Pemimpin Komunis Tiongkok Gelisah Terhadap Stabilitas Rezim Setelah Insiden Ledakan Gas yang Menewaskan Puluhan Orang

Nicole Hao

Setelah sebuah ledakan besar gas di kota Shiyan, tengah Tiongkok, pemimpin partai Komunis Tiongkok Xi Jinping memerintahkan rezim Tiongkok untuk memperkuat kekuasaannya, bukannya memerintahkan para pejabat pemerintah setempat untuk mempercepat penyelamatan orang-orang yang masih terjebak di bawah reruntuhan bangunan.

Ledakan itu terjadi sekitar pukul 06.40 pada 13 Juni, yang menghancurkan sebuah pasar yang ramai di distrik Zhangwan kota Shiyan, Provinsi Hubei, karena penduduk setempat sedang berbelanja untuk Festival Perahu Naga yang akan datang. Pada 14 Juni, setidaknya 25 orang tewas dan 138 orang lainnya terluka, di mana 37 orang dalam kondisi parah. Jumlah orang yang tidak terhitung masih terkubur di bawah reruntuhan bangunan.

Xi Jinping kemudian memerintahkan melalui CCTV yang dikelola negara di malam hari bahwa rezim Tiongkok harus “menyelidiki penyebab kecelakaan,” “membuat pejabat bertanggung jawab,” “memperkuat kecerdikan politik [para pejabat],” “mencegah lebih banyak kecelakaan besar,” “menjaga stabilitas masyarakat”, dan “menciptakan sebuah suasana yang baik untuk perayaan seratus tahun Partai Komunis Tiongkok,” mengacu pada Partai Komunis Tiongkok yang berkuasa.

“Menjaga stabilitas” adalah eufemisme untuk mempertahankan kekuasaan Partai Komunis Tiongkok. 

“Membuat pejabat bertanggung jawab” adalah sebuah metode yang digunakan Partai Komunis Tiongkok, untuk menciptakan sebuah insentif bagi para pejabat untuk menyembunyikan skala sebenarnya dari bencana dan insiden. Para pejabat dipecat jika jumlah kematian adalah tinggi.

Ledakan Shiyan terjadi sehari setelah Partai Komunis Tiongkok menugaskan Huang Jianxiong menjadi walikota.

“Perintah Xi Jinping setelah insiden itu tampaknya menunjukkan bahwa ia lebih khawatir untuk menjaga stabilitas rezim Tiongkok daripada menyelamatkan nyawa orang-orang,” kata komentator urusan Tiongkok yang berbasis di Amerika Serikat, Tang Jingyuan kepada The Epoch Times pada tanggal 13 Juni.

Dalam program CCTV yang sama, Perdana Menteri Li Keqiang mengatakan ia khawatir bahwa Tiongkok akan melihat lebih banyak insiden-insiden keselamatan, mengingat banyaknya kecelakaan-kecelakaan fatal yang  dilaporkan di seluruh Tiongkok dalam beberapa waktu terakhir. 

Li Keqiang meminta kepada pemerintah setempat, untuk mempercepat upaya-upaya penyelamatannya dan meminta seluruh Tiongkok untuk memeriksa risiko-risiko keamanan yang mungkin timbul.

Xi Jinping menekankan dalam sebuah pengumuman pada 13 Juni, bahwa para pejabat yang  bertanggung jawab akan dimintai pertanggungjawaban untuk setiap insiden di masa depan, yang menyiratkan bahwa para  pejabat akan menghadapi konsekuensi-konsekuensi politik seperti kehilangan pangkat, saat memerintah pemerintah daerah untuk memperketat kendalinya.

Ledakan yang Tragis

Para penduduk yang dekat dengan pasar tersebut memberitahu The Epoch Times pada 13 Juni, bahwa lingkungan itu penuh dengan puing-puing rumah dari rumah-rumah yang rata dan bahwa mayat-mayat dapat  terlihat setelah ledakan. 

Para penduduk mengatakan rezim Tiongkok memblokir jalan-jalan yang terkena dampak dan mencegah orang-orang kembali ke rumah.

Para penduduk mengatakan mereka yakin masih ada orang yang terkubur di puing-puing.

“[Saya melihat dan mendengar] oran-orang yang terluka dirawat di berbagai rumah sakit yang berbeda. Mayat-mayat dijemput [dan dikirim ke rumah duka] secara langsung. Masih ada banyak orang yang menunggu untuk diselamatkan [ketika kami terpaksa pergi],” kata Li, seorang wanita penduduk yang tinggal di samping pasar itu dan tidak ingin memberikan nama lengkapnya.

