Jurnalis Investigasi Australia Ungkap COVID-19 Berasal Dari Sebuah Laboratorium Tiongkok

 Frank Fang dan Jan Jekielek

Jurnalis investigasi Australia pemenang penghargaan Sharri Markson mengatakan ada bukti yang meyakinkan untuk menunjukkan bahwa virus yang menyebabkan pandemi COVID-19 berasal dari sebuah laboratorium Tiongkok yang terkait dengan militer rezim komunis Tiongkok.

Temuan Sharri Markson diterbitkan dalam buku barunya, “What Really Happened in Wuhan,” dan bukti menunjukkan bahwa Beijing mengetahui mengenai virus tersebut beberapa bulan sebelum timbulnya pandemi.

“Saya pikir bukti tersebut adalah cukup jelas menunjukkan sebuah kebocoran di Institut Virologi Wuhan, baik pada pertengahan September atau setidaknya saat itulah Wuhan Institut Virologi menyadarinya¦. dan kemudian setelah itu, ada sebuah keputusan yang disengaja oleh pihak berwenang Tiongkok untuk merahasiakan hal ini,” kata Sharri Markson dalam sebuah wawancara baru-baru ini dalam acara American Thought Leaders dari Epoch TV.

Rezim Tiongkok dengan keras menyangkal bahwa virus Komunis Tiongkok, patogen yang menyebabkan COVID-19, lolos dari Institut Virologi Wuhan, meskipun ada bukti yang menunjukkan untuk hal tersebut. 

Institut Virologi Wuhan telah melakukan penelitian mengenai Coronavirus kelelawar selama lebih dari satu dekade, dan butuh waktu yang singkat untuk berkendara dari Institut Virologi Wuhan ke sebuah pasar setempat di Wuhan, Provinsi Hubei, tempat klaster pertama kasus-kasus infeksi muncul.

Lebih penting lagi, lembaran fakta  yang dirilis oleh Kementerian Luar Negeri Amerika Serikat pada bulan Januari menyatakan bahwa beberapa peneliti di Institut Virologi Wuhan jatuh sakit dengan gejala-gejala mirip COVID-19 pada musim gugur 2019.

Sharri Markson

Sharri Markson mengatakan ia menyajikan lebih banyak bukti yang melibatkan Institut Virologi Wuhan dalam  bukunya, yang mencakup bagaimana sebuah basis data yang berisi 22.000 virus di Institut Virologi Wuhan “diambil offline secara misterius” untuk pertama kalinya pada 12 September 2019–”tiga bulan sebelum Tiongkok memperingatkan bahwa virus tersebut adalah menular.

Pada hari yang sama, Institut Virologi Wuhan  mengeluarkan sebuah tender untuk meningkatkan keamanannya, kata Sharri Markson. 

Selama minggu-minggu berikutnya, Institut Virologi Wuhan  menghabiskan banyak uang, membayar  500.000 dolar AS untuk meningkatkan keamanannya, termasuk pembelian sistem CCTV baru dan perekrutan penjaga-penjaga baru.

Akhirnya, pembelian tersebut juga mencakup sebuah sistem ventilasi udara yang baru, sebuah insinerator udara medis, dan sebuah pengujian PCR (reaksi rantai polimerase) Coronavirus , menurut Sharri Markson.

Ternyata Tiongkok membeli lebih banyak peralatan PCR secara signifikan di Provinsi Hubei pada tahun 2019 dibandingkan dengan tahun-tahun sebelumnya, menurut sebuah laporan terbaru oleh perusahaan keamanan dunia maya yang berbasis di Australia, Internet 2.0. Sekitar 67,4 juta yuan (sekitar usd 10,5 juta) dihabiskan untuk peralatan PCR pada tahun 2019, meningkat sekitar 83 persen dibandingkan total pada tahun 2018.

“Kami menilai dengan keyakinan tinggi bahwa pandemi dimulai jauh lebih awal daripada Tiongkok memberitahu WHO  mengenai COVID-19,” tulis laporan itu.

“Dan kemudian ada bukti yang mengikuti mengenai Jenderal Chen Wei,” kata Sharri Markson. Ia adalah pejabat militer terkemuka yang masuk dan mengambil alih Institut Virologi Wuhan, perintah pembungkaman, dan fakta bahwa [Pemimpin Tiongkok] Xi Jinping kemudian mengeluarkan sebuah undang-undang keamanan hayati yang baru. Jadi, ada banyak bukti lain yang menunjukkan sebuah kebocoran laboratorium. 

Undang-undang keamanan hayati dilacak dengan cepat –” undang-undang itu diadopsi pada Oktober 2020, delapan bulan setelah diusulkan oleh Xi Jinping. Undang-Undang tersebut berlaku pada April.

