PRT di Shanghai Saat Lockdown : Lansia Tinggal Sendirian yang Diasuhnya Sampai Makan Kotoran dan Mati Kelaparan

NTD

Sejak lockdown ketat berlaku di Kota Shanghai, berita tentang orang tua yang hidup sendirian mati kelaparan acap muncul di Internet. Baru-baru ini, seorang wanita yang mengaku bekerja sebagai pekerja rumah tangga (PRT) memposting video tentang situasi tragis seorang lansia tinggal sendirian yang diasuhnya mati kelaparan.

Menurut penuturan wanita tersebut, bahwa nenek yang sudah usur itu memang tidak lagi mampu mengurus dirinya sendiri. Jadi baik pekerjaan rumah maupun merawatnya semua mengandalkan tenaga dirinya. 

Setiap sore hari, ia akan datang ke rumah untuk memasak makanan buat orang tua tersebut. Namun sejak komunitas tempat tinggalnya diblokir, penghuni tidak lagi diperbolehkan keluar rumah, maka ia tidak bisa lagi ke rumah orang tua yang membutuhkan perawatannya.

Pada 30 dan 31 Maret, komunitasnya membebaskan blokir selama dua hari agar penghuni bisa keluar rumah untuk membeli persediaan dan bersiap untuk menghadapi penutupan berikutnya. Kesempatan itu ia manfaatkan untuk mengunjungi nenek tua itu, dan ketika dirinya memasuki pintu, dia melihat nenek tua itu sedang memakan kotorannya sendiri. Orang tua itu berkata : “Saya sangat lapar”.

Dia mengatakan bahwa nenek tua itu sangat lapar, tetapi dia ingin bertahan hidup, jadi apa pun yang bisa dia makan, dia masukkan ke dalam mulutnya.

Wanita PRT juga mengatakan bahwa dirinya baru saja menelepon rumah nenek tua itu, tetapi yang menjawab adalah putranya. Melalui sambungan telepon putra nenek itu mengatakan bahwa ibunya telah meninggal dunia pada 8 April. Dia sangat khawatir dengan kondisinya yang akan sulit bisa melewati 10 April karena tidak ada makanan.

Setelah video tersebut beredar secara online, beberapa netizen mengungkapkan kemarahan yang ekstrim terhadap rezim komunis Tiongkok. Bahkan beberapa netizen tidak percaya bahwa tragedi ini terjadi di Kota Shanghai pada abad ke-21.

Kota Shanghai telah resmi diblokir secara ketat sejak akhir bulan Maret tahun ini. Tetapi sesungguhnya banyak komunitas yang sudah diblokir sebelum akhir bulan Maret. 

Sejauh ini, bahkan ada beberapa komunitas yang telah ditutup selama satu setengah bulan. Selama itu, para pejabat Shanghai selalu mengklaim bahwa persediaan makanan cukup, dan para lanjut usia yang tinggal sendirian akan “diurus oleh komite lingkungan”. 

Masyarakat tidak perlu khawatir ! Namun, di bawah tekanan dan kekacauan dari pencegahan penyebaran epidemi yang dipolitisasi, sejumlah besar warga Shanghai kelaparan, dan banyak orang tua yang hidup sendiri tidak diurus. Sudah banyak laporan di Internet tentang orang tua yang hidup sendiri menemui ajal karena kelaparan, bunuh diri atau sakit tanpa pertolongan.

Sebuah video baru-baru ini menunjukkan seorang pemuda di Shanghai yang pingsan karena kelaparan sedang dibawa petugas berpakaian putih-putih.

Ada juga video yang menunjukkan seorang wanita tua Shanghai yang diduga melompat dari sebuah gedung karena kelaparan, dan suaminya menangis histeris di samping tubuh istrinya. 

Komentar netizens : Bencana kelaparan besar 60 tahun silam tidak membuatnya mati, tetapi ia mati kelaparan di Kota Shanghai yang persediaan pangannya berlimpah. Sungguh ironis !

Komentar warganet lainnya : Negara macam apa ini ? yang membuat orang tua berambut putih menangis begitu menyayat hati. Siapa yang menghendaki negara yang makmur ini ? Apakah ini merupakan distorsi dari karakter manusia atau lenyapnya moralitas ?

Komentar netizen lainnya : Sering kali ada penggemar mudah bertanya : Bisakah kebebasan membuat perut kenyang ? Lihatlah Shanghai sekarang, Jadi Anda baru bisa membuat perut kenyang jika memiliki kebebasan.

Kapan tragedi ini bisa berakhir ?  (sin)