Mengapa Rusia Telah Menjadi Macan Kertas?

ZHOU ZIDING

Pasukan militer Rusia adalah “macan kertas”, tak hanya itu saja, kertas itu sekarang sedang terbakar. Pernyataan ini diutarakan oleh dosen US Naval War College bernama Brett Friedman. 

Perang Ukraina sejak berlangsung hingga kini, kinerja Rusia telah membuktikan pernyataan ini. Rusia yang memiliki lebih dari 6.000 rudal berhulu ledak nuklir, lebih dari

4.000 unit tank, dan lebih dari 3.000 unit pesawat perang itu, tak dinyana mengalami kesulitan untuk bergerak maju di Ukraina.

Jika dianalisa dari sudut pandang militer dan politik, apakah Rusia benar-benar hanya “macan kertas”?

Pertama, Rendahnya Kualitas Perlengkapan Militer

Rusia dikatakan “macan kertas”, penyebab pertama adalah kualitas perlengkapan militernya.Parameter militer yang dipublikasikan, tidak serta merta berarti Rusia mampu mencapai angka itu. 

Rusia menyombongkan betapa cepat melesatnya rudal mereka, betapa tinggi akurasinya, betapa dahsyat kekuatannya, pihak lain yang mendengar akan mengira Rusia sangat hebat. Ketika benar- benar diuji di medan perang riil, ternyata sama sekali tidak sehebat itu, tingkat akurasi rudal Rusia ternyata juga tidak begitu tinggi.

Foto pencitraan satelit menunjukkan Rusia telah berulang kali membom bandara Ukraina dengan rudal, tetapi alih-alih mengenai pesawat atau landasan pacu, ada rudal yang malah hanya mengenai hanggar, dan juga apron. Selain tidak akurat, banyak rudal yang bahkan tidak meledak.

Baru-baru ini beredar banyak foto perang di internet, ada sebuah rudal yang hanya menghantam keras ke tanah, dan saking kerasnya sampai membuat lubang besar di tanah, ibarat panah lempar yang menghunjam, tapi justru tidak meledak. Ada juga rudal yang melabrak gedung apartemen, dan menembus sampai ke dapur, tetap saja tidak meledak. 

Data yang dirilis Kemenhan AS menilai, tingginya tingkat kegagalan rudal milik Rusia dalam Perang Ukraina ini mencapai 60%.

Dalam Perang Nagorno- Karabakh sebelumnya, Armenia menggunakan rudal Iskander milik Rusia menyerang Azerbaijan. PM Armenia, Nikol Pashinyan menyatakan, rudal-rudal buatan Rusia itu tidak berguna, lantaran tidak semuanya bisa meledak. 

Ia berkata, “Mengapa rudal Iskander tidak meledak, atau hanya 10% saja yang meledak.” Senjata Rusia terlihat sepertinya cukup bagus di atas kertas, namun di dalam perang sesungguhnya seberapa besar efektivitasnya, benar-benar sangat diragukan.

Kedua, Perencanaan Perang Hanya Omong Kosong

Masalah Rusia yang kedua adalah, perencanaan perangnya penuh dengan propaganda omong kosong, makna propagandanya jauh lebih besar daripada makna perang sesungguhnya. 

Dalam 12 jam pertama pada hari pertama Rusia menginvasi, Menhan Rusia, Sergei Shoigu mengumumkan telah menghancurkan sepenuhnya kekuatan pertahanan udara Ukraina. 

Akan tetapi  fakta membuktikan, serangan udara Rusia terhadap pangkalan AU Ukraina, sama sekali tidak menghancurkan kekuatan pertahanan udara Ukraina.

Sebagai contoh, pangkalan militer AU Kulbakino Ukraina yang terletak di dekat Mykolaiv, wilayah selatan Ukraina, pada hari pertama perang diserang oleh rudal Rusia. Tapi foto satelit menunjukkan, hanya pada hanggar terdapat kerusakan kecil, rudal lainnya hanya mengenai bagian apron bandara, sementara landasan pacu pesawat yang paling penting sama sekali tidak rusak, juga tidak ada satu pun pesawat yang hancur. 

