Intel dan Sequoia Terhubung ke Perusahaan Kecerdasan Buatan yang Bekerja untuk Militer Tiongkok

Andrew Thornebrooke

Perusahaan besar Amerika Serikat, termasuk Intel dan Sequoia Capital,  mempertahankan hubungan keuangan dan penelitian dengan perusahaan Tiongkok yang diketahui memberikan kecerdasan buatan kepada militer Tiongkok, menurut sebuah laporan terbaru dari Center for Security and Emerging Technology (CSET) di Georgetown University.

4Paradigm, sebuah perusahaan kecerdasan buatan besar yang berkantor pusat di Beijing, telah diberikan sebuah kontrak untuk menyediakan militer Tiongkok,  Tentara Pembebasan Rakyat, dengan kemampuan kecerdasan buatan. Kontrak tersebut adalah untuk sebuah “model pengambilan keputusan batalyon dan komando kompi serta perangkat lunak kerja tim mesin,” menurut laporan itu, yang tidak menentukan tanggal kontrak tersebut.

4Paradigm juga telah bekerja sama dengan mitra-mitra Barat dalam proyek penelitian yang dapat dimanfaatkan untuk pekerjaan kecerdasan buatan oleh 4Paradigm untuk militer.

“Per Januari 2021, 4Paradigm bekerja sama untuk penelitian Very Large Database dengan Intel dan Universitas Nasional Singapore,” isi laporan itu, merujuk pada penelitian mengenai basis data yang berisi kumpulan data.

Menurut laporan itu, 4Paradigm juga membanggakan segelintir investor Amerika Serikat, termasuk investor malaikat, Sequoia Capital, yang merupakan pemegang saham luar terbesar 4Paradigm.

Hubungan yang Bermakna Dua

Intel memastikan kepada The Epoch Times bahwa pihaknya telah melakukan penelitian bersama dengan 4Paradigma dan Universitas Nasional Singapura, tetapi Intel menggambarkan hubungan tersebut sebagai bersifat akademis.

“Intel Labs berkolaborasi dalam penelitian terkait industri kami dengan mitra di seluruh dunia,” kata seorang petugas komunikasi Intel dalam sebuah email.

“Peneliti kami berpartisipasi dalam sebuah makalah penelitian akademis mengenai optimisasi mesin basis data dalam-memori bersama dengan peneliti dari 4Paradigma dan Universitas Nasional Singapura. Makalah ini diterbitkan dan dipresentasikan secara publik pada Agustus 2021 di VLDB [Very Large Database] conference.”

Makalah tersebut memberikan hasil eksperimen yang menyatakan bahwa, sebuah sistem basis data yang baru dapat memberikan peningkatan kecepatan untuk meningkatkan kemanjuran model pengambilan keputusan kecerdasan buatan.

Intel tidak mengomentari apakah pihaknya memiliki pengetahuan mengenai kontrak 4Paradigm dengan Tentara Pembebasan Rakyat.

Seorang perwakilan untuk Sequoia Capital mengatakan bahwa investasi Sequoia Capital di 4Paradigma dibuat oleh cabang Sequoia Tiongkok, yang menolak untuk mengomentari sejauh mana kepemilikan Sequoia Capital saat ini di 4Paradigm atau apakah Sequoia Capital memiliki pengetahuan mengenai kontrak Tentara Pembebasan Rakyat tersebut.

Perusahaan Amerika Serikat lainnya, termasuk Cisco, Genesis Capital, dan Goldman Sachs, juga berinvestasi di 4Paradigm selama putaran pendanaan selanjutnya.

Ini bukanlah pertama kalinya Intel dan Sequoia menarik perhatian atas perilakunya yang bermakna dua secara etis di Tiongkok.

Sequoia menjadi berita utama pada awal tahun 2021 karena investasi Sequoia sebelumnya di perusahaan pengenalan wajah Tiongkok yaitu DeepGlint dan Yitu Technology, kedua perusahaan itu  telah dimasukkan dalam daftar hitam oleh pemerintah Amerika Serikat karena tautan ke pelanggaran hak asasi manusia yang sedang berlangsung terhadap etnis minoritas Muslim di Xinjiang, yang dicirikan oleh pemerintah Amerika Serikat sebagai genosida.

