Kitab I Ching Berisi Kode Genetika yang Menakjubkan

Fu Yao

DNA adalah singkatan dari Deoxyribo Nucleic Acid, yakni struktur molekul genetik, yang dapat menunjukkan kode genetika yang diwariskan dalam kehidupan manusia. Ilmuwan menemukan, genetika DNA menentukan paras, postur tubuh, warna kulit, dan kondisi kesehatan seseorang. 

Dengan membandingkan susunan DNA dalam sel tubuh manusia, dapat ditentukan penyakit keturunan seseorang, bahkan waktu kematiannya pun dapat diperkirakan. 

Pada saat yang sama juga ditemukan, titik perbedaan pada susunan genetika DNA, menentukan eksistensi yang berbeda pada spesies yang berbeda.

Model struktur DNA yang berbentuk heliks ganda ditemukan oleh James Watson dan Francis Crick, yang dipublikasikan di majalah Nature pada April 1953. 

Penemuan ini disebut sebagai penemuan paling besar dalam ilmu biologi pada abad ke-20, dengan demikian telah membuka pintu ke ilmu biologi molekuler. Dan di antara 3 miliar pasangan basa dalam genom heliks ganda DNA, hingga kini belum dapat dijelaskan sampai tuntas oleh manusia.

Seorang akademisi Jerman, Martin Schönberger pada 1973, memublikasikan buku berjudul The I Ching and the Genetic Code: The Hidden Key to Life (I Ching dan Kode Genetika: Kunci tersembunyi untuk kehidupan)” yang memaparkan suatu rahasia yang ditemukannya.

Pemirsa mata ketiga, pada edisi kali ini kita membahas tentang buku berjudul The I Ching yang mengungkapkan tentang kode genetika

64 Heksagram dalam I Ching dan Kode Genetika

Bicara soal I Ching, mau tidak mau harus membahas Fuxi. Fuxi adalah Dewa Langit dalam legenda Tiongkok kuno dan merupakan nenek moyang humaniora dalam peradaban bangsa Tionghoa, Fuxi mendapat titah dari langit, mengamati matahari, bulan, bintang, serta kontur geografis, meneliti jejak kaki, dan motif pada tubuh unggas dan binatang, mengamati siklus segala hal alami, lalu merangkum segala fenomena langit dan bumi tersebut menjadi Ba Gua (atau Pa Kua) adalah delapan diagram atau simbol yang merupakan dasar sistem kosmogoni dan filsafat Tiongkok kuno. Dilihat dari asal katanya, “Ba” berarti delapan, sedangkan “Gua” adalah trigram (tiga garis).

Sedangkan Ba Gua ini, dari kombinasi atas bawah dua heksagram dapat dideduksikan lagi menjadi 64 heksagram. Masyarakat kuno beranggapan, Ba Gua mengandung unsur Yin dan Yang dari prinsip Taichi (konsepsi penting dalam sejarah pemikiran Tiongkok), memperlihatkan maha Tao bawaan, dan mempunyai kemampuan supernormal yang dapat berkomunikasi dengan alam semesta, langit dan bumi, merupakan alat komunikasi antara manusia dengan Tuhan. Sedangkan Schönberger telah menemukan bahwa 64 heksagram dalam I Ching mempunyai kecocokan yang sangat mengejutkan dengan 64 kode genetik pada DNA manusia temuan ilmu pengetahuan modern.

Kode Genetika

Kalangan ilmu pengetahuan modern telah mengetahui DNA mengandung empat jenis basa nukleotida, yakni Adenine, Thymine, Guanine, dan Cytosine, sementara dalam RNA (ribonucleic acid) juga terdapat empat jenis basa nukleotida, hanya Thymine yang diganti menjadi Uracil, sedangkan tiga basa nukleotida lainnya sama seperti DNA.

Lalu bagaimana basa nukleotida membimbing organisme untuk membentuk protein? Penelitian menemukan, DNA dan RNA menyusun tiga basa nukleotida menjadi satu kombinasi, dan membentuk “kodon”. Kode genetika adalah aturan transmisi informasi genetik, dengan menerjemahkan kode ini menjadi susunan asam amino dalam protein, yang digunakan dalam biosintesis protein. Hampir semua makhluk hidup menggunakan kode genetika yang sama, yang disebut dengan “kode genetika standar”.

Dengan demikian, dari 4 jenis basa nukleotida setiap 3 buah membentuk sebuah kodon. Dengan metode kombinatorika dapat dihitung, DNA dan RNA memiliki 64 buah kodon. Dan setiap dari 64 kodon ini masing-masing memiliki fungsi berbeda. Dan ini adalah kode genetik RNA. Hanya dengan Uracil menggantikan Thymine. Lalu bagaimana keseluruhan proses membentuk protein itu terjadi?

