Bank Sentral Tiongkok Pangkas Suku Bunga Utama Gara-gara Kemerosotan Ekonomi Semakin Mendalam

Naveen Athrappully

The People’s Bank of China (PBOC) mengejutkan pasar dengan memangkas suku bunga utama untuk kedua kalinya pada tahun 2022, ketika ekonomi negara itu berjibaku untuk tumbuh.

Bank sentral menurunkan suku bunga pinjaman fasilitas medium-term lending facility atau pinjaman jangka menengah (MLF) satu tahun sebesar 10 basis poin, dari 2,85 menjadi 2,75 persen. Langkah ini bertujuan untuk menjaga likuiditas sistem perbankan “cukup banyak.”

PBOC menawarkan pinjaman MLF ke beberapa lembaga keuangan, dengan pinjaman saat ini berjumlah 400 miliar yuan (sekitar $59 miliar). PBOC juga menurunkan suku bunga utamanya yang menawarkan likuiditas jangka pendek kepada bank, dari 2,1 persen menjadi 2 persen.

Sebuah jajak pendapat Reuters baru-baru ini dari pengamat pasar telah memperkirakan PBOC untuk mempertahankan tingkat MLF tidak berubah. Ini adalah pertama kalinya sejak Januari 2022 PBOC menurunkan kedua tarif ini. 

Bank sentral sebelumnya telah mengisyaratkan bahwa pihaknya enggan untuk menurunkan suku bunga. Pasalnya, berbagai masalah ekonomi, seperti inflasi, meningkatnya utang, dan tekanan pada yuan.

Oleh karena itu, keputusan bank sentral dilakukan sebagai keputusan yang tidak terduga bagi banyak ahli. 

“Pemotongan suku bunga mengejutkan kami … Ini seharusnya menjadi respons terhadap data kredit yang lemah pada Jumat. Pemerintah tetap berhati-hati tentang pertumbuhan dan tidak akan melepaskannya,” kata Xing Zhaopeng, ahli strategi senior Tiongkok di ANZ kepada Reuters.

Keputusan PBOC mengikuti banyak data ekonomi yang suram. Penjualan ritel, misalnya, hanya tumbuh 2,7 persen pada Juli dibandingkan dengan tahun lalu. Ini turun dari 3,1 persen di Juni. Output industri tumbuh sebesar 3,8 persen, turun dari 3,9 persen.

Kredit baru tumbuh pada laju paling lambat sejak 2017. Perlambatan ekonomi  dimulai pada Maret setelah pihak berwenang memberlakukan lockdown secara ketat COVID-19 terhadap puluhan kota.

Kebijakan COVID-19, Kesengsaraan Pasar Properti

Menurut Nomura Holdings, pertumbuhan Tiongkok pada paruh kedua tahun 2022 akan dipengaruhi secara negatif oleh kebijakan ketat COVID-19, potensi perlambatan ekspor, dan penurunan pasar properti.

“Dukungan kebijakan Beijing bisa jadi terlalu sedikit, terlambat, dan terlalu tidak efisien,” kata Nomura tentang penurunan suku bunga dalam sebuah catatan, menurut Bloomberg. 

“Kami pikir pasar terlalu optimis tentang pertumbuhan di paruh kedua, dan kami memperkirakan babak baru pemotongan perkiraan pertumbuhan dalam beberapa minggu mendatang.”

Pasar properti Tiongkok juga mengalami kesulitan selama beberapa waktu. Dikarenakan sektor ini menyumbang sekitar 30 persen dari produk domestik bruto (PDB), kemudian memberikan tekanan yang signifikan pada perekonomian. 

Krisis di pasar properti dipicu oleh para pembeli yang marah. Mereka mengancam akan menghentikan pembayaran hipotek atas rumah yang belum selesai dibangun.

Menurut Goldman Sachs, situasi saat ini membuat orang-orang semakin enggan untuk berinvestasi di rumah baru. JP Morgan memperkirakan pendapatan semester pertama pengembang Tiongkok akan lebih rendah sebesar 30 persen dari tahun ke tahun.

Dalam tujuh bulan pertama 2022, investasi properti oleh pengembang  Tiongkok turun 6,4 persen. Pada  Juli, harga rumah baru turun untuk kesebelas bulan berturut-turut di 70 kota besar. (asr)