Brigade 299 AU Ukraina sejak hari pertama perang, terus aktif ikut ambil bagian dalam perang udara, dan pada 27 Februari telah kehilangan sebuah pesawat Su-25.

Rusia berharap dengan beberapa buah rudal sudah dapat melumpuhkan sebuah bandara, adalah sangat tidak realistis. 

Perbedaan antara rudal dan bom terletak pada akurasinya, tapi kekuatannya tidak jauh lebih besar daripada bom konvensional di masa PD-II (Perang Dunia kedua), hulu ledak pada rudal jelajah milik Rusia hanya berkaliber antara 200 sampai 400 kg, tidak sekuat bom tanpa pemandu FAU-500 yang dijatuhkan dari pesawat Sukhoi Su-25.

Perang Iwo Jima di masa PD-II pasukan AS telah menjatuhkan bom seberat 814 ton, peluru meriam 8 inci sebanyak 1.500 unit, dan peluru meriam 5 inci sebanyak lebih dari 5.000 unit. Itu pun belum mampu meluluhlantakkan benteng pertahanan Jepang di Pulau Iwo Jima itu sampai tuntas.

Untuk menghancurkan sebuah pangkalan AU Suriah pada 2017, pihak AS telah menembakkan sebanyak 59  rudal jelajah Tomahawk. Namun di hari pertama Perang Ukraina, pihak Rusia hanya meluncurkan total 160  rudal. Anggap saja seluruh rudal itu tepat mengenai sasaran, dilihat dari jumlah rudal yang ditembakkan, itu pun hanya mampu melumpuhkan tiga lapangan udara Ukraina saja.

Serangan rudal Rusia selain bermakna propaganda, tidak ada efektivitas perang nyata sama sekali. 

Entah siapa yang telah memberikan keyakinan diri yang begitu tinggi pada Menhan Rusia itu, hanya dengan seratus buah lebih rudal ditambah dengan pengeboman dari udara yang sporadis, sudah berani menyombongkan diri telah sepenuh- nya melumpuhkan AU Ukraina. 

Sudahkah dia memeriksa bahwa Ukraina memiliki 13 pangkalan militer AU utama, berapa serangan yang telah dialami setiap pangkalan itu, berapa banyak pesawat yang telah dihancurkan, berapa lama bandara itu diperkirakan akan lumpuh, dan lain sebagainya.

Dalam serangan udara di hari pertama Perang Teluk, pasukan berbagai negara mengerahkan lebih dari 1.000 unit pesawat mereka, dan menjatuhkan 180 juta ton peledak berbagai jenis, AS meluncurkan lebih dari seratus buah rudal Tomahawk, serangan udara tersebut berlangsung terus-menerus selama sebulan penuh, berhasil sepenuhnya melumpuhkan radar pertahanan udara dan sistem komando Irak. 

Jadi bisa dilihat dalam perang modern sekarang ini pun, untuk melumpuhkan instalasi militer dan benteng pertahanan musuh dibutuhkan bombardemen dalam skala teramat besar untuk merealisasikannya.

Rencana Rusia sepertinya dibuat oleh sebuah negara yang sama sekali tidak memiliki pengalaman perang, penuh dengan asumsi yang meremehkan lawan dan merasa dirinya paling hebat. Masalah perang militer, menyangkut hidup mati rakyat serta eksistensi negara, sama sekali tidak bisa dianggap remeh.

Baik Perang Teluk maupun Perang Irak, walaupun AS jauh lebih kuat berkali lipat daripada musuhnya, tetapi Amerika selalu membuat proposal perang yang sangat rinci dan dapat diandalkan. Mengapa dikatakan Rusia adalah macan kertas, inilah salah satu alasannya.

