Pasang Ranjau di Perbatasan dengan Myanmar Cegah Penyelundupan Manusia, Beijing Langgar Konvensi Internasional

oleh Li Ming

Beberapa hari yang lalu, ada berita di Internet yang menyebutkan bahwa pihak komunis Tiongkok akan melakukan operasi pembersihan ranjau yang tertanam di sisi wilayah Tiongkok di perbatasan dengan Myanmar. 

Sebuah gambar yang beredar di Internet menunjukkan bahwa pada 9 September 2021, Komite Administrasi Daerah Otonomi Kokang Myanmar mengeluarkan pemberitahuan yang menyatakan bahwa komunis Tiongkok telah menanam sejumlah besar ranjau darat di perbatasan untuk mencegah warganya melarikan diri.

Operasi akan dilakukan di beberapa bagian perbatasan mulai 1 September hingga 31 Oktober. Pemberitahuan itu mengingatkan masyarakat agar tidak pergi ke area ranjau dan jangan panik ketika mendengar suara ledakan ranjau darat.

Gambar adalah pengumuman yang diedarkan oleh Komite Administrasi Daerah Otonomi Kokang Myanmar. (foto internet)

Radio Free Asia mencoba untuk menghubungi Kantor Pemeliharaan Stabilitas Pemerintah Kabupaten Zhenkang dan Pemerintah Kota Nansan di daerah perbatasan dengan Myanmar untuk mencari tahu tentang situasinya. Tetapi, tidak ada personel pemerintah yang menjawab panggilan tersebut. Namun, penduduk setempat mengkonfirmasi bahwa personel militer setempat memang sedang melakukan operasi pembersihan ranjau di daerah tersebut.

Laporan mengutip analisis komentator Mr. Zeng menyebutkan bahwa, meskipun dalam keadaan perang, penggunaan ranjau darat juga dinyatakan bertentangan dengan hukum internasional, apalagi memasang ranjau darat untuk mencelakakan warga negara sendiri di masa damai.

Menurut Mr. Zeng, mungkin saja komunis Tiongkok menghadapi besarnya jumlah warga yang keluar masuk perbatasan, kewalahan dalam mengontrol perbatasan sehingga melakukan tindakan yang mengabaikan moralitas.

Netizen Tionghoa bernama “Lin Lin Qi” membuat komentar di media sosial pada 10 September, menyebutkan bahwa dirinya nyaris tidak percaya ketika mengetahui bahwa pemerintah komunis Tiongkok telah memasang ranjau darat di perbatasan Tiongkok – Myanmar.

Ia menyatakan bahwa sekalipun di medan perang, ranjau darat selain merugikan kedua belah pihak yang berperang, tetapi juga mematikan bagi warga sipil. Oleh karena itu, penerapan ranjau darat sebagai senjata tidak sesuai dengan Hukum Perang. Karena ranjau darat sendiri, tidak mampu membedakan antara warga sipil dan tentara. Ini adalah persyaratan dasar dari Hukum Humaniter Internasional. Dan, kerusakan yang disebabkan oleh ranjau darat sangat mengerikan.

Traktat Ottawa (Traktat Larangan Ranjau) yang mulai berlaku pada tahun 1999, secara tegas menetapkan larangan memproduksi, mengembangkan, menggunakan, menyimpan dan menjual ranjau darat. Negara yang menandatangani konvensi ini telah mencapai 152 negara. dan komunis Tiongkok telah berpartisipasi sebagai pengamat dalam semua pertemuan dan kegiatan terkait yang diadakan oleh penandatangan konvensi, dan pada tahun 2005 memberikan suara mendukung resolusi Majelis Umum PBB tentang implementasi traktat termaksud.

Mr. Zhang yang akrab dengan situasi di daerah perbatasan Tiongkok – Myanmar mengatakan, dalam sebuah wawancara dengan Radio Free Asia bahwa pihak Tiongkok percaya bahwa wabah virus komunis Tiongkok (COVID-19) yang menyebar di Kota Ruili, Yunnan itu berasal dari Myanmar, sehingga membangun tembok perbatasan dan memasang ranjau darat untuk di satu sisi mencegah pengungsi dari Myanmar memasukkan epidemi ke Tiongkok, di sisi lain, mencegah warga negara Tiongkok menghubungi kelompok agama di Myanmar. (sin)