Amerika Serikat Gencar Bertindak, Pihak Kemenlu Tiongkok Kelimpungan Menjawab Pertanyaan Wartawan

Lin Yan

Serangan terbaru yang dilancarkan oleh Amerika Serikat kepada Tiongkok membuat pejabat Kemenlu Tiongkok ketar-ketir. Ini tak lain terkait masalah Xinjiang dan Taiwan.  Akibatnya, juru bicara Kementerian Luar Negeri Tiongkok kelimpungan ketika merespon pertanyaan wartawan.

Belum lama ini, pejabat bea cukai Amerika Serikat pada Rabu (1/6) mengatakan akan menerapkan   “Undang-Undang Pencegahan Tenaga Kerja paksa Uyghur ” mulai 21 Juli. Undang-Undang tersebut pada intinya melarang impor dari wilayah Xinjiang. Pihak AS menegaskan dibutuhkan bukti yang kuat agar lolos dari larangan tersebut.

AS nantinya akan mencekal semua produk yang diproduksi di Xinjiang. Pasalnya,  telah menggunakan sistem kerja paksa, kecuali nantinya disertifikasi bebas dari kerja paksa oleh otoritas AS.

Buruknya, jika aturan tersebut diterapkan akan mendatangkan kerugian sebesar US$ 120 miliar terhadap ekspor barang-barang Tiongkok.  Sebagaimana diketahui, Xinjiang adalah produsen kapas utama dan  memasok bahan untuk sebagian besar panel surya dunia.

Bersamaan itu, Biden lagi-lagi melanjutkan sebagian besar perang tarif yang dijatuhkan oleh pemerintahan Trump sebelumnya selama lebih dari setahun, termasuk pungutan lebih dari US$300 miliar dalam impor Tiongkok.

Larangan langsung terhadap ekspor produk Tiongkok senilai US$120 miliar  yang terkait dengan kerja paksa di Xinjiang, dapat berdampak  besar terhadap ekonomi Tiongkok seperti halnya kenaikan pajak di masa lalu.

Juru bicara Kementerian Luar Negeri Tiongkok Zhao Lijian juga mengakui seriusnya dampak yang bakal terjadi. Hal demikian disampaikannya dalam tanggapannya pada Kamis (2/6).  Ketika itu, dia mengatakan jika undang-undang di atas diterapkan, maka sangat mengganggu normalisasi kerja sama normal antara perusahaan Tiongkok dan Amerika Serikat. 

Dia mengancam bahwa rezim Tiongkok akan membalasnya, seraya kembali menyangkal keberadaan kerja paksa di Xinjiang. Namun demikian, dia tidak memberikan penjelasan apapun soal Xinjiang. 

Menghindari Pertanyaan yang Menyentuh Garis Merah Taiwan

Pada Minggu ini, Senator AS Tammy Duckworth bertandang ke Taiwan. Ia langsung bertemu dengan Presiden Taiwan Tsai Ing-wen.  Selama lawatannya, Tammy Duckworth menekankan bahwa AS tak hanya mendukung Taiwan secara militer, tetapi juga memastikan bahwa Taiwan tidak akan “berjuang sendirian”. Ia menegaskan AS akan bergabung bersama-sama dengan Taiwan. 

Zhao Lijian tidak menanggapi pertanyaan wartawan pada 31 Mei, tentang apakah Tiongkok percaya bahwa Amerika Serikat telah meninggalkan kebijakan “ambiguitas strategis” terhadap Taiwan.

Dia justru berkata, “Taiwan adalah provinsi Tiongkok, dari mana ‘presiden’ berasal.” Kemudian dia mengulangi serangkaian tuntutan sebelumnya agar Amerika Serikat mematuhi prinsip satu-Tiongkok dan tiga komunike bersama Tiongkok-AS. Ia juga menuntut agar Amerika Serikat menghentikan segala bentuk kegiatan komunikasi resmi apapun dengan Taiwan.

Namun demikian, Amerika Serikat menyangkal “kebijakan satu Tiongkok” daripada “prinsip satu Tiongkok” versi partai Komunis Tiongkok.

Pada 1 Juni, beberapa wartawan terus bertanya apakah pejabat AS terus melewati  “garis merah” versi partai Komunis Tiongkok? lalu apakah akan memicu konflik militer di Selat Taiwan? Zhao Lijian benar-benar menghindarinya dan  sengaja mempersingkat jawabannya.