Ketiga, Daya dan Semangat Tempur Prajurit di Garis Terdepan Sangat Rendah

Alasan ketiga Rusia disebut sebagai macan kertas adalah dikarenakan kualitas personel tempurnya. Sistem kemiliteran Rusia adalah, prajurit wajib militer (wamil) dan prajurit sukarela yang eksis bersamaan. 

Pada 2005 terdapat sekitar 30% prajurit sukarela di Rusia, yang mengabdi dengan kontrak jangka panjang di kemiliteran. Tujuan jangka panjang Rusia adalah mengalihkan status serdadu militer menjadi sepenuhnya prajurit sukarela. Akan tetapi belasan tahun telah berlalu, karena tidak adanya dana, kebijakan ini bergulir sangat lamban.

Jelang perang di Ukraina, Angkatan Udara Rusia pada dasarnya telah terwujud profesionalismenya, tapi di dalam pasukan Rusia setidaknya masih terdapat 250.000 orang yang merupakan pasukan wajib militer. Parahnya lagi adalah wajib militer di Rusia dulunya berjangka waktu 24 bulan, lalu menyusut hanya 18 bulan, sekarang hanya 12 bulan saja.

Serdadu yang baru bergabung selama 12  bulan  tidak  akan  memiliki  kemampuan tempur di medan perang. Sebetulnya stamina tubuh bisa dilatih, penggunaan senjata bisa dikuasai, itu saja sudah bagus. 

Di liputan sebelumnya Putin mengatakan pada wartawan, ia tidak mengirim pasukan wamil untuk bertempur di medan perang, akan tetapi beberapa hari kemudian, Komandan Garda Nasional saat diwawancara secara jelas menyatakan, ada sebagian pasukan wamil telah dikirim ke garis depan.

Pada garis terdepan perang, Rusia telah menempatkan sebanyak 160 batalyon tempur. Batalyon tempur adalah salah satu dari hasil reformasi militer Rusia baru-baru ini, personel intinya adalah tentara profesional. Padahal 160 batalyon tempur ini merupakan kekuatan tempur inti pasukan Angkatan Darat Rusia. Pada saat ini hampir seluruh tentara profesional telah diutus ke perang Ukraina.

Ini menandakan ada satu masalah, sumber prajurit Rusia yang berikutnya adalah pasukan wamil yang sama sekali tidak memiliki pengalaman bertempur, prajurit seperti ini masih cukup layak dikerjakan hanya untuk menjaga keamanan, tapi untuk bertempur melawan Ukraina, dan diterjunkan ke dalam perang kota di Kharkiv atau di Kota Kyiv, sepertinya hanya akan menjadi bulan-bulanan musuh. Ini juga alasan penting mengapa terakhir ini Rusia sangat lamban kemajuannya, karena tidak ada lagi serdadu yang bisa dikerahkan.

Tak hanya itu, di kalangan masyarakat Rusia terdapat fenomena melarikan diri dari wajib militer, fenomena perundungan prajurit baru di tubuh militer Rusia sangat lumrah terjadi. Hanya pada 2010 saja, Badan Pengawasan Militer Rusia telah memeriksa ribuan kasus penyiksaan, yang terparah bahkan menyebabkan korban meninggal dunia. 

Bagi kaum muda Rusia, dengan bayaran sedikit tapi pekerjaan berat, bahkan menjadi korban perundungan, maka tentu saja tidak ada yang bersedia menjadi prajurit. Prajurit wamil yang terdiri dari kaum muda Rusia seperti ini, tidak memiliki kemampuan bertempur.

Pasukan seperti ini datang ke Ukraina, untuk berperang di dalam pertempuran yang tidak begitu kuat legitimasinya, serta mengalami hambatan yang sangat besar, mendatangkan masalah yang sangat serius, yaitu rendahnya semangat tempur pasukan Rusia. 

