AS Gunakan Kebijakan Visa untuk Hantam PKT Secara Akurat

Wang He

Pada 12 Mei lalu, untuk mencegah penyalahgunaan atas kebijakan visa Amerika Serikat (AS) oleh anggota Partai Komunis Tiongkok (PKT), anggota Dewan Perwakilan Rakyat Federal dari Partai Republik yakni Jim Banks mengajukan RUU “Communist Visa Transparency Act of 2022”, yang menuntut agar setiap pemohon visa Amerika untuk melaporkan apakah yang bersangkutan ada hubungannya dengan Partai Komunis Tiongkok (berikut dengan militer, organisasi paramiliter, penegak hukum, keamanan publik atau pasukan keamanan nasional dari partai Komunis Tiongkok. 

Hari berikutnya, Banks juga menyatakan, tidak ada satu pun pejabat pemerintahan Biden maupun pemerintah federal, yang dapat menyebutkan berapa banyak sudah anggota Partai Komunis Tiongkok (PKT) yang berdiam di Amerika, dan hal ini telah menimbulkan risiko keamanan nasional yang tidak bisa diterima.

Jika RUU Banks ini diloloskan, maka akan meningkatkan kekuatan senjata visa AS untuk menghantam PKT ini ke tingkat yang lebih tinggi.

Pada dasarnya, partai komunis lebih jahat daripada NAZI (Nasional Sosialisme bentukan Hitler), dan “anti-komunis” adalah kebijakan nasional AS selama seratusan tahun. 

Untuk menghadapi ekspansi komunisme dan penetrasi mata-matanya, AS pada 1952 meloloskan “UU Imigrasi dan Kewarganegaraan”, untuk pertama kalinya memberi wewenang mengusir warga asing yang merupakan anggota partai komunis dan anggota parpol rezim diktator, termasuk imigran maupun non- imigran. Namun setelah Perang Dingin berakhir, di era 1990-an AS melonggarkan aturan terkait masuknya anggota partai komunis ke negara tersebut.

Bagi Tiongkok dan AS, pada Februari 1972 Presiden Nixon berkunjung ke Tiongkok, secara bersejarah mengubah kebijakannya terhadap Tiongkok, telah membuka gerbang pertukaran budaya antara Tiongkok dan Amerika. Khususnya pada November 2014, di saat

Obama berkunjung ke Tiongkok, AS dan Tiongkok mengumumkan bersama, kedua negara akan memberikan visa multiple entry 10 tahun bagi wisatawan dan pengusaha kedua negara, serta visa multiple entry 5 tahun bagi pelajar kedua negara. 

Hingga 2019, arus hilir mudik warga AS dan Tiongkok setiap tahunnya mencapai 5 juta orang, rata-rata sebanyak 17.000 orang per hari hilir mudik antara Tiongkok dengan Amerika. Hingga 2021, selama 12 tahun berturut-turut Tiongkok telah menjadi negara sumber pelajar asing terbesar bagi AS (lebih dari 300.000 siswa, atau setara 35%). 

Dan selama 2014-2021 itu pula, kejahatan PKT mulai dari mencuri teknologi dan rahasia dagang AS sampai intervensi dalam Pilpres AS, mulai dari serangan dan ancaman terhadap etnis Tionghoa di AS serta menyeret politisi AS ke dalam kasus kejahatan, penetrasi PKT terhadap Amerika telah mencapai tingkat yang belum pernah terjadi sebelumnya dalam sejarah.

Sebenarnya, selama ini PKT selalu berambisi menghegemoni dunia, menjadikan AS sebagai musuh utamanya. Pada permukaan menjalin hubungan baik dengan AS, realitanya membangun kekuatannya, agar dapat menjatuhkan AS. Beberapa tahun terakhir berkat pertumbuhan ekonominya, PKT mulai merasa puas diri dan sombong, sikap mereka terhadap AS pun kian hari kian keras.

Tiga Kebijakan Visa Pemerintah Trump Terhadap Tiongkok

Ancaman dari PKT yang semakin besar itu bukan tidak dirasakan oleh AS. Ditandai dengan Presiden Trump pada 2017 silam, kebijakan AS terhadap Tiongkok kembali disesuaikan. Di antaranya termasuk kebijakan visa. 

Contoh, AS mengetati pemberian visa terhadap para “oknum anti-Amerika dan orang–orang yang bekerja bagi PKT yang menyebut dirinya “anti- Amerika adalah pekerjaan, pergi ke Amerika adalah kehidupan”. 

