25 Tahun Pertarungan Sistem Pemerintahan Hong Kong, Sudah Terlihatkah Pemenangnya?

Yang Wei

Setelah 25 tahun “penyerahan kembali (reunifikasi)” Hong Kong, wilayah otonomi khusus tersebut dengan cepat terjerumus ke dalam cengkeraman PKT (Partai Komunis Tiongkok). Dalam duel antara dua sistem pemerintahan selama seperempat abad terakhir, pada permukaan sepertinya sudah terlihat pemenangnya. 

Akan tetapi, PKT justru tidak secara langsung mengumumkan kemenangan telah diraih oleh sistem sosialisme partai komunis, apalagi sistem kapitalisme yang tadinya eksis di Hong Kong juga belum sepenuhnya lenyap. 

PKT mengerahkan segala daya upaya, untuk sementara telah menghentikan otonomi warga Hong Kong sesuai dengan model demokrasi dan kebebasan. Namun model kekuasaan PKT juga tidak benar- benar diterima oleh warga Hong Kong.

Demokrasi Hong Kong Mati, Tetap Sulit Duplikasi Sistem PKT

Selama 25 tahun terakhir, warga Hong Kong telah memperlihatkan harapan menggebu-gebu akan kebebasan dan demokrasi, terus berusaha memperjuangkan Kepala Eksekutif Hong Kong agar dipilih langsung secara demokratis, demi mewujudkan otonomi Hong Kong yang sesungguhnya. Yang dilakukan oleh PKT justru sebaliknya, ia berusaha mati-matian untuk menghentikan terwujudnya hal ini.

Beijing tentu tidak bisa menoleransi Hong Kong yang bebas demokrasi, dan berotonomi level tinggi, karena hal itu berarti telah mengakui bahwa sistem kapitalisme jauh lebih unggul daripada sistem sosialisme; Hong Kong yang bebas, demokratis, dan otonom akan secara tuntas menguak segala kebohongan pemerintahan Tiongkok selama beberapa dasawarsa ini, rezim Tiongkok akan dengan cepat kehilangan legitimasinya. Gelombang kebebasan dan demokrasi akan melanda seluruh Daratan Tiongkok, para elite penguasa akan dengan cepat kehilangan kekuasaan istimewa mereka.

Menghentikan kebebasan dan politik demokrasi Hong Kong, adalah misi utama PKT dalam menyelesaikan masalah Hong Kong dalam beberapa dasawarsa terakhir.

Sebelum “penyerahan kembali” Hong Kong pada 1997, PKT bersikeras menentang pemilu langsung sebagian anggota Dewan Legislatif Hong Kong, bahkan telah membentuk Dewan Legislatif Provinsi di Shenzhen, tapi pada akhirnya tidak jelas keberadaannya. 

Setelah 1997, proses demokratisasi di Hong Kong mengalami berbagai hambatan. Pemilu langsung kepala eksekutif selalu dihalangi oleh PKT, sebagian kursi Dewan Legislatif yang dapat dipilih langsung sempat menjadi sorotan, juga merupakan secercah harapan satu-satunya yang dimiliki demokrasi Hong Kong. Namun seiring dengan diberlakukannya “UU Keamanan Nasional versi Hong Kong” oleh Beijing, kandidat yang benar-benar mewakili aspirasi warga sewaktu-waktu bisa menjadi sasaran penindasan, pemilu Dewan Legislatif pun hanya tinggal nama saja.

Kepala Eksekutif Hong Kong, John Lee Ka-Chiu yang akan segera menggantikan Carrie Lam Cheng Yuet-Ngor, dipandang sebagai orang yang paling tunduk pada perintah PKT di antara semua pejabat terdahulu. 25 tahun pasca “penyerahan kembali” Hong Kong, jalan bagi warga Hong Kong memperjuangkan demokrasi pada dasarnya telah dibantu oleh PKT. Akan tetapi, Beijing juga tidak mampu secara langsung menerapkan model pemerintahan  di Hong Kong.

Kantor Penghubung Hong Kong sebagai utusan Tiongkok di Hong Kong, hingga kini tidak berani memasang plakat Komisi Partai dari Tiongkok di Hong Kong. Kepala eksekutif dan para pejabat tinggi Hong Kong yang tunduk pada PKT, juga tidak berani mengakui statusnya sebagai anggota partai bawah tanah. Model pemerintahan Tiongkok di tingkat provinsi, kota madya, dan wilayah otonomi, sejak awal tidak pernah bisa diterapkan langsung ke Hong Kong. 

Dokumen dengan kop surat merah tidak bisa disampaikan langsung kepada pemerintahan Hong Kong, tim kerja Tiongkok juga tidak bisa menginspeksi sesukanya di Hong Kong, Zhongnanhai (pusat pemerintahan di Beijing) juga tidak bisa seenaknya mengangkat dan mencopot pejabat Hong Kong. Bahkan secara resmi tidak bisa memberikan perintah konkrit secara langsung.