Pasukan di garis depan tidak ingin berperang, karena tak mau berperang, perintah yang diberikan pemimpin mungkin tidak ingin dilaksanakan, atau dengan berbagai alasan tidak menuntaskan perintah tersebut. 

Prajurit di garis depan berperang tanpa semangat, komando di garis belakang menjadi gusar, karena menjadi gusar, komando garis belakang akan maju ke garis depan untuk melakukan inspeksi, setibanya di garis depan mengawasi jalannya perang maka akan menjadi incaran oleh pasukan khusus Ukraina, sehingga korban tewas pun tak terelakkan.

Sebaik apa pun persenjataan, hanyalah alat yang dikendalikan oleh manusia, lebih banyak lagi persenjataan dan perlengkapan pun, tetap membutuhkan komando manusia, kualitas militer prajurit yang terjun ke medan perang jika tidak mumpuni, tidak akan banyak gunanya walaupun dilengkapi dengan persenjataan dan peralatan yang lebih canggih sekalipun. 

Melihat berita yang mengatakan, kali ini pasukan Rusia pada saat mengerahkan pasukan, berulang kali disergap oleh pasukan Ukraina tanpa menyadarinya. Disergap berkali-kali oleh pasukan Ukraina, itu berarti garis komando Rusia tidak bisa memanfaatkan sarana dan pasukan pengintai, jelas-jelas mempunyai begitu banyak pesawat nirawak yang bisa digunakan, tapi tidak benar-benar memanfaatkannya. 

Di saat yang sama juga membuktikan kemampuan komando para perwira lapisan bawah Rusia sangat kurang, dan pada saat mengalami serangan penyergapan, kelabakan tidak tahu harus berbuat apa. 

Keempat, Jumlah Perlengkapan Senjata Tidak Mencukupi

Alasan keempat Rusia merupakan macan kertas adalah, jumlah perlengkapan dan senjata canggih Rusia tidak mencukupi. Banyak persenjataan milik Rusia tidak mampu menandingi milik AS (Amerika Serikat), tetapi jika dibandingkan dengan Ukraina masih jauh lebih unggul. Seperti jet tempur jenis Sukhoi Su-57 yang disebut sebagai jet tempur generasi kelima, dan jet bomber kelas menengah Sukhoi Su-34, kendaraan berlapis bajanya selain tank type T-90, ada pula tank T-14 Armata yang disebut paling canggih.

Alih-alih soal kualitas persenjataan, pertama-tama hanya dari segi kuantitas saja tidak mencukupi. Su-57 tidak kelihatan jejaknya setelah tiga minggu berperang, hingga minggu keempat penulis baru membaca ada liputannya, yang menyebutkan jet tempur Su-57 menjatuhkan sebuah bom di Ukraina. 

Sementara tank T-14 yang disebut-sebut paling kuat hingga kini (1/5) belum juga menampakkan diri, seolah-olah tidak pernah eksis di dunia ini. Tank T-90 Rusia sebelum perang disebut-sebut mempunyai armada hingga ribuan unit, tetapi dalam perang Ukraina kali ini, kekuatan tank utama Rusia ternyata adalah tank tipe lawas yakni T-72 dan T-80, yang merupakan tank dari masa Perang Dingin Uni Soviet dulu.

Bahkan termasuk pasukan tank paling elite Rusia yakni 1st Guards Tank Army pun hanya menggunakan tank tipe lama yaitu T-80 dan T-80u. Entah ke mana perginya tank T-90 yang legendaris itu?

Dari Perang Ukraina bisa disaksikan, jumlah T-90 yang digunakan oleh pasukan garis depan Rusia tidak lebih dari 300-400 unit. 

Bagaimana pasukan seperti ini bisa dibandingkan dengan AS? Tank milik AS terus di-upgrade, awalnya menggunakan M1A1, lalu M1A2 yang langsung di-upgrade lagi tak lama setelah diluncurkan, sekarang versi yang digunakan adalah M1A2sep v3, dan M1A3 akan segera diluncurkan. 

