Ekonomi AS Tergelincir ke Jurang Resesi Dikarenakan Inflasi Membebani Pertumbuhan

Andrew Moran

Ekonomi AS mengalami kontraksi pada kuartal kedua, menandai mengalami pertumbuhan negatif selama dua kuartal berturut-turut, yang merupakan definisi umum dari resesi.

Produk domestik bruto (PDB) menyusut 0,9 persen pada kecepatan tahunan, menyusul penurunan 1,6 persen pada kuartal pertama, sebagaimana dikatakan Kementerian Perdagangan AS pada Kamis (28/7). Market telah mencatat kenaikan 0,5 persen selama April-Juni.

Penurunan PDB mencerminkan penurunan inventory atau stok persediaan  (-2,01 persen), investasi residensial (-0,71 persen), dan government spending  atau pengeluaran pemerintah (-0,33 persen). Tapi ini diimbangi oleh kenaikan ekspor (+1,43 persen) dan belanja konsumen (+0,7 persen).

“Ekonomi AS melambat pada tingkat yang signifikan,” demikian ekonom Mohamed El-Erian mentweet tak lama setelah angka-angka itu dipublikasikan. “Tambahkan ke perubahan harga 8,7% dalam data hari ini dan intinya jelas: Memperdalam stagflasi dan risiko resesi merah yang berkedip.”

Laporan PDB yang sangat dinanti-nanti juga menunjukkan bahwa pendapatan pribadi riil turun 0,5 persen. Dan, tabungan pribadi sebagai persentase dari pendapatan pribadi yang dapat dibelanjakan turun menjadi 5,2 persen pada kuartal kedua dari 5,6 persen pada kuartal pertama.

Selain itu, penurunan inventory didorong oleh penurunan perdagangan eceran, terutama pada toko-toko barang umum dan dealer kendaraan bermotor. Penurunan belanja pemerintah tersebut disebabkan oleh turunnya belanja non-pertahanan, terutama karena penjualan minyak mentah dari Strategic Petroleum Reserve (SPR).

Rincian laporan menunjukkan bahwa investasi residensial mengalami kontraksi sebesar 14 persen pada kecepatan tahunan. Ini didorong oleh penurunan struktur “lainnya”, khususnya komisi pialang. Penurunan investasi real estat mencerminkan penurunan komisi broker.

Laporan Ekonom Morgan Stanley menyebutnya “resesi teknis” untuk ekonomi.

“PDB riil berkontraksi pada kuartal kedua, menandai resesi teknis, Kami telah menyoroti risiko bahwa data kuartal kedua akan menandai resesi teknis, bukan resesi ekonomi, karena permintaan domestik final swasta tetap positif di paruh pertama tahun ini,” ” tulis para ekonom.

Morgan Stanley memperkirakan pertumbuhan yang lebih kuat pada kuartal ketiga tahun ini.

Hal positif dari laporan PDB yang dipublikasikan adalah peningkatan pengeluaran sektor konsumen untuk layanan. Namun, pengeluaran untuk barang-barang tahan lama dan tidak tahan lama mengalami penurunan secara signifikan. Hal ini disebabkan oleh rekor penurunan belanja bahan makanan, karena biaya makanan yang tinggi mendorong konsumen  membeli barang yang lebih murah, menurut laporan Morgan Stanley.

Desmond Lachman, ekonom dan rekan senior di American Enterprise Institute memperkirakan “hard economic landing” pada akhir tahun.

“Sentimen konsumen mendekati rekor terendah karena inflasi mengikis upah. Pasar perumahan runtuh sebagai akibat dari dua kali lipat tingkat hipotek. Eksportir kami menghadapi headwinds  yang kuat sebagai akibat dari dolar yang kuat dan masalah ekonomi di Eropa, Tiongkok, dan ekonomi pasar berkembang,” tulisnya dalam sebuah catatan.

Saham anjlok pada awal perdagangan pada Kamis karena berita PDB, tetapi pulih di kemudian hari. Dow Jones Industrial Average naik lebih dari 300 poin, sedangkan S&P 500 naik hampir 1 persen. Indeks Komposit Nasdaq naik 0,7 persen.

Angka PDB memicu perdebatan di antara para politikus dan ekonom mengenai apakah Amerika Serikat sudah jatuh  dalam jurang resesi atau tidak.

“Dipercaya secara luas bahwa dua kuartal berturut-turut penurunan PDB riil adalah resesi langsung,” tulis ekonom Ed Yardeni dalam sebuah catatan. “Namun,  tidak akan menjadi resesi resmi sampai Komite dari Biro Riset Ekonomi Nasional mengatakan demikian, yang mungkin akan memakan waktu cukup lama. … Sementara kita menunggu mereka memutuskan apakah kita sedang dalam resesi atau tidak.”