Dalam menghadapi jutaan warga Hong Kong, PKT sama sekali “tidak percaya diri secara sistem”. 

Dalam perayaan seratus tahun berdirinya partai, para pemimpin PKT berkoar: “Rakyat Tiongkok telah memilih partai komunis”; tetapi hingga kini tidak berani mengatakan bahwa warga Hong Kong “telah memilih partai komunis,” dan “telah memilih sosialisme”.

Ekonomi Hong Kong Masih Berjalan dengan Sistem Kapitalisme

Sementara ini PKT telah menghentikan politik demokrasi Hong Kong, tetapi tetap belum mampu mengubah sistem ekonomi yang ada di Hong Kong saat ini. Ekonomi Hong Kong yang terutama berasaskan kepemilikan pribadi masih beroperasi berdasarkan aturan pasar dalam sistem kapitalisme, pemerintah Hong Kong belum banyak berintervensi paksa terhadap semua entitas ekonominya, ini juga alasan mendasar bahwa Hong Kong mampu mempertahankan kemakmuran ekonominya.

Inggris telah meninggalkan sistem undang-undang yang relatif menyeluruh dan adil, yang secara fundamental telah memberikan jaminan yang kuat bagi berjalannya tatanan masyarakat Hong Kong. Kini, sistem UU ini tengah mengalami pengikisan serius oleh Beijing yang menyebabkan sejumlah besar warga Hong Kong dan entitas ekonominya meninggalkan Hong Kong.

Menurut teori Marxisme yang ditafsirkan oleh PKT, kapitalisme yang didominasi oleh hak kepemilikan pribadi, pasti akan digantikan oleh sosialisme yang didominasi oleh hak kepemilikan publik. Reformasi keterbukaan Tiongkok, memperbolehkan swasta mengembangkan perekonomian, yang telah mendatang- kan pertumbuhan ekonomi yang pesat, tetapi tetap menyebutnya didominasi oleh hak kepemilikan publik, yang disebut sebagai sosialisme.

Untuk sementara PKT tidak mampu mengubah semua entitas ekonomi kepemilikan pribadi di Hong   Kong  menjadi kepemilikan publik, dengan terpaksa masih mengizinkan ekonomi Hong Kong berjalan dengan pola ekonomi pasar kapitalisme, yang memenuhi standar internasional.

Menurut teori Marxisme, pondasi ekonomi seharusnya menentukan suprastruktur, tetapi akibat bencana pengacauan yang diciptakan oleh PKT, ekonomi kepemilikan swasta di Hong Kong tidak mampu menghasilkan pemerintah otonomi yang demokratis. 

PKT lebih lanjut akan mengkomuniskan pemerintahan Hong Kong, intervensi terhadap ekonomi akan semakin banyak, bahkan akan secara sembarangan mengaduk-aduknya seperti yang terjadi di Tiongkok; bisa diprediksi, ekonomi kapitalisme Hong Kong akan didistorsi lebih lanjut, dan masa depan ekonomi Hong Kong mengkhawatirkan.

Jutaan Warga Hong Kong Membuat PKT Bak Duduk di Kursi Paku

Pada saat “penyerahan kembali” Hong Kong 25 tahun silam (30 Juni 1997), kelompok utama terbesar warga Hong Kong sejatinya adalah para pengungsi yang melarikan diri dari Daratan Tiongkok ke Hong Kong pasca berkuasanya PKT (pada 1949). 

Sebagian dari mereka telah meninggalkan Hong Kong sebelum dan sesudah “penyerahan kembali”, dengan sendirinya telah membawa juga modal dalam bentuk tunai. Keunggulan dan kekurangan dua macam sistem yang berbeda, sejak hari itu telah memberikan jawaban di hati masyarakat.

Dalam 25 tahun terakhir, orang-orang yang terkait dengan kepentingan keluarga elite PKT atau para Sarung Tangan Putih (白 手 套 dibaca: bai shou tao, orang yang memegang  posisi penting atau  tinggi,  dan menggunakan status hukum legal untuk bertindak sebagai perantara demi pemutihan “uang hitam” kliennya.), telah menjadi kelompok utama imigran Hong Kong. 

Mereka semestinya tidak berani secara terang-terangan turun ke jalanan untuk memperjuangkan demokrasi kebebasan; tetapi jika benar-benar bisa memilih, mayoritas mereka sepertinya juga berharap Hong Kong dapat menjalankan otonomi yang sesungguhnya, dan tak mau melihat Hong Kong dikomuniskan seperti Tiongkok, jika tidak maka imigrasi mereka telah kehilangan makna.

Yang benar-benar turun ke jalan dan menentang “UU Jahat Pasal 23”, yang berpartisipasi dalam Umbrella Movement, gerakan “anti UU ekstradisi”, dan menentang “UU Keamanan Nasional versi Hong Kong”, adalah para warga asli Hong Kong, para pengungsi di Hong Kong yang datang bergelombang sejak Tiongkok didirikan, dan generasi penerus mereka. 