Kebiasaan AS bila sudah mengeluarkan tipe baru langsung diperbaharui lagi. Rusia telah mengembangkan perlengkapan baru, tapi hanya diproduksi sedikit, untuk keperluan parade militer saja.

Perlengkapan yang digunakan kekuatan utama Rusia, semuanya adalah tank T-72 dan T-80 dari masa Perang Dingin, artileri roket masih menggunakan roket Grad (BM-21), pesawatnya terutama menggunakan Su-25 dan Su-27, bahkan bom yang digunakan di pesawat pun merupakan sisa stok dari masa Uni Soviet dulu.

Yang digembar-gemborkan sebagai pasukan abad ke-21 itu ternyata masih menggunakan perlengkapan di masa Perang Dingin, jadi sebutan macan kertas sangat pantas disandangnya.

Kelima, Penyebab Pengambil Keputusan Tidak Mendapat Informasi Akurat: Sistem

Alasan kelima Rusia adalah macan kertas merupakan alasan yang paling penting, yakni begitu parahnya birokrasi dalam sistem pemerintahannya, sehingga informasi yang riil sulit disampaikan langsung kepada pemimpin yang membuat keputusan.

Dengan melihat sebuah video, maka Anda akan dapat memahami bagaimana kondisi kalangan petinggi Rusia. Video tersebut meliput rapat keamanan nasional yang diadakan Rusia pada 24 Februari lalu tepat sebelum perang dimulai. Putin memanggil satu persatu pejabat tinggi pemerintahannya, dan meminta mereka untuk mengemukakan apakah seharusnya mengakui Donbas atau tidak.

Yang berbicara adalah kepala intelijen yakni Direktur Badan Intelijen Luar Negeri Rusia, Sergey Naryshkin. Ia berkata, “Saya merasa kita seharusnya memberi satu kesempatan bagi rekan negara Barat, bila benar- benar tidak bisa, dalam kondisi terjelek kita baru menempuh cara yang kita bahas hari ini.” Mendengar itu, Putin pun mempertanyakan, “Sepertinya Anda mengusulkan kita kembali ke perundingan lagi?”

Mendengar itu, Naryshkin gelagapan. Putin menjadi jengkel dan berkata, “Katakan saja dengan jelas.” Naryshkin langsung menjawab, “Saya akan mendukung.” Di sini dia mengatakan “akan”. Putin semakin gusar, lalu bertanya lagi, “Anda baru mendukung lain kali atau sekarang, katakan yang jelas, Sergey?” Naryshkin pun mengeluarkan keringat dingin, dan berkata, “Sekarang saya mendukung mencaplok Republik Donbas menjadi bagian dari Rusia.”

Putin tertawa mendengarnya, ini  bukan topik yang kita bahas hari ini, yang kita bahas adalah, apakah mengakui Donbas atau tidak,  bukan  mencaplok Donbas atau tidak.

Dari perbincangan ini terlihat, di kalangan petinggi Rusia, tidak semuanya mendukung invasi terhadap Ukraina, seperti Direktur Badan Intelijen Luar Negeri, Naryshkin ini. 

Tetapi orang-orang di dekat Putin, adalah orang yang selalu menurutinya. Tidak ada orang yang berani mengatakan hal yang tidak ingin didengarkan oleh Putin, atau berita intelijen yang tidak ingin didengarkan oleh Putin di hadapannya, walaupun berita intel tersebut adalah kenyataan.

Dalam beberapa pidatonya Putin terus mengulang, warga Ukraina menentang pemerintahnya, jika kita orang Rusia datang, maka rakyat Ukraina akan menyambut pasukan imperium kita dengan jamuan mewah. Ini adalah semacam ilusi. Dan ilusi ini diciptakan sendiri oleh Putin.