Awalnya gen akan mengubah DNA menjadi templat versi RNA, yakni menjadi Messenger RNA (mRNA). Dan selanjutnya setelah Ribosom dan Transfer RNA (tRNA) bereaksi dengan sejumlah enzim, templat RNA berdasarkan kode genetika, akan mentransformasikan asam amino menjadi rantai (Peptida), lalu setelah melalui transformasi akan diperbaiki menjadi protein.

Gen yang merupakan untaian panjang basa nukleotida ini, dimulai dari berbagai tempat yang berbeda, tiga buah dalam satu rangkaian, bisa mempunyai berbagai interpretasi yang beraneka ragam. Contohnya, jika susunan basa nukleotida adalah GGGAAACCC, maka bisa dibaca dari huruf G pertama, akan memiliki 3 buah kodon: GGG, AAA, dan CCC. Jika dibaca dari huruf G yang kedua, maka rangkaian huruf akan mempunyai 2 buah kodon: GGA dan AAC. Jika dibaca dari huruf G yang ketiga, maka akan timbul lagi 2 buah kodon: GAA dan ACC. Lalu bagaimana seharusnya membaca kodon ini?

Di sini dibutuhkan membahas lagi dua buah konsepsi yakni “start kodon” dan “stop kodon”.

Start Kodon dan Stop Kodon

Dilihat dari namanya, start kodon adalah kodon pertama yang menerjemahkan mRNA. AUG adalah start kodon yang paling kerap dijumpai. Dialah yang merangkai Metionina (Met) pada organisme Eukariota dan Formilmetionina (fMet) pada organisme Prokariota. Dalam proses biosintesis protein, tRNA dengan dibantu oleh sejumlah faktor inisiasi (IF) akan mengenali start kodon AUG, baru kemudian akan mulai dilakukan translasi atau penerjemahan terhadap mRNA.

Di kode genetika juga terdapat 3 buah kodon unik, yakni stop kodon — UAG, UAA, dan UGA. Ketiga kodon ini tidak membentuk asam amino, dalam proses translasi akan mengeluarkan sinyal N-Terminus. Dalam proses biosintesis protein, stop kodon akan menyebabkan Peptida baru dikeluarkan dari ribosom.

Ketiga stop kodon ini diberi nama “amber” (UAG), “Opal atau Umbe” (UGA), dan “Ochre” (UAA). Mengapa disebut dengan nama itu? Stop kodon yang pertama “Amber” ditemukan oleh Charles Steinberg dan Richard Epstein, mereka tidak menggunakan namanya sendiri untuk menamai kodon ini, melainkan teringat akan teman mereka Harris Bernstein, karena Bernstein dalam Bahasa Jerman memiliki makna Amber, maka UAG pun diberi nama Amber. Sedangkan kedua stop kodon lainnya saat ditemukan, untuk menjaga keseragaman pemberian nama, juga mengikuti pemberian sebutan dengan nama bebatuan mineral.

Sampai di sini, lalu apa hubungan antara kode genetika dengan 64 heksagram pada I Ching?

Penemuan Akademisi Jerman

Akademisi Jerman, Schönberger mendapat ilham, ia teringat masyarakat Tiongkok kuno ada yang mengatakan: “Taichi menciptakan Yin dan Yang, Yin dan Yang menciptakan empat simbol, empat simbol menciptakan Ba Gua, Ba Gua menciptakan 64 heksagram, dan dapat melahirkan segala sesuatu”, dengan tiba-tiba timbullah ilhamnya, apakah ada hubungan antara empat simbol tersebut dengan empat asam amino? Jika empat simbol digunakan untuk melambangkan kodon, akan menjadi seperti apakah?

Maka, Schönberger pun menggunakan empat asam amino pada RNA yakni UCAG, untuk masing-masing dikorespondenkan dengan empat simbol yakni Tai Yin, Shao Yin, Shao Yang, dan Tai Yang. Coba tebak apa yang terjadi? 64 kodon itu dapat sepenuhnya terkoresponden dengan 64 heksagram.

Setelah Schönberger, kian hari kian banyak ilmuwan Barat maupun Timur yang mulai meneliti hubungan kitab I Ching dengan ilmu genetika. Pakar tumor dan kanker internasional, Profesor Xie Wen Wei adalah salah satunya. Professor Xie menekuni ilmu sito- molekuler (Cytomolecular, red.), dan sangat memahami prestasi teranyar dalam ilmu genetika modern, sekaligus juga mendalami penelitian I Ching, dia membandingkan kedua peneliti, dalam bukunya yang berjudul A Dialogue of Two Books From Heaven: I Ching & DNA dijelaskan: “Untuk dapat memahami buku DNA dari surga yang sulit dipahami ini, maka harus terlebih dahulu memahami buku surga yang sepertinya sangat sederhana yakni I Ching, mungkin ini dapat menjadi jalan pintas, seperti dikatakan oleh seorang filsuf, jadikan I Ching sebagai kunci di tangan, untuk membuka gerbang kehidupan DNA”.