Demikian juga, chip Intel dan NVIDIA dibeli dan digunakan oleh Partai Komunis Tiongkok untuk menggerakkan sebuah pusat super komputer di Xinjiang, yang mana melakukan operasi pengawasan yang luas oleh Partai Komunis Tiongkok dengan menargetkan minoritas Muslim di kawasan itu, menurut  sebuah laporan oleh The New York Times.

Para ahli percaya bahwa aliran kekayaan dan sumber daya lainnya dari perusahaan utama yang berbasis di Amerika Serikat ke perusahaan rintisan teknologi Tiongkok berkontribusi terhadap stabilitas kemajuan militer oleh Tentara Pembebasan Rakyat, serta membantu pelanggaran hak asasi manusia oleh Beijing.

“Hal-hal ini hampir merupakan entitas ekstranasional yang memiliki kekayaan yang besar untuk menyebarkan apa yang mereka pikir adalah taruhan yang baik untuk masa depan,” kata Mantan direktur kebijakan, strategi, dan urusan internasional  keamanan dunia maya di Pentagon, John Mills.

“Kita harus mengganggu interaksi yang berbahaya ini. Kita tidak boleh memungkinkan kelompok ini mengerahkan modal untuk mendanai pengembangan kecerdasan buatan Tiongkok,” ujarnya. 

Meskipun Silicon Valley sering meremehkan keterlibatannya dalam kemajuan teknologi militer Tiongkok yang cepat, lembaga pemerintah Amerika Serikat telah memperingatkan bahwa ikatan semacam itu merusak keamanan nasional.

Pada Oktober, Counterintelligence and Security Center (NCSC) memulai sebuah kampanye untuk memberitahu perusahaan Amerika Serikat di sektor teknologi yang sedang muncul, termasuk kecerdasan buatan, dari bahaya yang ditimbulkan oleh operasi kontra-intelijen Tiongkok yang ditujukan untuk memilih teknologi Amerika Serikat untuk tujuan Beijing sendiri. 

NCSC menyatakan bahwa rezim Tiongkok menggunakan sebuah himpunan cara legal, quasi-legal, dan ilegal untuk memperoleh teknologi yang kritis dari Barat, termasuk melalui kemitraan penelitian,  joint ventures dan front companies.

Laporan  Center for Security and Emerging Technology, menyoroti bahwa Tentara Pembebasan Rakyat tidak memperoleh sebagian besar kemampuan kecerdasan buatannya dari entitas pertahanan resmi, tetapi dari perusahaan swasta Tiongkok.

“Berlawanan dengan kebijaksanaan konvensional mengenai menggembungnya industri pertahanan Tiongkok, kami menemukan bahwa Tentara Pembebasan Rakyat telah membuat kemajuan yang bermakna dengan melibatkan sektor teknologi swasta Tiongkok untuk memperoleh sistem kecerdasan buatan dan peralatan intelijen,” tulis laporan itu.

Untuk itu, sebagian besar pemasok peralatan kecerdasan buatan Tentara Pembebasan Rakyat bukanlah perusahaan pertahanan milik negara sama sekali, tetapi perusahaan teknologi swasta yang didirikan setelah tahun 2010. Beberapa perusahaan ini memproduksi atau meneliti di Tiongkok, tetapi perusahaan yang lain ada untuk satu-satunya tujuan sumber dan mengimpor teknologi yang penting dari Amerika Serikat, menurut laporan itu.

Masalah Akses

Investasi Amerika Serikat dalam penelitian dan pengembangan kecerdasan buatan di Tiongkok telah dikutuk oleh beberapa komunitas keamanan nasional, dan para ahli baru-baru ini menyerukan larangan atas apa yang disebut sebagai transfer teknologi kecerdasan buatan ke Tiongkok.