Ia hanya menjawab : “Ini akan menempatkan Taiwan dalam posisi berbahaya, dengan konsekuensi serius bagi Amerika Serikat sendiri.”

Pada 2 Juni, seorang reporter mengatakan bahwa Menteri Pertahanan AS Lloyd Austin akan bertandang ke Asia. Sebelum keberangkatannya, Lloyd Austin  mengatakan bahwa Amerika Serikat akan memperluas pasokan senjata dan peralatan tempur ke Taiwan untuk membantu melatih militernya.

Jawaban Zhao Lijian hanya menyebutkan penolakannya terhadap penjualan senjata ke Taiwan oleh AS. Akan tetapi, menghindari pertanyaan sensitif tentang “membantu pelatihan militer”.

Dia hanya menggunakan frasa “hentikan penjualan senjata ke Taiwan dan hubungan militer antara Amerika Serikat dan Taiwan”.

Mengenai pertanyaan peluncuran pembicaraan AS-Taiwan tentang pendalaman hubungan perdagangan, Zhao Lijian mengatakan bahwa ia menentang AS dan Taiwan untuk berunding serta menandatangani perjanjian dengan konotasi berdaulat dan bersifat resmi.

Dipaksa untuk menanggapi pidato Blinken soal Tiongkok setiap hari

Pidato kebijakan Tiongkok Menteri Luar Negeri AS Anthony Blinken minggu lalu, membuat partai Komunis Tiongkok berang. Pidato tersebut  menjadi topik yang harus dikutuk oleh Kementerian Luar Negeri Tiongkok yang berlangsung selama setiap hari pada minggu ini.

Selama konferensi pers reguler pada beberapa hari berturut-turut, wartawan media pemerintah domestik yang telah memiliki posisi  ditentukan sebelumnya dan bertanya kepada Zhao Lijian tentang pidato tersebut.

Pada 1 Juni, seorang reporter dari China Daily bertanya bagaimana dia memandang strategi “investasi, aliansi, dan persaingan” pemerintahan Biden di Tiongkok. Zhao Lijian menjawab bahwa ini adalah replika dari “aturan sepertiga” dari “persaingan, konfrontasi, dan kerja sama” Amerika Serikat.

Pada 2 Juni, ketika ditanya oleh seorang reporter dari TV Satelit Shenzhen, ketika Blinken mengatakan bahwa ada perbedaan besar antara Amerika Serikat, Partai Komunis Tiongkok, dan pemerintah Tiongkok, tetapi perbedaan ini hanya ada antara pemerintah dan sistem Amerika Serikat dan pemerintah Tiongkok, bukan antara rakyat Tiongkok.

Isi jawaban Zhao Lijian semua mengikuti retorika resmi masa lalu, seperti: Amerika Serikat “tidak memenuhi syarat untuk berbicara”, akar masalahnya terletak di Amerika Serikat,  atau mencuri konsep, seperti: Partai Komunis Tiongkok lahir untuk “rakyat”, dan makmur oleh “rakyat”.

Pengamat mengatakan bahwa dalam wacana sebenarnya tentang partai  Komunis Tiongkok, orang biasa seperti daun bawang, dan mereka tidak disamakan dengan “rakyat” versi partai Komunis Tiongkok. Hanya anggota partai dan anggota keluarga mereka, “keluarga Zhao”, yang dapat mewakili rakyat.”

Pada saat yang sama, teks lengkap pidato Blinken ke Tiongkok telah sepenuhnya diblokir  di Tiongkok.

Duta Besar AS untuk Tiongkok, Nicholas Burns mentweet pada Rabu 1 Juni, bahwa media sosial Tiongkok WeChat dan Weibo telah memblokir pidato Blinken ke Tiongkok yang diunggah di akun resmi Kedutaan Besar AS di Tiongkok. Pemblokiran tersebut tak menyurutkan pihak AS, justru masih  mencoba mengunggahnya lagi. Tetapi postingan tersebut kembali  dihapus.

Sementara itu, di hadapan layar penuh repost dari sanggahan resmi partai Komunis Tiongkok atas pidato resmi Blinken, beberapa netizen Tiongkok mencemooh otoritas partai Komunis Tiongkok dan berkata, “Saya tidak dapat membaca teks lengkap pidato Blinken. Apakah ini (partai Komunis Tiongkok) benar-benar percaya diri? atau menunjukkan kepengecutannya?” (hui)