Surat kabar Hong Kong South China Morning Post pada 22 November 2018 silam pernah memberitakan, Kedubes AS untuk Tiongkok membatalkan sejumlah visa multiple entry 10 tahun bagi akademisi yang meneliti hubungan Tiongkok-Amerika.

Karena PKT memblokir informasi dan merekayasa data, sampai mengakibatkan pandemi melanda seluruh dunia pada 2020 lalu, pemerintah Trump telah mengobarkan perang dingin babak baru terhadap PKT. Kebijakan visa dijadikan senjata, pemerintahan Trump mengeluarkan tiga jurus ampuh penting.

Pertama, pada 2 Februari 2020 Trump mengeluarkan larangan bepergian terhadap Tiongkok, dengan melarang semua warga asing yang bukan WN AS yang pernah ke Tiongkok selama 14 hari terakhir untuk tidak diperbolehkan masuk ke wilayah Amerika. Setelah itu, permohonan visa AS secara tatap muka di Guangzhou, Shanghai, dan Beijing satu persatu dihapus. 

Waktu itu, tindakan itu menuai tentangan keras, WHO bahkan belum memberlakukan pembatasan perjalanan. Pasca kejadian, terbukti larangan bepergian tersebut adalah benar, hanya saja seharusnya bisa lebih awal, lebih menyeluruh, dan lebih ketat.

Kedua, pada 29 Mei 2020 lalu, situs Gedung Putih mempublikasikan pengumuman presiden terkait “Penangguhan Masuknya Pelajar dan Peneliti Tiongkok dengan Status Non-Imigran”: “Berhubung pemerintah Tiongkok memanfaatkan para pelajarnya untuk ‘mencuri teknologi dan kekayaan intelektual AS’, telah mengancam ‘keamanan dan kepentingan’ Amerika, maka para pelajar dan akademisi asal Tiongkok yang ‘ada kaitannya dengan pihak militer’, pemegang visa F (visa pelajar) dan visa J (visa akademisi) akan dilarang untuk masuk ke wilayah AS, tapi tidak termasuk pelajar pra sarjana. 

Kebijakan ini tak berpengaruh bagi pelajar Tiongkok yang ‘tidak ada kaitannya dengan pihak militer’ untuk studi secara normal di AS.” Pengumuman tersebut telah mulai berlaku sejak 1 Juni 2020 pukul 12.00 EST. 

Pada Desember 2020, Kemendag AS kembali memasukkan 77 entitas yang meliputi 5 sekolah tinggi Tiongkok ke dalam “daftar entitas”. 

Hingga kini, sebanyak 18 sekolah tinggi Tiongkok telah dimasukkan ke dalam “daftar entitas” itu, dan termasuk juga “7 sekolah tinggi pertanahan nasional” semuanya ikut dimasukkan dalam daftar tersebut.

Ketiga, membedakan antara PKT dengan Tiongkok, dan membedakan PKT dengan rakyat Tiongkok.

 Pada 2 Oktober 2020, Layanan Kewarganegaraan dan Imigrasi Amerika mengeluarkan pedoman kebijakan, mengulangi kembali penolakan permohonan imigrasi dari anggota partai komunis atau anggota yang terkait partai politik rezim diktator lainnya, melontarkan sinyal keras penegakan hukum. 

Pada 3 Desember 2020, pemerintah Trump mengurangi visa bisnis atau wisata bagi anggota PKT serta seluruh kerabatnya dari multiple entry 10 tahun menjadi hanya single entry 1 bulan saja; lalu pada 4 Desember 2020, lebih lanjut diumumkan pembatasan visa bagi warga Tiongkok yang terlibat dalam “gerakan pengaruh luar negeri” PKT (pembatasan ini berlaku bagi anggota PKT, atau semua orang yang terlibat dalam propaganda atau gerakan pengaruh pada Departemen Front Persatuan. Orang-orang tersebut “menggunakan atau mengancam akan menggunakan kekerasan, untuk mencuri dan membocorkan rahasia pribadi, melakukan aksi mata-mata, merusak atau sengaja mengintervensi urusan politik dalam negeri Amerika, kebebasan akademis, privasi orang lain atau kegiatan bisnis”).

Sementara itu dalam kenyataannya, visa jelas sangat diperketat. Sebagai contoh, Kemenlu AS pada September 2020 menjelaskan, dalam investigasi oleh FBI menyangkut masalah keamanan nasional, sebanyak ribuan pelajar dan peneliti asal Tiongkok telah dibatalkan visanya. 