Narasi mengenai Asal-Usul Virus

Sharri Markson mengatakan orang-orang sangat disesatkan pada tahun 2020 mengenai asal-usul virus itu. Narasi Tiongkok–”bahwa virus itu berasal dari  alam–mulai berdampak”dengan mengorbankan mencari tahu kebenaran.”

“Kami diberi kesan palsu bahwa ada sebuah konsensus  ilmu pengetahuan bahwa ini adalah sebuah virus alami,” kata Sharri Markson. 

“Kami diberitahu dalam dalam surat The Lancet bahwa virus tersebut adalah sebuah konspirasi untuk menyatakan virus ini adalah sebuah kebocoran laboratorium. Ternyata, banyak ilmuwan di balik surat Lancet itu adalah luar biasa bertentangan,” ujarnya. 

Pada 19 Februari 2020–”kurang dari sebulan setelah Amerika Serikat melaporkan kasus COVID-19 setempat pertamanya di negara bagian Washington–”27 ilmuwan mengeluarkan sebuah pernyataan bersama yang diterbitkan dalam jurnal medis The Lancet.

“Kami berdiri bersama untuk mengutuk keras teori-teori konspirasi yang menyatakan bahwa COVID-19 tidak berasal dari alam,” bunyi surat itu.

Namun, ternyata salah satu dari 27 ilmuwan memiliki sebuah konflik kepentingan. Pada Juni, The Lancet memperbarui surat tersebut, di mana nama Peter Daszak untuk gagal untuk mengungkapkan “kepentingan yang bersaing,” sebuah persyaratan di bawah International Committee of Medical Journal Editors.

Organisasi Dr. Peter Daszak, EcoHealth Alliance, sebuah yayasan penelitian nirlaba yang berbasis di New York, menerima hibah bernilai jutaan dolar dari Institute of Allergy and Infectious Diseases (NIAID), di mana sejumlah dari uang itu dikirim ke Institut Virologi Wuhan.

Sebelum The Lancet melakukan pembaruan, terungkap bahwa EcoHealth Alliance telah bekerja dengan ilmuwan Tiongkok selama lebih dari 15 tahun, dan menerima dana nirlaba Tiongkok.

Sebaliknya, penelitian ilmiah yang bertentangan dengan narasi Tiongkok mengenai asal-usul virus tersebut ditolak, kata Sharri Markson, menunjuk bagaimana ahli imunologi Australia Nikolai Petrovsky mengalami kesulitan mendapatkan karyanya yang diterbitkan.

“Ketika Nikolai Petrovsky tidak dapat menerbitkan makalahnya, bahkan server pra-cetak menolaknya,  Server pra-cetak dirancang untuk mendapatkan ilmu pengetahuan ke dunia saat sedang ditinjau oleh rekan sejawat. Bahkan mereka menolaknya,” kata Sharri Markson. 

“Bagi saya pada saat itu, ketika saya sedang menulis buku tersebut, sudah ada penyensoran ilmu pengetahuan yang luar biasa ini,” tambahnya. 

Nikolai Petrovsky, seorang profesor di Universitas Flinders Australia, akhirnya menerbitkan karyanya di server pra-cetak ArXiv. Penelitian tersebut sejak ditinjau rekan sejawat dan dipublikasikan di Nature journal Scientific Reports. Menggunakan pemodelan komputer, penelitian Nikolai Petrovsky menemukan bahwa protein lonjakan dalam virus  Komunis Tiongkok dapat mengikat lebih erat ke sebuah protein yang disebut ACE2 pada sel-sel manusia daripada pada protein yang sama pada spesies lain yang diuji, termasuk kelelawar dan trenggiling.

“Hal ini memperdebatkan virus yang ditularkan langsung dari kelelawar ke manusia. Oleh karena itu, jika virus tersebut memiliki sebuah sumber alami, maka virus tersebut hanya dapat datang kepada manusia melalui sebuah spesies perantara yang belum ditemukan,” kata Nikolai Petrovsky dalam sebuah pernyataan.

Ke depan, Sharri Markson menyatakan bahwa harus ada sebuah badan yang kredibel selain WHO untuk menyelidiki asal-usul virus tersebut. Sharri Markson menganjurkan sebuah komisi presiden atau sebuah penyelidikan kongres bipartisan.

“Ada jalan yang sangat jelas untuk dikejar di sini, bahkan jika Tiongkok menolak untuk bekerja sama, dan tidak ada tanda-tanda bahwa rezim Partai Komunis Tiongkok tiba-tiba menjadi transparan,” kata Sharri Markson. (Vv)