta yang menyebar dengan cepat, dapat menyebabkan orang yang terinfeksi menunjukkan gejala yang berbeda dari gejala COVID-19 sebelumnya.

Dr. Rochelle Walensky, Direktur Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit AS pada hari Jumat meminta, warga Amerika untuk melanjutkan vaksinasi. Disebutkan juga bahwa pihaknya khawatir bahwa varian Delta menjadi varian utama virus komunis Tiongkok di Amerika Serikat.

Dalam acara TV ABCNews ‘Good Morning Amrica’ Dr. Rochelle Walensky mengatakan : “Meskipun daya penularan dari varian virus Delta ini mengkhawatirkan, tetapi vaksin kami masih cukup efektif. Jika Anda telah divaksinasi, Anda dapat menolak varian Delta ini”.

Baru-baru ini, Inggris juga menemukan bahwa varian Delta, juga telah menjadi varian COVID-19 utama di negara tersebut, melampaui varian Alpha yang pertama kali ditemukan di Inggris pada musim gugur tahun lalu. Varian Delta ini sekarang telah menyebabkan lebih dari 60% infeksi baru di Inggris.

Organisasi Kesehatan Dunia pada bulan lalu menetapkan varian Delta sebagai varian yang mengkhawatirkan dunia. Menurut WHO, jika suatu varian terbukti lebih menular, lebih mematikan, atau lebih resisten terhadap vaksin dan perawatan saat ini, maka varian virus tersebut dapat diberi label ‘mengkhawatirkan’ sebagai peringatan.

Pejabat dari Organisasi Kesehatan Dunia mengutip laporan yang diperoleh, memberitakan pada hRabu bahwa varian virus Delta juga dapat menyebabkan gejala yang lebih parah. Akan tetapi, kesimpulan ini masih memerlukan penelitian lebih lanjut. Namun demikian, sudah ada tanda-tanda bahwa strain varian Delta dapat menyebabkan gejala yang berbeda dari varian lainnya.

Pada Jumat, 18 Juni Soumya Swaminathan mengatakan bahwa, para ilmuwan masih membutuhkan lebih banyak data tentang varian Delta ini, termasuk dampaknya terhadap efektivitas dari vaksin yang sudah beredar.

Perusahaan Jerman ‘CuraVac’ di awal pekan lalu pernah menyatakan bahwa, mutasi virus adalah salah satu alasan mengapa vaksin barunya terbukti hanya 47% efektif dalam uji klinis terhadap 40.000 orang.

Laporan analisis yang dirilis oleh Departemen Kesehatan Masyarakat Inggris pada Senin 14 Juni mengungkapkan bahwa, vaksin Pfizer-BioNTech dan AstraZeneca memiliki efek kuratif yang tinggi terhadap pasien tertular varian Delta yang sedang dirawat di rumah sakit. 

Soumya Swaminathan mengatakan : “Sebenarnya berapa banyak orang yang telah terinfeksi virus varian Delta, berapa banyak yang dirawat di rumah sakit karenanya, dan seberapa serius kondisinya ? Pihak kami masih mengamati secara saksama”. (sin)