Ini karena undang-undang keamanan dan intelijen nasional Tiongkok, memberikan Partai Komunis Tiongkok atas kehendaknya sendiri untuk meminta akses ke kekayaan intelektual apa pun atau data yang dimiliki oleh perusahaan Tiongkok atau perusahaan yang berisnis di Tiongkok.

Aturan keluar data yang  baru yang dirancang oleh Administrasi Dunia Maya Tiongkok, berusaha untuk memastikan bahwa Partai Komunis Tiongkok memiliki keputusan akhir mengenai apakah sebuah perusahaan dapat mengekstrak datanya dari Tiongkok ke tempat lain, bahkan jika perusahaan yang bersangkutan berkantor pusat di negara asing.

Undang-undang semacam itu memberikan akses potensial kepada Partai Komunis Tiongkok Tiongkok dan Tentara Pembebasan Rakyat ke setiap dan semua teknologi yang dikembangkan di Tiongkok, termasuk oleh perusahaan Amerika Serikat seperti Intel.

Meskipun demikian, startup Silicon Valley dan perusahaan investasi multinasional terus mengalirkan uang ke perusahaan Tiongkok yang sedang mengembangkan teknologi kritis dan muncul selama beberapa dekade terakhir.

Intel adalah salah satu perusahaan multinasional pertama yang membuat sebuah institut  penelitian di Tiongkok pada tahun 1998. Pusat Penelitian Intel Tiongkok di Beijing terus-menerus melakukan penelitian mengenai kecerdasan buatan, 5G, sistem otonom, dan robotika di Tiongkok hingga saat ini. Intel juga mengelola laboratorium kecerdasan buatan bersama di Tiongkok dengan Baidu, mesin pencarian terbesar di Tiongkok, dan ByteDance, perusahaan induk TikTok.

Baik Baidu maupun Bytedance menandatangani surat komitmen pada awal tahun 2021, yang menegaskan bahwa Baidu maupun Bytedance akan mematuhi peraturan-  yang baru dari Partai Komunis Tiongkok dan perundang-undangan mengenai internet, termasuk hak atas Partai Komunis Tiongkok untuk mengambil kepemilikan data pribadi, menurut media milik negara Tiongkok.

National Counterintelligence and Security Center mengatakan beberapa perusahaan Amerika Serikat, tidak memahami risiko yang ditimbulkan oleh undang-undang keamanan nasional Tiongkok, sementara yang lain sepenuhnya sadar bahwa teknologi yang mereka kembangkan di Tiongkok dapat dimanfaatkan oleh Partai Komunis Tiongkok dan Tentara Pembebasan Rakyat.

Sebagian besar perusahaan besar Amerika Serikat, seperti Intel, Microsoft, dan Google, muncul untuk masuk dalam kategori yang terakhir.

Terungkap pada tahun 2019 bahwa Microsoft telah mengerjakan kecerdasan buatan, termasuk perangkat lunak analisis perawatan wajah, dengan Universitas Teknologi Pertahanan Nasional Tiongkok, yang dioperasikan oleh militer Tiongkok.

Pada akhir Juni 2018, Google dan Universitas Tsinghua yang bergengsi di Tiongkok mengumumkan bahwa mereka akan bekerja sama dalam teknologi kecerdasan buatan dan cloud. 

Kepala kecerdasan buatan Google juga bergabung dengan Komite Penasehat Ilmu Komputer Universitas Tsinghua. Awal bulan itu, dilaporkan bahwa Universitas Tsinghua menerima hampir  15 juta dolar AS, dalam pendanaan dari militer Tiongkok untuk mengerjakan sebuah proyek yang bertujuan untuk memajukan kemampuan kecerdasan buatan Tentara Pembebasan Rakyat.

Secara keseluruhan, lebih dari 10 persen dari semua laboratorium penelitian kecerdasan buatan dimiliki oleh Facebook, Google, IBM, dan Microsoft berlokasi di Tiongkok, menurut laporan lainnya oleh Pusat Keamanan dan Teknologi yang Muncul.

