Hewan pun Punya Moralitas: Lebih Baik Mati Kelaparan, dan Tidak Mencelakai Kawan Sendiri

ETIndonesia-Orang-orang selalu beranggapan hanya manusia sebagai makhluk primata tinggi baru memiliki moralitas dan rasa keadilan, dapat membedakan antara yang baik dan jahat, benar dan salah. Namun, setelah para ilmuwan melakukan studi jangka panjang terhadap perilaku hewan menemukan bahwa, hewan seperti tikus sampai gajah, serigala dan hewan lain memiliki “standar etika” mereka masing-masing.

Setelah Prof. Mark Becove dari Colorado State University mempelajari kebiasaan perilaku berbagai hewan, ia yakin bahwa otak semua mamalia itu memiliki “sel moral”.

Hasil penelitian Prof. Mark menemukan bahwa banyak hewan dari spesies yang tidak sama di dunia memiliki rasa keadilan bawaan dan empati, bersedia membantu hewan lain dalam kesusahan.

Prof. Mark mengatakan, serigala adalah hewan sosial yang erat hubungannya satu sama lain, mereka menjunjung tinggi “rasa keadilan” tertentu.

Saat bermain dengan sesamanya, serigala-serigala yang lebih dominan akan sengaja menunjukkan “kelemahannya”, membiarkan serigala tingkat rendah menyambar dan menggigit mereka, untuk menunjukkan bahwa mereka tidak seganas seperti biasanya.

Mark mengatakan, jika tidak ada “aturan moral” untuk mengikat tindakan mereka, kebiasaan seperti ini mustahil akan terjadi. Sebenarnya, jika seekor serigala tidak tahu pantas atau tidak tindakannya, menggigit pemimpin mereka terlalu keras, maka sang serigala akan segera membungkuk “meminta maaf”, setelah itu baru melanjutkan permainan.

Setelah ilmuwan melakukan percobaan terhadap anjing peliharaan, mereka mendapati anjing-anjing itu memiliki “rasa keadilan” tertentu. Jika seekor anjing diberi makanan, sementara anjing lain makanannya direbut, maka anjing yang diberi makanan itu biasanya akan berbagi makanannya dengan anjing lainnya.

Pada 2003 silam, setelah 11 ekor gajah di kawasan KwaZulu-Natal Afrika Selatan melihat seekor kijang yang terjebak perangkap dan tidak bisa bergerak di dalam sebuah tiang pagar, di luar dugaan mereka menunjukkan peristiwa langka dengan “gagah berani” menyelamatkan sang kijang yang terjebak. Pemimpin kelompok gajah membuka kait pintu dengan belalainya, kemudian berhasil membuka pintu perangkap, dan membiarkan kijang itu meloloskan diri.

Percobaan menunjukkan bahwa tikus yang dianggap paling menjengkelkan di mata manusia itu juga memiliki kebajikan tertentu “lebih baik mati kelaparan, tidak akan mencelakai sesamanya”.

Jika mereka tahu makanan yang ditemukan itu akan mencelakai tikus lainnya, maka mereka akan meninggalkan makanan yang didapat, dan memilih mogok makan.

Dalam suatu percobaan di laboratorium, beberapa ekor tikus diberi makanan, tapi begitu mereka menikmati makanan di depan matanya itu, maka jebakan perangkap dalam kandang itu akan terpicu, yang akan menyebabkan gerombolan tikus lainnya tersengat listrik.

Tikus-tikus yang diberi makanan itu menemukan aturan ini, berikutnya ketika mereka diberi makanan lagi, di luar dugaan mereka mengindahkan makanan itu, menolak menyantapnya walau sesuap, benar-benar punya semangat “lebih baik mati, tidak akan mencelakai sesamanya”.

Selain itu, para ilmuwan juga menemukan spindle cell di dalam otak sejumlah besar spesies ikan paus, sel istimewa ini pernah dianggap hanya dimiliki manusia dan jenis kera lainnya. Ia (spindle cell) memainkan peran penting dalam karakteristik pemahaman terhadap perasaan orang lain dan empati manusia. Para ilmuwan menemukan di dalam otak paus bungkuk, paus minke, paus pembunuh memiliki sel spindle yang sama. (jhn/yant)

Sumber: bayvoice

Apakah Anda menyukai artikel ini? Jangan lupa untuk membagikannya pada teman Anda! Terimakasih.