Para peneliti menemukan, kode genetika yang disimpulkan dengan 64 heksagram dari I Ching, tidak hanya rapi dan teratur, juga dapat ditemukan cacat yang ditunjukkan oleh kode asal, dan keadaan mutasi kode makhluk tingkat tinggi, juga dapat dijelaskan. Mereka beranggapan, kesamaan yang ada pada kedua sistem simbol yakni 64 heksagram I Ching dan kode genetika ini dapat memunculkan suatu asumsi yang masuk akal, yakni terdapat semacam sistem pengkodean yang ditampilkan informasi substansial dan non-substansial, segala makhluk di alam semesta ini dapat ditampilkan dengan 64 simbol dalam sistem ini. Dalam kebudayaan Timur kuno, sistem ini adalah I Ching, sementara dalam ilmu pengetahuan modern Barat, sistem pengkodean ini adalah kode genetika DNA. Sejumlah akademisi mengagumi, kedua kutub Yin dan Yang telah dimanifestasi pada setiap sel dalam tubuh kita, apakah ini semacam wujud manifestasi yang dimaksud pada aliran Tao bahwa “di dalam tubuh manusia terdapat pula Yin dan Yang”?

Sebenarnya I Ching tidak hanya memiliki makna yang mendalam terhadap ilmu genetika modern, bahkan penemuan sistem bilangan biner yang diandalkan teknologi komputerisasi modern pun, terkait dengannya.

I Ching dan Bilangan Biner

Di sini harus disebutkan tentang seorang filsuf sekaligus ahli matematika Jerman, Gottfried Wilhelm Leibniz, ia adalah seorang akademisi yang memiliki bidang ketertarikan yang sangat luas, dan disebut-sebut sebagai Aristoteles abad ke-17.

Pada 15 Maret 1679, Leibniz telah menemukan semacam metode kalkulasi, yang menggunakan sistem bilangan biner untuk menggantikan sistem desimal. Maka, dia pun menulis surat kepada Pastor Grimaldi dan Pastor Bouvet di Beijing tentang penemuan terbarunya itu, dan berharap penemuannya ini akan dapat mengundang ketertarikan Kaisar Kangxi yang ia ketahui merupakan “penggila matematika”.

Bouvet sangat terkejut setelah membaca surat dari Leibniz. Karena dia menemukan, konsep bilangan biner ini sangat menyerupai simbol dasar Yin dan Yang pada I Ching Tiongkok kuno. Maka dia pun membalas surat Leibniz dan mengatakan, “Anda tidak seharusnya menganggap bilangan biner sebagai ilmu pengetahuan baru, karena sistem ini telah ditemukan sejak dulu kala oleh Fuxi di Tiongkok.” Bouvet pun menganjurkan Leibniz agar menggunakan sistem enam trigram Tiongkok untuk menjelaskan bilangan biner, dan dikirimnya juga denah enam trigram buatan Fuxi. Setelah menerima surat itu, Leibniz juga sangat terkejut, ia juga kemudian meyakini bahwa I Ching sangat bermakna dalam ilmu matematika, dia percaya masyarakat Tiongkok kuno telah menguasai sistem bilangan biner, dan dalam ilmu pengetahuan telah jauh melampaui masyarakat Tiongkok pada abad ke 17 itu. Ia pun kembali menulis surat kepada Bouvet, menurut dirinya, Fuxi adalah sang pencipta ilmu pengetahuan Tiongkok, denah trigram adalah salah satu tonggak sejarah yang paling kuno dalam sejarah ilmu pengetahuan.

Dan sistem bilangan biner ini telah menjadi batu pondasi lahirnya teknologi komputer dan perkembangannya beberapa ratus tahun kemudian setelah ditemukan oleh Leibniz. Bisa dikatakan, banyak hal dalam hidup kita tidak terlepas dari sistem bilangan biner ini.

Sampai di sini, sungguh disayangkan. 

Sejarah kebudayaan tradisional Tiongkok yang sangat panjang dan begitu luas serta mendalam, akan tetapi yang terjadi kemudian adalah, justru sejumlah intisarinya melalui perkembangan sejarah secara bertahap telah terlupakan. Bahkan kearifan kuno seperti I Ching yang beruntung masih ada sampai sekarang, berapa banyak ilmuwan masa kini yang benar-benar memahaminya? Banyak orang yang memperoleh pendidikan ilmu empiris, bahkan mengecamnya sebagai takhayul. 

Akan tetapi menariknya adalah, seiring dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, ilmu pengetahuan dari sisi lain malahan telah menemukan, dan membuktikan bahwa kearifan kebudayaan Tiongkok kuno memiliki prestasi yang gemilang. Ada semacam perasaan, setelah mencari dan menjelajah ke berbagai penjuru, tapi pada akhirnya tetap kembali lagi ke titik semula.  (sud)