Media Resmi Tiongkok : Jumlah Pekerja Sambilan di Tiongkok Bakal Mencapai 400 Juta Orang

oleh Zhang Zhongyuan

Perdana Menteri Tiongkok Li Keqiang sampai 3 kali dalam sepekan berbicara mengenai topik yang menekankan stabilitas lapangan kerja di Tiongkok. Media corong Partai Komunis Tiongkok juga secara terbuka mengakui bahwa dalam waktu tidak lama ke depan, jumlah pekerja sambilan di Tiongkok bisa mencapai 400 juta orang akibat pertumbuhan ekonomi yang anjlok.

Pertumbuhan ekonomi menurun tajam akibat terpengaruh oleh kebijakan Nol Kasus yang diterapkan pemerintah pusat Tiongkok. PDB Q2 Tiongkok tahun ini hanya 0,4% YoY.

3 kali dalam sepekan Li Keqiang berbicara soal stabilitas lapangan kerja

Dalam Forum Dialog Khusus Video dengan Pengusaha Global (WEF) pada 19 Juli, Perdana Menteri Li Keqiang mengakui bahwa Tiongkok masih membutuhkan kerja keras untuk menstabilkan pasar ekonomi secara keseluruhan, yaitu “menstabilkan lapangan kerja” dan “menstabilkan harga”.

Pada 13 Juli, ketika Li Keqiang memimpin rapat eksekutif Dewan Negara Tiongkok, dia mengatakan bahwa perlu untuk menstabilkan dan memperluas lapangan kerja demi mempertahankan stabilitas sosial. Ia mengakui bahwa Tiongkok sekarang memiliki lebih dari 200 juta orang “pekerja fleksibel” atau pekerja tidak menetap, alias sambilan.

Pada 12 Juli, ketika Li Keqiang memimpin simposium para ahli dan pengusaha, dia mengatakan bahwa perkembangan ekonomi pada kuartal kedua turun melebihi ekspektasi, indikator utama bulan April menunjukkan penurunan yang signifikan, penurunan lebih dalam sedikit tercegah pada bulan Mei, dan ada rebound pada bulan Juni, tetapi untuk menstabilkan ekonomi pasar yang lebih luas masih perlu bekerja keras, dan ditekankan bahwa untuk menstabilkan tubuh utama pasar yakni dengan menstabilkan lapangan kerja dan menstabilkan harga.

Li Keqiang tidak berminat “mengguyur air” ke pasar, media resmi : 400 juta pekerja sambilan

Belakangan ini, pemerintah Tiongkok di semua tingkatan sedang sibuk menerapkan kebijakan Nol Kasus Infeksi. Namun, dalam beberapa pertemuan terakhir Li Keqiang sama sekali tidak menyinggung soal kebijakan pemerintah pusat ini. Tetapi dalam konferensi video Forum Ekonomi Dunia (WEF) pada 19 Juli ia sampai 2 kali menyebutkan bahwa dirinya tidak berminat dengan “mengguyur air” ke pasar. Dalam ekonomi, “mengguyur air” ke pasar mengacu pada pengertian bank sentral mengadopsi kebijakan moneter ekspansif dan menyuntikkan sejumlah besar dana ke pasar demi melancarkan roda perputaran ekonomi, merangsang konsumsi.

Pada 15 Juli, media corong PKT Guangming Daily, merilis sebuah data statistik di akun resminya, menyebutkan bahwa Tiongkok saat ini sudah memiliki lebih dari 200 juta orang pekerja fleksibel. Beberapa institusi yang kompeten memperkirakan bahwa jumlah pekerja sambilan ini bisa mencapai 400 juta orang dalam waktu tak lama lagi.

Lu Beichen (nama samaran), seorang komentator mengatakan kepada Epoch Times bahwa para pemimpin tertinggi Tiongkok selama ini mempertunjukkan 2 sikap yang bertolak belakang sekaligus dalam upaya pencegahan epidemi. Yang pertama adalah dengan segala cara mempertahankan Nol Kasus Infeksi, dan yang lainnya adalah untuk menekankan pembangunan ekonomi dan stabilitas lapangan kerja yang dipimpin oleh Li Keqiang. Saat ini, upah kerja per jam di Kota Shenzhen yang hanya RMB. 8,- (setara IDR. 18.000,-) masih menjadi rebutan orang. Coba bayangkan seberapa jauh penurunan ekonomi di Tiongkok. Banyak toko di Shanghai dan Shenzhen sudah tidak lagi buka kecuali mau beroperasi secara merugi. Sekarang di Shanghai muncul gelombang pelarian warga ke luar negeri. Banyak para elit telah kabur ke luar negeri dengan membawa serta kekayaannya.

Lu Beichen mengatakan bahwa deteksi epidemi di berbagai tempat telah dinormalisasi. Apakah ada atau tidak warga yang positif terinfeksi itu tergantung pada kebutuhan pemerintah. Ikuti instruksi, jika Anda dituduh positif terinfeksi maka Anda adalah positif, Otoritas menggunakan belenggu digital untuk mengontrol kebebasan warga sipil.

Untuk kelancaran Kongres Nasional ke-20 Partai Komunis Tiongkok, rezim Beijing memanfaatkan epidemi untuk menyingkirkan orang-orang yang tidak setia terhadap pemerintah pusat dan menggunakan mutasi rotasi jabatan untuk menakut-nakuti lawan politik. Akibatnya, banyak perusahaan asing juga menarik diri dari pasar Tiongkok, yang mengakibatkan lebih banyak pengangguran. (sin)