Saat ini ada beberapa mekanisme dalam hukum Amerika Serikat yang mampu secara efektif mencegah perusahaan Amerika Serikat dari berinvestasi secara bebas, dan meneliti kecerdasan buatan dengan perusahaan yang diketahui memiliki hubungan dengan Partai Komunis Tiongkok dan Tentara Pembebasan Rakyat.

Sebuah perintah eksekutif yang ditandatangani pada tahun 2020 oleh Presiden Donald Trump dan diperluas pada Juni oleh Presiden Joe Biden, yang melarang investasi Amerika Serikat ke dalam sebuah  daftar perusahaan Tiongkok yang memiliki hubungan militer.

Namun, masalah utama yang digariskan oleh laporan CSET adalah bahwa mayoritas perusahaan yang menyediakan teknologi untuk Tentara Pembebasan Rakyat,  sebenarnya bukanlah perusahaan pertahanan, tetapi perusahaan rintisan teknologi sektor swasta dan karenanya sering diabaikan sehubungan dengan kemungkinan pembatasan.

Jalan Lain yang Kecil

Dalam keadaan profil tinggi di mana sebuah perusahaan Tiongkok dituduh sangat merusak keamanan nasional Amerika Serikat, perusahaan itu mungkin— ditempatkan di “daftar entitas,” sebuah daftar hitam perdagangan yang digunakan oleh Biro Industri dan Keamanan Kementerian Perdagangan untuk membatasi ekspor barang tertentu kepada pihak tertentu.

Namun, ada satu masalah dengan daftar entitas: Sebagian besar pemasok peralatan kecerdasan buatan ke Tentara Pembebasan Rakyat tidak ada di dalamnya. Sekitar 91 persen pemasok peralatan kecerdasan buatan ke Tentara Pembebasan Rakyat tidak ada dalam daftar entitas, menurut laporan CSET.

Salah satu alasannya adalah ketidakmampuan daftar entitas untuk merespons secara efektif terhadap ancaman yang ditimbulkan oleh perusahaan kecil yang dapat dengan mudah bisnisnya kembali normal dengan cara restrukturisasi dengan nama baru. Ini berarti bahwa perusahaan yang dibentuk untuk mengekstrak teknologi Amerika Serikat untuk Tentara Pembebasan Rakyat dapat dengan mudah membubarkan, mereformasi, dan melanjutkan bisnis seperti biasa.

“Mereka menggunakan teknik dan prosedur spionase yang kami gunakan dengan cemerlang di tahun 50-an, 60-an, dan ’70-an dari ‘perusahaan depan’ untuk menghindari daftar entitas, dan kecerdasan buatan adalah prioritas No. 1 mereka,” kata John Mills. 

“Mereka menciptakan perusahaan cangkang demi perusahaan cangkang, demi perusahaan cangkang, dan daftar entitas tidak dapat merespons dengan cukup cepat.”

John Mills menyatakan agar Amerika Serikat membuat sebuah mekanisme baru, fungsi yang serupa untuk Committee on Foreign Investment in the United States -CFIUS- atau Komite Penanaman Modal Asing di Amerika Serikat.

Sedangkan CFIUS meninjau investasi asing ke Amerika Serikat berbasis pada kepentingan keamanan nasional, mekanisme yang diusulkan ini akan menyaring investasi Amerika Serikat di perusahaan asing untuk risiko keamanan.

“Kami tidak memiliki sebuah analog [dengan Komite Penanaman Modal Asing di Amerika Serikat] yang membahas  entitas Amerika Serikat yang mendanai kelompok asing, kecuali daftar entitas,” kata John Mills.

Untuk itu, John Mills mengatakan, interaksi lanjutan seperti antara Intel, Sequoia, dan 4Paradigm dapat meningkatkan kemampuan ekspansi Tentara Pembebasan Rakyat  dalam domain yang muncul seperti kecerdasan buatan dan pembelajaran mesin.

“Kita mengizinkan sebuah interaksi yang 99 persen  populasi tidak mengerti, tidak melihat, dan tidak menyadarinya, Kita butuh untuk mempelajarinya lebih mendalam,” ungkap John Mills. 

4Paradigm tidak menanggapi permintaan komentar pada waktu pers. (Vv)