Kejamnya Kejahatan yang Belum Pernah Terjadi Sebelumnya : Negara-Negara Didesak untuk Menghukum yang Terlibat Panen Organ Secara Paksa

Eva Fu

Kelompok hak asasi manusia mendorong sebuah Rencana Undang-Undang untuk membuat sebuah jaringan sanksi internasional untuk menghukum rezim komunis Tiongkok karena untuk apa yang kelompok hak asasi manusia gambarkan sebagai “kekejaman jahat yang belum pernah terjadi sebelumnya” dari panen organ secara paksa.

Rencana Undang-Undang tersebut akan menjadikannya suatu kejahatan bagi siapa pun untuk secara paksa mengeluarkan organ dari orang-orang yang masih hidup yang bertentangan dengan keinginan orang-orang tersebut; menyimpan atau mengangkut organ; mengoperasikan fasilitas untuk menjadi tuan rumah operasi transplantasi organ tersebut; menerima organ-organ; atau mengiklankan, mendanai, perantara, atau mengambil untung dari praktik mengerikan melalui bentuk lain.

Langkah tersebut lahir dari sebuah kedaruratan untuk menghentikan penyalahgunaan di tingkat nasional, ketika badan-badan internasional tidak berbuat banyak untuk mengatasi masalah ini, menurut Theresa Chu, seorang pengacara hak asasi manusia yang berbasis di Taiwan dan ketua kelompok Legal Commission of Universal Declaration on Combating and Preventing Forced Organ Harvesting atau Deklarasi Universal untuk Memerangi dan Mencegah Panen Organ Secara Paksa. 

Korban utama panen organ secara paksa oleh Beijing adalah para praktisi Falun Gong, juga dikenal sebagai Falun Dafa. Para praktisi latihan spiritual, yang terdiri dari latihan meditasi dan ajaran-ajaran moral  yang berpusat pada prinsip-prinsip Sejati, Baik, dan Sabar, telah menjadi sasaran kampanye penindasan yang meluas di tangan Partai Komunis Tiongkok sejak 1999.

Theresa Chu, yang telah bekerja untuk membela para korban Falun Gong selama sekitar 20 tahun, mengingat pertemuan dengan para  Perserikatan Bangsa-Bangsa hampir 10 tahun yang lalu dan mempresentasikan sebuah petisi yang ditandatangani oleh sekitar 1,5 juta orang dari 53 negara dan daerah yang meminta Perserikatan Bangsa-Bangsa untuk mengutuk panen organ.

Selama pertemuan tersebut, Theresa Chu memberitahu para pejabat Perserikatan Bangsa-Bangsa mengenai “kamp-kamp kematian” dan “kamp-kamp konsentrasi rahasia” di mana narapidana Falun Gong “dibunuh melalui panen organ secara paksa.” Theresa Chu mengatakan kamp-kamp ini, ada di hampir setiap kota di seluruh Tiongkok. Theresa Chu mengingatkan pejabat-pejabat Perserikatan Bangsa-Bangsa akan tanggung jawab untuk menyelidiki dan menemukan tempat-tempat tersebut.

, Theresa Chu, seorang pengacara hak asasi manusia Taiwan
Theresa Chu (NTD)

“Pejabat-pejabat Perserikatan Bangsa-Bangsa tidak mempertanyakan sumber tuduhan-tuduhan ‘kamp kematian’,” Theresa Chu mengatakan pada acara sampingan virtual Dewan Hak Asasi Manusia Perserikatan Bangsa-Bangsa pada 22 Maret mengenai panen organ. “Mereka mendengarkan dengan penuh perhatian, mencatat, tetapi tidak memberi tanggapan.”

Tidak ada kecaman yang datang dari PBB, dulu atau sekarang. Ahli-ahli hak asasi manusia yang berafiliasi dengan PBB mengungkapkan keterkejutan dan kekecewaannya pada apa yang mereka katakan adalah tuduhan yang kredibel mengenai panen organ secara paksa tahun lalu. Pernyataan ini muncul 14 tahun setelah komisaris tinggi PBB untuk hak asasi manusia mengangkat masalah ini dengan pihak berwenang Tiongkok pada 2007. Akan tetapi, tidak menerima data yang memuaskan sebagai tanggapan.

Dalam menghadapi “ketidakpedulian dan kelambanan” mekanisme pengadilan internasional, beban tersebut ada pada “masing-masing dari kita dengan hati nurani untuk menempuh cara-cara demokratis dan legal” untuk menghentikan kekejaman itu, kata Theresa Chu. 

Theresa Chu menyerukan adalah “keharusan” bagi semua negara untuk mengadopsi rancangan tersebut, yang ia katakan juga merupakan “obat yang mujarab untuk menghentikan penghancuran etika manusia.”

‘Diam’

Para anggota parlemen yang bertugas saat ini dan mantan anggota parlemen dari Amerika Serikat, Spanyol, Belgia, Belanda, dan Taiwan setuju di panel tersebut bahwa masalah tersebut telah mendapat terlalu sedikit perhatian.

“Praktik tercela ini memungkinkan Tiongkok untuk mempertahankan cukup banyak permintaan transplantasi organ, yang tidak pernah terdengar bahkan di sebagian besar negara-negara maju modern,” kata Senator Partai Republik Steve Chabot (R-Ohio), yang menggambarkannya sebagai “salah satu praktik yang paling biadab dalam sejarah manusia.”

Politisi Belanda Peter van Dalen, yang bertugas di  Komite Hak Asasi Manusia Parlemen Eropa, mengatakan ia ingin melihat masalah mengenai “panen organ secara ilegal” berada di bagian atas agenda untuk KTT Tiongkok–Uni Eropa pada 1 April, yang akan membahas sebuah kesepakatan perdagangan yang telah terhenti karena kekhawatiran akan catatan hak asasi manusia yang dilakukan Beijing.

