Belanda Lockdown, Demonstran Meledak Hingga Bentrok dengan Aparat

 Jumlah kasus COVID-19 di Belanda tetap tinggi, dengan pemberitahuan pada Jumat (12/11/2021) ada sebanyak 16.287 kasus baru bertambah dalam 24 jam terakhir. Perdana Menteri Belanda, Mark Rutte mengumumkan bahwa karena lonjakan kasus infeksi, pembatasan ketat pada katering, toko, dan kegiatan olahraga akan diterapkan selama tiga pekan. Secara bersamaan, demonstrasi meledak di negara itu.

Perdana Menteri Mark Rutte pada konferensi pers pada 12 November seperti dikutip Kantor berita AFP mengatakan “virus ada di mana-mana, menyebar ke seluruh negeri, di semua bidang dan kelompok umur, jadi pembatasan ketat akan diterapkan selama beberapa minggu.”

Selama pembatasan ketat, bar, restoran, dan supermarket harus tutup pada pukul 20.00 dan toko-toko yang menjual barang-barang yang tidak penting harus tutup pada pukul 18.00. Permainan olahraga profesional perlu dimainkan di stadion kosong, dan orang-orang didesak sebanyak mungkin untuk bekerja dari rumah.

Setelah Rutte mengumumkan tindakan anti-epidemi secara ketat, sekitar 200 pengunjuk rasa berkumpul di luar Kementerian Kehakiman dan Keamanan di Den Haag.

Massa bentrok dengan polisi anti huru hara dan polisi berkuda. Polisi menggunakan meriam air untuk membubarkan demonstran yang melemparkan batu dan kembang api.

Polisi Den Haag mengatakan, mereka menangkap beberapa orang yang memprotes dengan pertunjukan kembang api di jalan-jalan terdekat.

Belanda berpenduduk 17 juta jiwa dan telah menginfeksi 2,2 juta kasus. Sejak wabah tahun lalu, 18.612 orang telah meninggal karena penyakit tersebut.

Pada 12 Juli, Rutte meminta maaf atas keputusan pemerintah yang salah untuk melonggarkan serangkaian tindakan anti-epidemi. Dua minggu lalu, ketika jumlah orang yang terinfeksi epidemi di negara itu turun, pihak berwenang mencabut hampir semua tindakan pencegahan epidemi.

Belanda bukan satu-satunya negara yang mengadopsi langkah-langkah ketat untuk mengendalikan lonjakan infeksi virus Komunis Tiongkok. Sebelumnya pada (12/11), Kanselir Austria Alexander Schallenberg mengatakan bahwa minggu depan, orang-orang yang tidak divaksinasi di dua daerah yang terkena dampak parah akan dilockdown. Tindakan serupa akan diambil secara nasional.

Mulai Senin (15/11) orang-orang yang belum divaksinasi di Upper Austria dan Salzburg hanya dapat meninggalkan rumah mereka untuk alasan tertentu dan esensial, seperti membeli bahan makanan atau menemui dokter.

Pada saat yang sama, Pusat Pengendalian Penyakit Jerman mendesak orang-orang untuk membatalkan atau menghindari acara berskala besar dan mengurangi paparan, karena tingkat diagnosis negara itu mencapai angka tertinggi terbaru. (hui)