25 tahun lalu, di saat “penyerahan kembali” Hong Kong, perasaan mereka seharusnya adalah sangat rumit. Dapat melepaskan diri dari pemerintahan kolonial bagi Hong Kong. 

Bagaimanapun seharusnya adalah semacam kemajuan, tetapi warga Hong Kong tidak bisa tidak mengkhawatirkan PKT akan merampas kebebasan yang mereka miliki.

Pada 30 Juni 1997 tengah malam, di tengah guyuran hujan deras, Inggris telah menyerahkan kembali kedaulatan atas Hong Kong kepada PKT. Pasukan Tiongkok yang buru-buru memasuki Hong Kong tidak mau mengungkit kecelakaan terbaliknya kendaraan militer di tengah hujan itu, namun sebenarnya Langit tengah berduka bagi Hong Kong. 

25 tahun setelah “penyerahan kembali” Hong Kong, hal yang paling dikhawatirkan oleh warga Hong Kong akhirnya telah benar-benar terjadi, seluruh dunia Barat menyaksikan realita bagaimana eksperimen demokrasi bersama PKT telah gagal. PKT di Hong Kong telah mengajukan tantangan ke seluruh dunia.

Selama ini Hong Kong selalu menjadi bola panas di tangan para pemimpin PKT yang tampak pada permukaan harus menyebutnya “satu negara dua sistem”, namun diam- diam menghalalkan segala cara harus menghentikan demokrasi dan otonomi di Hong Kong, terlebih lagi harus mencegah atmosfir kebebasan itu merembet ke Daratan Tiongkok. 

Warga Hong Kong setiap tahun berinisiatif memperingati “Pembantaian Tiananmen 4 Juni” yang seharusnya selalu membuat pemimpin PKT tersedak. 

PKT yang memiliki jutaan pasukan militer dan polisi bersenjata, serta lebih banyak lagi polisi, tukang pukul, dan alat propaganda yang besar, tetapi dalam menghadapi jutaan warga Hong Kong, belum pernah merasa begitu ngoyo. Berbagai faksi kekuatan PKT di Hong Kong, masing-masing mendukung pemimpinnya sendiri dan pergerakan di bawah permukaannya, terus-menerus mengacaukan Hong Kong.

Kekuatan spiritual jutaan warga Hong Kong yang mendambakan kebebasan demokrasi telah mengguncang seluruh dunia, mereka tidak rela tunduk kepada penetrasi premanisme, kebohongan, dan kekerasan PKT. Perlawanan warga Hong Kong membuat PKT merasakan ketakutan amat sangat, namun sekaligus tak bisa bertindak semenamena. Warga Hong Kong telah menciptakan sejarah yang tak terhapuskan.

Kesimpulan

25 tahun pasca “penyerahan kembali”, Hong Kong telah menjadi saksi duel antara dua macam sistem pemerintahan. Perlawanan warga Hong Kong yang memperjuangkan demokrasi kebebasan telah ditekan dengan kekerasan oleh PKT, tetapi PKT belumlah memenangkan pertarungan sistem kali ini. 

Hingga kini PKT tidak berani meninggalkan pernyataan “satu negara dua sistem”, dan “warga Hong Kong memerintah Hong Kong”, sama seperti Deng Xiaoping kala itu yang mau tidak mau harus menerima “satu negara dua sistem”. Sejak dulu PKT selalu memperlihatkan sendiri kejelekannya di hadapan dunia.

Xi Jinping pergi ke Hong Kong (pada 1 Juli) sebagai wujud dukungannya bagi penobatan John Lee, tetapi pemerintah Hong Kong sepertinya tidak bisa memberikan podium pemimpin kepadanya. 

Di Hong Kong, pemimpin Tiongkok tidak bisa merasakan berada di posisi tertinggi di dunia, juga tidak bisa sesumbar mengatakan warga Hong Kong “telah memilih partai komunis” dengan statusnya sebagai Sekjen Partai Komunis.

Lebih takut lagi akan melihat bayang-bayang unjuk rasa. Menjelang 101 tahun peringatan berdirinya partai komunis (1 Juli 1921), betapa ini adalah suatu kecanggungan yang amat besar.

PKT telah menghancurkan gerakan demokrasi bebas di Hong Kong, tapi tidak mampu menghancurkan semangat demokrasi bebas warga Hong Kong, terlebih lagi tidak mampu mendapatkan hati warga Hong Kong.

Pada saat PKT berusaha mengubah sejarah Hong Kong, bersamaan itu dalam sejarah telah berjalan sendiri menuju kegagalan. Seharusnya Hong Kong tidak perlu menunggu 25 tahun lagi yang lain, maka keseluruhan perebutan sistem Beijing akan gagal total. Hong Kong yang dihancurkan pasti akan bangkit kembali, memperlihatkan kembali kemilaunya sebagai Mutiara dari Timur kepada seluruh dunia. (sud)