Siapa pun yang mencoba mengemuka- kan pendapat yang berbeda dengan Putin di hadapannya, akan dianggapnya bodoh dan tidak realistis, masa depan politik mereka pun akan terkena imbasnya. 

Maka lama kelamaan, orang dekat Putin hanya akan terus mengulang perkataan yang ingin didengarnya, dan terus memperkuat pemahaman keliru Putin. Walhasil, Putin merasa rakyat Ukraina menentang pemerintahnya, masuknya pasukan Rusia tidak akan mendapatkan perlawanan. Maka itu Rusia telah mengobarkan suatu perang yang salah di waktu dan tempat yang salah.

Hal ini tidak hanya terjadi di Rusia, tapi juga terjadi di Tiongkok. Contohnya dalam hal menyerang Taiwan, kalau Anda berada di lingkungan opini di Daratan Tiongkok, bicara tentang berbagai dampak negatif menyerang Taiwan, dan bagaimana warga Taiwan tidak menyukai partai komunis, atau bagaimana kekuatan militer Taiwan, akan mendapat sanksi ekonomi dari dunia, maka Anda tidak akan memiliki ruang untuk eksis, unggahan Anda akan dihapus, Anda tidak akan lagi mempunyai kesempatan untuk berbicara di media sosial. 

Para jingoistik alias kaum Little Pink (Kaum muda pendukung rezim Beijing) akan mengatai Anda bodoh, tolol, dan mengecam Anda yang justru telah menyemangati musuh serta merendahkan pihak sendiri, mengecam Anda pengkhianat dan penjual negara.

Seperti seorang perwira RRT (Republik Rakyat Tiongkok) bernama Mayjend Qiao Liang yang memublikasikan sebuah artikel pada 2020 lalu, yang mengatakan jangan buru-buru menyerang Taiwan, sontak menuai hujatan, dan sumpah serapah sebagai pengkhianat. 

Lama-kelamaan di Daratan Tiongkok hanya ada satu suara yang eksis, yaitu  kekuatan militer Tiongkok terus diperbaharui dari hari ke hari, menyerang Taiwan tidak terelakkan lagi, jangankan tiga hari, di hari yang sama sudah bisa makan mie daging sapi di Taiwan. 

Begitu rudal diluncurkan, Taiwan pun akan langsung menyerah Nada seperti ini sama persis dengan pandangan Rusia sebelum menyerang Ukraina. Ini adalah masalah sistem, Anda menekan suara oposisi, maka Anda tidak akan dapat mempertimbangkan suatu hal secara menyeluruh dari sudut pandang yang berbeda. Maka rencana Anda pasti akan ada kelemahan. Dalam hal kemiliteran, Sun Tzu menekankan perhitungan yang matang. 

Sebelum berperang mulai dari serangan mendadak dari udara sampai persiapan logistik, setiap hal rinci harus direncanakan dengan cermat, harus membuat perencanaan untuk menghadapi situasi terburuk.

Namun di tengah lingkungan opini Moskow dan Beijing, tidak ada situasi terburuk. Di mata banyak orang, dalam 3 hari  Beijing mampu membebaskan Taiwan, dalam 3 hari Rusia akan membebaskan Kiev. Negara mana pun, yang membawa sikap dan emosi seperti itu dalam berperang, ditakdirkan akan kalah, Rusia adalah contohnya.

Inilah alasan kelima Rusia terlihat kuat tapi rapuh. Dari atas ke bawah hanya ada satu macam suara, rencana militer yang mengabaikan fakta dan intelijen dipastikan akan gagal. 

Pembahasan hari ini menyangkut Rusia, tapi lima masalah yang ada di tubuh Rusia itu, semuanya juga dimiliki oleh sebuah negara di wilayah Timur yang dikuasai oleh partai tunggal PKT (Partai Komunis Tiongkok). (Sud)