Kepala HAM PBB Memperingatkan Taliban Mengeksekusi Warga Sipil dan Merekrut Tentara Anak

Lorenz Duchamps

Komisaris Tinggi Perserikatan Bangsa-Bangsa untuk Hak Asasi Manusia pada Selasa (24/8) mengumumkan ia memperoleh “laporan yang dapat dipercaya” mengenai pelanggaran hak asasi manusia yang serius, yang mencakup “eksekusi yang dilakukan tanpa proses pengadilan,” oleh teroris-teroris Taliban di Afghanistan 

Komisaris Tinggi PBB untuk Hak Asasi Manusia Michelle Bachelet  tidak memberikan perincian tambahan mengenai temuan pelangggaran serius tersebut, sementara berbicara pada sebuah pertemuan darurat dengan Dewan Hak Asasi Manusia PBB, tetapi ia mendesak anggota Dewan Hak Asasi Manusia PBB untuk membuat sebuah mekanisme untuk memantau secara ketat tindakan Taliban.

“Pada saat kritis ini, orang-orang Afghanistan melihat Dewan Hak Asasi Manusia PBB untuk membela dan melindungi hak-hak mereka,” kata Michelle Bachelet.

“Saya mendesak Dewan Dewan Hak Asasi Manusia PBB untuk mengambil tindakan tegas dan tegas, sesuai dengan gravitasi krisis ini, dengan membangun sebuah mekanisme khusus untuk memantau secara ketat situasi hak asasi manusia yang berkembang di Afghanistan,” tambah Michelle Bachelet.

Orang-orang yang menghadapi eksekusi mencakup warga sipil dan mantan pasukan keamanan Afghanistan, menurut Komisaris Tinggi PBB untuk Hak Asasi Manusia itu, yang mencatat bahwa ia akan membuat sebuah laporan tertulis yang lebih lengkap atas tuduhan tersebut pada Maret 2022.

Menurut sebuah laporan Misi Bantuan PBB di Afghanistan, korban sipil antara 1 Januari hingga 30 Juni naik hampir 50 persen dibandingkan periode yang sama pada tahun 2020.

Michelle Bachelet menyatakan ia yakin jumlah korban yang tewas semakin meningkat selama bulan-bulan Juli dan Agustus, sekitar periode yang sama Taliban semakin intensif untuk menyerang dan menguasai Afghanistan.

Selain itu, laporan mengenai pelanggaran hak asasi manusia yang berat lainnya, yang mencakup perekrutan tentara anak dan pembatasan hak-hak perempuan, juga ditemukan terjadi di banyak daerah di bawah kendali Taliban yang efektif di seluruh negara Timur Tengah yang terkepung.

“Saya sangat mendesak Taliban untuk mengadopsi norma-norma pemerintahan yang responsif dan hak asasi manusia, dan bekerja untuk membangun kembali kohesi sosial dan rekonsiliasi—–termasuk melalui penghormatan terhadap hak semua orang yang  menderita selama beberapa dekade konflik,” kata Michelle Bachelet.

Perlakuan Taliban terhadap perempuan dan anak perempuan akan menjadi sebuah pedoman merah fundamental,” Michelle Bachelet memperingatkan selama sesi darurat hari Selasa yang diadakan atas permintaan Pakistan dan Organisasi Kerjasama Islam.

Duta Besar Pakistan, Khalil Hashmi mengatakan resolusi tersebut, kemudian disetujui pada hari tersebut oleh forum Jenewa, menyuarakan keprihatinan yang serius atas laporan-laporan pelanggaran dan mengirim sebuah “pesan solidaritas kepada rakyat Afghanistan.”

Nasir Ahmad Andisha, seorang diplomat senior Afghanistan dari pemerintah yang digulingkan, menyerukan pertanggungjawaban atas tindakan Taliban, menggambarkan sebuah situasi “tidak pasti dan mengerikan” di mana jutaan orang takut akan hidupnya. 

Namun Duta Besar Tiongkok untuk Perserikatan Bangsa-Bangsa di Jenewa, Chen Xu, mengatakan bahwa Angkatan Darat Amerika Serikat dan militer-militer mitra koalisi lainnya, termasuk Inggris dan Australia, harus bertanggung jawab atas dugaan pelanggaran hak asasi manusia oleh pasukan Amerika Serikat dan militer-militer mitra koalisi lainnya di Afghanistan.

Amerika Serikat mengutuk serangan-serangan yang dikatakan sedang dilakukan terhadap warga sipil, jurnalis, aktivis, dan kelompok minoritas, tetapi tidak menyebut nama Taliban.

Menyusul serangan cepat bulan ini oleh Taliban dan pengambilalihan Afghanistan, sebuah krisis kemanusiaan telah berlangsung dan laporan kekerasan dan kebrutalan muncul yang menimpa orang-orang Afghanistan di tangan organisasi teroris yang ditunjuk.

Meskipun seorang juru bicara Taliban mengumumkan sebuah amnesti umum, yang menjelaskan Taliban akan menampilkan dirinya sebagai lebih moderat, mengatakan perempuan dapat bekerja dan pergi ke sekolah dan universitas, laporan terbaru mengenai kekerasan yang diduga dilakukan oleh Taliban mengklaim sebaliknya.

Ketika Taliban terakhir memerintah Afghanistan sebelum sebuah operasi militer pimpinan Amerika Serikat pada tahun 2001 menyingkirkan Taliban dari kekuasaan, sebagian besar perempuan berada di rumahnya. Hampir semua perempuan dilarang mengenyam pendidikan serta Burka dan pendamping pria diperlukan untuk wanita di luar rumah.

Di bawah aturan ekstremis, eksekusi publik juga digunakan sebagai hukuman bagi orang-orang yang dihukum karena melakukan pembunuhan atau perzinahan, sedangkan amputasi digunakan untuk orang-orang yang terbukti melakukan pencurian. (Vv)

Sumber : NTD News