“Diam” adalah tema yang berulang selama diskusi oleh panel yang terdiri dari para dokter, pengacara, pejabat, dan pembela etika kedokteran.

“Di Tiongkok, orang-orang hidup yang berusaha untuk menjadi baik dan toleran dibunuh untuk diambil organ-organnya. Jika seseorang tidak mengalami reaksi sebuah sayatan di perut saat ini, maka orang tersebut belum memahami kengerian dan teror yang dialami oleh praktisi-praktisi Falun Gong di Tiongkok setiap hari,” kata Dr. Torsten Trey, Direktur Eksekutif Doctors Against Forced Organ Harvesting (DAFOH) atau Dokter yang Menentang Panen Organ secara Paksa, kelompok advokasi yang berbasis di Washington.

Praktisi Falun Gong mengambil bagian dalam parade di New York pada 18 April 2021, untuk memperingati 22 tahun seruan damai 25 April dari 10.000 praktisi Falun Gong di Beijing. (Samira Bouaou/The Epoch Times)

Pada 2019, DAFOH menerima Penghargaan Ibu Teresa untuk Keadilan Sosial atas upaya-upaya Dokter-Dokter yang Menentang Panen Organ secara Paksa untuk menjelaskan praktik terlarang tersebut.

Sementara agresi Rusia terhadap Ukraina mengakibatkan kemarahan internasional, para peserta mencatat bahwa kampanye pemberantasan oleh Beijing meningkat terhadap praktisi-praktisi Falun Gong terus luput dari perhatian.

Dr. Torsten Trey, yang mencatat jumlah korban yang dirahasiakan yang dibunuh untuk diambil organ-organnya selama 23 tahun terakhir, berpikir kurangnya perhatian mungkin karena fakta bahwa rezim Tiongkok telah melakukan tindakan-tindakan ini secara diam-diam.

“Semua orang sekarang berhak terkejut menyaksikan tragedi kemanusiaan dan hilangnya nyawa-nyawa manusia di Ukraina, tetapi bagaimana reaksi kita jika kita melihat ratusan ribu orang dipanen organnya di Tiongkok di media sosial dan televisi?” kata Dr. Torsten Trey.

Dalam menghadapi kebrutalan, “diam adalah tidak netral,” kata Dr. Torsten Trey Trey. “Diam artinya bahwa seseorang telah memutuskan untuk tidak secara aktif memilih kebaikan.”

Dan, anggota parlemen Belgia Annick Ponthier tampaknya setuju.

Annick Ponthier mengatakan rezim Tiongkok hanya peduli dengan kehidupan manusia sejauh rezim Tiongkok dapat mengeksploitasi kehidupan manusia untuk memajukan agenda komunisnya secara global. Jadi sikap menentang Partai Komunis Tiongkok “menjadi suatu sikap bagi hak asasi manusia di seluruh dunia,” kata Annick Ponthier.

Membuka Jalan

Sehubungan dengan proposal Theresa Chu, tetangga Tiongkok, Taiwan telah diberikan sebuah peta jalan.

Tien Chiu-chin, seorang anggota Komisi Nasional Hak Asasi Manusia di Taiwan dan mantan legislator, adalah seorang aktor utama di balik upaya-upaya Taiwan untuk secara eksplisit melarang pariwisata transplantasi organ pada 2015.

Tien Chiu-chin mengingat keterkejutan mendalam yang menimpanya selama tahun pertamanya sebagai seorang legislator pada 2006 ketika ia pertama kali belajar dari para praktisi Falun Gong apa yang terjadi pada sesama praktisi Falun Gong di Tiongkok.

“Sebelumnya saya selalu berpikir kekejaman Nazi adalah yang  mana kejahatan paling keji,” kata Tien Chiu-chin di acara tersebut. Sebuah pelanggaran seperti ini, kata Tien Chiu-chin, adalah “membingungkan dan di luar imajinasi kita.”

Taiwan, sejak 2015, mewajibkan pasien-pasien yang pergi ke luar negeri untuk transplantasi untuk mendaftarkan negara, rumah sakit, dan dokter yang terlibat dalam operasi yang mereka alami atau dilucuti dari cakupan nasional untuk obat-obat anti-penolakan, yang harus mereka konsumsi selama sisa hidup mereka. Taiwan juga mempertahankan sebuah daftar hitam yang terdiri dari dokter Tiongkok yang terlibat dalam panen organ untuk melarang dokter-dokter Tiongkok tersebut memasuki Taiwan.

Pengendalian ini telah mengurangi pariwisata transplantasi ke Tiongkok secara signifikan, kata Tien Chiu-chin, yang meminta semua negara di dunia untuk mempertimbangkan untuk meniru sistem pengawasan Taiwan.

“Kami sangat menyadari berapa banyak keuntungan yang terlibat dalam panen organ secara paksa. Itulah mengapa suatu kekejaman seperti itu tidak mungkin berakhir dengan sendirinya,” ujar Tien Chiu-chin.

Meskipun Taiwan bukan anggota PBB, Tien Chiu-chin memohon agar Dewan Hak Asasi Manusia PBB untuk membentuk satuan tugas penyelidikan.

“Setidaknya kita harus memahami situasinya; kita harus menyelidiki apa yang sedang terjadi di dunia dalam hal ini,” katanya.

“Kita harus mencari kebenaran,” tambah Tien Chiu-chin. “Kita harus mengungkap masalah tersebut dan menghadapi masalah tersebut sehingga kita dapat menyelesaikannya dan menghentikan kekejaman semacam itu yang bertentangan dengan kemanusiaan dan bertentangan dengan hak asasi manusia.” (Vv)