Wang, seorang pemilik bisnis yang mengoperasikan sebuah restoran hotpot di pasar itu, memberitahu The Epoch Times: “Pasar ini memiliki tiga lantai. Dua lantai di atas tanah adalah restoran dan toko. Lantai bawah tanah adalah sebuah  pasar basah. Seluruh jalan diledakkan. Sangat menakutkan!”

Penduduk lain mengatakan kepada The Epoch Times: “Ini adalah sebuah pasar yang sibuk. Banyak orang usia lanjut  suka menikmati udara segar dengan duduk di samping pertokoan [di dalam pasar] di pagi hari. Pada 14 Juni adalah Festival Perahu Naga. Anda dapat bayangkan berapa banyak pembeli di sana [ketika ledakan terjadi].”

Li mengatakan pihak berwenang telah meminta keluarganya dan tetangganya, untuk meninggalkan area tersebut pada pukul 08.00 pada 13 Juni dan tidak mengizinkan mereka untuk kembali, bahkan untuk mengumpulkan barang-barang yang sangat diperlukan.

“Rezim Tiongkok memberlakukan darurat militer di lingkungan itu. Para penduduk hanya boleh  pergi dan tidak diizinkan masuk,” kata penduduk yang lain dari jalan Yanhu di distrik Zhangwan, yang dekat dengan ledakan tersebut.

Li dan dua orang yang diwawancarai mengatakan kepada The Epoch Times, bahwa mereka mendengar ledakan itu disebabkan oleh sebuah pipa gas yang bocor.

The Epoch Times menghubungi pihak berwenang dan kantor-kantor media di kota Shiyan, serta bank darah setempat, untuk meminta komentar. 

Para pejabat juga mengatakan tidak memiliki informasi mengenai situasi tersebut atau bahwa mereka terlalu sibuk untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan.

Pada siang hari, para penduduk di Shiyan berbaris di depan pusat darah setempat untuk mendonorkan darah, setelah mereka mendengar bahwa rumah sakit tidak memiliki cukup perawatan bagi orang-orang yang terluka.

Ancaman Serangan Lone-Wolf 

Orang-orang Tiongkok telah mengalami banyak ancaman keamanan publik pada bulan lalu saja.

Pukul 10.30 pada 13 Juni, empat jam setelah ledakan gas di Shiyan, enam pekerja meninggal di Chengdu, sebuah kota di Provinsi Sichuan, barat daya Tiongkok, ketika enam pekerja tersebut sedang membersihkan pipa dan kolam air limbah sebuah pabrik makanan.

Pada 12 Juni, sebuah kebocoran bahan kimia beracun dari sebuah truk yang membongkar metil format, menewaskan sedikitnya delapan orang dan melukai tiga orang di fasilitas penanganan bahan kimia di kota Guiyang di Provinsi Guizhou, barat daya Tiongkok, menurut pihak-pihak setempat yang berwenang.

Pada 10 Juni, 13 penambang terjebak di bawah tanah di sebuah tambang besi di kota Xinzhou di Provinsi Shanxi di utara Tiongkok, setelah sebuah volume  air tanah yang secara signifikan  menyusup ke dalam tambang.

Namun, insiden keselamatan yang paling mengkhawatirkan bagi Partai Komunis Tiongkok adalah serangan-serangan lone-wolf secara acak terhadap masyarakat, yang sedang meningkat dan menjadi tantangan utama bagi rezim Tiongkok. 

Meskipun jenis insiden ini tidak menargetkan Partai Komunis Tiongkok dan lembaga-lembaganya secara langsung, sebagian besar dilakukan oleh orang-orang dengan dendam terhadap rezim Tiongkok.

Pada 5 Juni, seorang pria berusia 25 tahun menyerang orang-orang dengan sebuah pisau di sebuah jalan yang ramai di kota Anqing di Provinsi Anhui, timur Tiongkok. Serangan tersebut menewaskan enam orang dan melukai 14 orang lainnya, di mana satu orang masih dalam kondisi yang serius. Rezim Tiongkok mengklaim bahwa amukan pria itu disebabkan oleh masalah-masalah keluarga.

Pada 29 Mei, seorang pria berusia 41 tahun menabrak para pejalan kaki dan menyerang orang-orang yang menonton dengan pisau. Insiden itu melukai delapan orang dan mengakibatkan empat masih dalam kondisi yang kritis. Pihak berwenang mengatakan, pria itu membalas dendam pada masyarakat setelah mengalami konflik dengan mantan istrinya.

Pada 28 Mei, seorang pria berusia 40-tahunan melukai lima murid  Sekolah Dasar dengan sebuah pisau di kota Chenzhou di Provinsi Hunan, selatan Tiongkok. Setidaknya seorang murid meninggal di rumah sakit. Laporan resmi rezim Tiongkok mengklaim bahwa, pria itu menderita masalah-masalah mental dan tidak ada motif untuk serangan pisau. (Vv)