Definisi Resesi

Sebagian besar ekonom umumnya mencari dua kuartal berturut-turut penurunan PDB untuk menentukan apakah suatu ekonomi telah memasuki resesi. Dewan Penasihat Ekonomi Gedung Putih menentang ide ini, mengutip definisi resmi, dalam sebuah blog baru-baru ini.

Resesi di Amerika Serikat secara resmi dinyatakan oleh komite ekonom di National Bureau of Economic Research -NBER. NBER mendefinisikan resesi sebagai “penurunan signifikan dalam kegiatan ekonomi yang tersebar di seluruh perekonomian dan yang berlangsung lebih dari beberapa bulan.”

Menurut Gedung Putih, resesi harus ditentukan dan “berdasarkan pandangan holistik pada data,” dengan mempertimbangkan pasar tenaga kerja, belanja konsumen dan bisnis, produksi industri, dan pendapatan, dibandingkan dengan data pertumbuhan ekonomi hanya dalam dua waktu dua kuartal.

Selama seminggu terakhir, Gedung Putih dibanjiri kritikan karena meremehkan risiko resesi dan memperdebatkan definisi umum dari resesi.

“Dua kuartal negatif dari pertumbuhan PDB bukanlah definisi teknis dari resesi,” ujar penasehat Dewan Ekonomi Nasional (NEC) Brian Deese mengatakan kepada wartawan selama briefing pada Selasa. “Pertanyaan paling penting secara ekonomi adalah apakah pekerja dan keluarga kelas menengah memiliki lebih banyak ruang untuk bernafas.”

Tetapi pada tahun 2008, Deese mencatat bahwa “para ekonom memiliki definisi teknis tentang resesi, yang merupakan pertumbuhan negatif dua kuartal berturut-turut.”

Menteri Keuangan Janet Yellen  menepis kekhawatiran resesi selama wawancara dengan “Meet the Press” NBC, menyinggung “pasar tenaga kerja yang sangat kuat.”

“Ini bukan ekonomi yang berada dalam resesi,” katanya.

Dalam konferensi pers pasca-Federal Open Market Committee (FOMC) pada Rabu, Ketua Federal Reserve  (The Fed) Jerome Powell juga menegaskan bahwa Amerika Serikat tidak berada di tengah penurunan ekonomi, menunjuk pada situasi ketenagakerjaan.

“Saya tidak berpikir AS saat ini dalam resesi, dan alasannya adalah ada terlalu banyak bidang ekonomi yang berkinerja terlalu baik,” kata Powell.

‘Siklus Bisnis yang Tak Biasa’

Beberapa minggu terakhir, kasus dasar yang berkembang bagi banyak ekonom dan perusahaan Wall Street adalah resesi, menunjuk ke beragam data yang mendukung proyeksi ini. Namun waktunya bervariasi, mulai dari akhir tahun hingga 24 bulan ke depan.

“Tidak satu pun  mengatakan bahwa risiko resesi tidak perlu dikhawatirkan. Sebaliknya, kami memperkirakan bahwa risiko resesi akan memuncak pada 2023, karena saat itulah ekonomi akan merasakan beban pengetatan Fed. Secara khusus, kenaikan suku bunga mulai memicu penurunan di pasar perumahan. Kami memperkirakan perumahan mulai turun 10% pada tahun 2023, yang  sangat membebani aktivitas ekonomi yang lebih luas,” tulis Preston Caldwell, kepala Ekonomi AS kepada Morningstar, dalam sebuah catatan.

Bryce Doty, manajer portofolio senior di Sit Investment Associates, menyatakan dalam sebuah catatan pada hari Rabu bahwa rakyat Amerika serikat memahami ketika standar hidup mereka menurun.

“Para ekonom memiliki konsep delusi tentang resesi, Sejak April tahun lalu, upah riil telah berubah negatif. Pekerja akan resign karena ongkos lebih tinggi melebihi kenaikan upah yang mengakibatkan pengurangan bersih terhadap apa dihasilkan. ”

Nick Reece, manajer portofolio di Merk Investments, menyebutnya lingkungan saat ini sebagai “siklus bisnis yang tidak biasa, setelah resesi yang tidak biasa.”

Melihat ke depan untuk kuartal ketiga, Atlanta Fed Bank akan mempublikasikan perkiraan GDPNow pertamanya pada Jumat (29/7). (asr)