Juga antara April hingga September 2020, pelajar Tiongkok yang memperoleh visa pelajar dari Konjen AS hanya sebanyak 808 visa pelajar, atau turun hingga 99% dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya (pada 2019 lebih dari 90.000 visa).

Pemerintah Biden Lanjutkan Pukulan Akurat Terhadap PKT

Pada Januari 2021 terjadi pergantian pemerintahan AS. Pemerintah Biden melakukan penyesuaian atas kebijakan visa pemerintah sebelumnya (pada 8 November 2021, AS membatalkan larangan kunjungan wisatawan internasional yang mencapai 18 bulan lamanya, cukup hanya menunjukkan bukti vaksinasi dan hasil tes negatif COVID-19.  

Setelah itu, layanan visa pada Kedubes AS dan Konjen AS di Guangzhou, Shanghai, dan Shenyang kembali beroperasi secara normal), tetapi tetap melakukan pukulan akurat terhadap PKT. Ada beberapa tindakan yang cukup menonjol.

Pertama, pada 4 Mei 2021, Kedubes AS untuk Tiongkok telah mengaktifkan kembali penanganan visa bagi pelajar Tiongkok. Hanya dalam dua bulan saja, telah diberikan hampir 60.000 visa pelajar bagi pelajar Tiongkok, jumlah visa ini sudah setara dengan 2019. Namun pembatasan visa bagi profesi sensitif seperti iptek, teknik, dan matematika belum dibatalkan. 

Menurut berita surat kabar China Daily, hingga awal Juli 2021, setidaknya sebanyak 500 pelajar telah ditolak permohonannya oleh AS. Dan, pada 8 Juli 2021 Kedubes AS menanggapi, pembatasan visa bagi sebagian pelajar Tiongkok hanya berdampak pada sangat sedikit pelajar, tetapi perlu untuk mencegah PKT memanfaatkan teknologi AS demi mencapai tujuannya sendiri.

Kedua, pada Mei 2021, media massa memberitakan, AS menghentikan sementara pemberian visa tipe B1, B2, B1/B2, F1, F2, J1 dan J2 bagi kader PKT antara lain: Wakil Direktur Badan Imigrasi Nasional (termasuk Exit and Entry Administration) atau pejabat di atas dan setara berikut pasangan dan anak- anaknya yang berusia di bawah 21 tahun; pejabat yang masih aktif di Komisi Pengawas Nasional, Departemen Keamanan Negara, dan Kementerian Keamanan Publik, termasuk juga pasangan dan anak-anaknya yang berusia di bawah 30 tahun.

 Alasan dihentikannya pemberian visa adalah Beijing menolak atau tanpa alasan menunda menerima warga negara, subjek, atau penduduk Tiongkok yang telah menerima Final Order of Removal (berdasarkan Strategic Action Plan To Counter The Threat Posed, PKT menolak menerima 40.000 orang warga Tiongkok yang berdiam melebihi batas waktu atau melanggar aturan visa, dan harus dideportasi).

Ketiga, AS memperbesar ruang lingkup pembatasan visa bagi pejabat PKT. Pada 21 Maret 2022 lalu, Menlu Blinken menyatakan, AS menentang gangguan, ancaman, pengawasan, dan penyanderaan yang dilakukan pejabat Tiongkok di luar negeri terhadap tokoh suku minoritas dan kelompok agama, termasuk terhadap warga AS yang mendukung tokoh luar negeri yang melarikan diri dan tokoh minoritas. 

Semua pejabat Tiongkok yang bertanggung jawab atas kebijakan dan tindakan berkonspirasi atau menindas tokoh agama, suku minoritas, tokoh oposisi, pembela HAM, wartawan, aktivis buruh, penyelenggara masyarakat sipil, dan pengunjuk rasa damai, akan diberlakukan pembatasan ini. 

Pernyataan ini tidak menyebut nama pejabat dan orang yang ikut terlibat, tapi ruang lingkup yang diincarnya, jelas lebih luas daripada pembatasan oleh pemerintahan Trump yang mengincar pejabat Tiongkok  yang terlibat masalah HAM di Hong Kong dan Xinjiang.

Kesimpulan

Dari pemerintah Trump sampai pemerintah Biden, sama-sama menggunakan kebijakan visa untuk menghantam PKT secara akurat. Pukulan akurat, adalah untuk membedakan secara jelas antara PKT dengan Tiongkok, menjaga dan memajukan pertukaran budaya dan persahabatan antar-warga kedua negara, tetapi terhadap PKT berikut para pengikutnya, diberlakukan pembatasan yang dianggap perlu. (sud)