Data Terbaru Menunjukkan Ekonomi Tiongkok Semakin Melemah, Meningkatkan Kekhawatiran PHK

Alex Wu

Berdasarkan data resmi dan independen, ekonomi Tiongkok telah merosot lebih jauh pada kuartal kedua tahun ini, dengan manufaktur melambat secara tak terduga dan penurunan di sektor real estat semakin intensif. Hal Ini menimbulkan kekhawatiran gelombang PHK pada paruh kedua tahun ini, yang mana menambah masalah pengangguran yang sudah parah.

Ekonomi Tiongkok semakin memburuk pada Juli, menurut laporan China Beige Book International (CBBI) pada awal Agustus, yang menyediakan data ekonomi independen. 

Output pabrik dan pesanan produksi baru di Tiongkok mencapai angka yang paling lambat sejak pertengahan 2020, dan pekerjaan ritel berada pada kondisi terburuk dalam lebih dari dua tahun, menurut survei CBBI terbaru. Apalagi membuat memburuknya pertumbuhan pendapatan bagi produsen dan keterbatasan keuntungan bagi pengecer. 

Pada 1 Agustus, data resmi mengungkapkan angka yang lebih buruk di bidang manufaktur dan real estat. Data yang dirilis oleh biro statistik rezim Tiongkok menunjukkan bahwa indeks manajer pembelian (PMI) industri manufaktur Tiongkok untuk Juli adalah 49,0 dibandingkan dengan 50,2 pada bulan sebelumnya, turun 1,2 persen, lebih rendah dari level kritis 50.

Pada  Juli, dengan lebih banyak kasus COVID-19 muncul di beberapa bagian Tiongkok, rezim melanjutkan langkah-langkah ketat “nol-COVID”, menempatkan banyak kota dalam penguncian, termasuk pusat industri dan pusat ekonomi.

Aktivitas manufaktur, yang sempat pulih pada Juni setelah lockdown dicabut di beberapa bagian daratan Tiongkok, kini kembali merosot. 

Lembaga Penelitian Indeks Real Estat Tiongkok mempublikasikan bahwa pada  Juli, harga rata-rata bangunan tempat tinggal baru dari  month-over-month di 100 kota turun. Bukannya meningkat, harga rata-rata rumah semakin merosot. Penurunan harga  rumah baru lebih besar di kota-kota, terutama di delta  Yangtze River dan Pearl River, di mana harga rumah meningkat pada tahun-tahun sebelumnya.

Penjualan properti di 17 kota yang dilacak oleh Index Research Institute turun 33,4 persen month-over-month di Juli, dibandingkan dengan lonjakan 88,9 persen pada Juni karena lockdown dicabut.

Tingkat Pengangguran Tinggi

Menurut laporan oleh situs finansial utama Tiongkok Caixin, pekerjaan di sektor manufaktur domestik terus menyusut, dengan indeks ketenagakerjaan jatuh ke titik terendah dalam 27 bulan. Laporan tersebut menghubungkan PHK dengan langkah-langkah pemotongan biaya pabrik, penjualan yang melemah, dan “sikap berhati-hati terhadap perekrutan” di seluruh industri.

Hampir 11 juta mahasiswa di daratan Tiongkok lulus pada musim panas—sebuah rekor tertinggi. Menurut data resmi yang dirilis oleh rezim Tiongkok, tingkat pengangguran untuk pemuda perkotaan berusia 16 hingga 24 tahun naik menjadi 19,3 persen pada Juni—juga membukukan rekor tertinggi.

Karena ketidakpastian yang meluas tentang pekerjaan, kepercayaan konsumen tetap rapuh. Di antara mereka yang masih memiliki pekerjaan, banyak yang  enggan mengeluarkan uang.

Data resmi menunjukkan bahwa pertumbuhan ekonomi di daratan Tiongkok melambat menjadi 0,4 persen year-over-year pada kuartal kedua. Dunia luar percaya bahwa ekonomi Tiongkok bahkan mungkin sudah berada dalam resesi, karena rezim dikenal kurang transparans dan sering melaporkan angka palsu.

Prospek Meredup

Pada pertemuan Politbiro Partai Komunis Tiongkok (PKT) pada 28 Juli, rezim menyatakan bahwa lingkungan internasional tahun ini “kompleks dan berat” dan tugas-tugas domestik “sulit dan berat.” Kepemimpinan PKT tetap bungkam pada target pertumbuhan ekonomi 5,5 persen yang ditetapkan pada tahun ini. Analis mengatakan ini menunjukkan bahwa PKT percaya pada akhirnya akan gagal  mencapai tujuan ini.

Komentator  Tang Jingyuan mengatakan kepada The Epoch Times bahwa penurunan real estat Tiongkok, industri pilar dan sektor terbesar dari investasi serta pendapatan pemerintah daerah, telah meningkat.

“Pekerjaan manufaktur terus menyusut, dan pengangguran mencapai titik tertinggi baru, dan manufaktur sesuai dengan ekspor ekonomi Tiongkok. Hal ini menunjukkan bahwa kebijakan stimulus konsumsi daratan Tiongkok tidak berpengaruh,” kata Tang.

“Data ini mencerminkan bahwa tiga pilar ekonomi Tiongkok—investasi, ekspor, dan konsumsi—secara keseluruhan melambat atau bahkan mandek. Atas dasar ini, otoritas PKT masih berpegang pada kebijakan ‘nol-COVID’, yang hanya akan merugikan ekonomi Tiongkok.

“Lebih buruk lagi, krisis ekonomi Tiongkok bukanlah pertanyaan apakah dapat mencapai tingkat pertumbuhan yang ditargetkan, tetapi apakah dapat menstabilkan ekonomi dalam lima atau bahkan 10 tahun ke depan.” (asr)