Pakar : Kekeringan dan Krisis Listrik Menghantarkan Tiongkok ke Situasi Sangat Kritis

oleh (Economics up & down)

Dalam beberapa hari belakangan ini udara panas dan kekeringan melanda sejumlah besar daratan Tiongkok, ditambah lagi dengan akibat dari krisis energi listrik yang sudah berlangsung selama beberapa tahun terakhir, banyak kehidupan masyarakat dan industri mengalami pukulan yang tidak kecil. Selain itu peringkat pertumbuhan ekonomi Tiongkok juga terus diturunkan oleh masyarakat internasional. Ada pakar yang mengingatkan bahwa Tiongkok sedang berada dalam situasi yang sangat kritis. Ia bahkan telah memprediksikan situasi ekonomi Tiongkok dalam 2 hingga 3 bulan ke depan. Lalu industri mana yang akan terpengaruh? 

Apalagi dalam situasi ekonomi Tiongkok saat ini, sementara tingkat pengangguran kaum muda sangat tinggi, masih ada kelompok orang yang telah terabaikan pemantauannya, mereka itu adalah masyarakat paruh baya Tiongkok yang hidupnya jauh lebih stres daripada yang lain, mereka ini selain tidak berani ikut-ikutan “Tang-ping” (sebuah tren yang menentang penekanan terhadap masyarakat Tiongkok untuk berkerja keras), mereka juga menghadapi ketidakpastian hidup yang sangat tinggi. Apa saja krisis yang dihadapi oleh kaum paruh baya ini ? Mari kita simak bersama topik tersebut.

Kondisi kekeringan lebih serius daripada tahun 1960-an, Akankah “Kekeringan hebat era Chongzhen” terulang ?

Pada tahun 2013, daratan Tiongkok juga mengalami serangan udara panas. Saat itu, beberapa istilah populer lahir di Internet karena cuaca yang panas. Tulisan-tulisan yang berbau ledekan dan gurauan pun tidak sedikit. 

Namun, udara panas memang membuat kehidupan nyata bertambah sulit. Bahkan banyak berita tentang udara panas yang beredar dari seluruh daratan Tiongkok, seperti elang pingsan karena panas, babi menderita heat stroke, unggas peliharaan mati karena udara panas, anggur segar berubah menjadi kismis, permukaan air Danau Poyang di Jiangxi turun mencapai tingkat terendah sejak tahun 1951, dan sebagainya. 

Menghadap kondisi iklim yang ekstrim, pertanian selalu menanggung beban paling berat. Misalnya, di Lembah Sungai Yangtze, di mana kekeringan sangat serius, tanah ladang pertanian sampai kering dan retak-retak. Padahal hasil tanaman musim gugur ini menyumbang tiga perempat dari produksi biji-bijian tahunan Tiongkok. Sementara di sebagian besar daratan Tiongkok, saat ini merupakan periode panen musim gugur. Oleh karena itu, kekeringan yang berkepanjangan pasti akan mempengaruhi hasil biji-bijian. Namun, beberapa media daratan Tiongkok masih gembar-gembor bahwa tahun ini Tiongkok masih akan panen besar biji-bijian musim gugur. Sebagaimana yang kita semua ketahui, bahwa tidak peduli seberapa besar kekeringan atau banjir, di bawah kepemimpinan Partai Komunis Tiongkok, selama lebih dari puluhan tahun panen besar biji-bijian selalu tidak pernah meleset. Bagaimanapun, pengungkapan kabar baik dan bukan kabar buruk semacam ini, sudah tidak perlu heran !

Beberapa warga sipil yang berusia lanjut mengatakan bahwa kekeringan yang dialami saat ini lebih buruk daripada kekeringan yang terjadi pada tahun 1960.

Kekeringan tahun 1960 itu terjadi di era PKT yang dipimpin oleh Mao Zedong yang menyebutnya sebagai “tiga tahun bencana alam”, karena antara tahun 1959 hingga 1961, terjadi bencana kelaparan nasional di Tiongkok yang menewaskan sekitar 15 hingga 55 juta penduduk. Kematian abnormal itu juga dikategorikan sebagai bencana kelaparan terbesar dalam sejarah manusia. 

PKT menyebut salah satu alasan terjadinya bencana kelaparan besar itu adalah bahwa dari bulan Januari hingga September 1960, daratan Tiongkok mengalami kekeringan yang parah. Namun, menurut data survei kemudian, bencana kekeringan yang terjadi sekitar tahun 1960-an itu tergolong kekeringan biasa, bukan kekeringan hebat. Jadi penyebab sebenarnya dari bencana kelaparan itu adalah akibat sejumlah program pembangkit ekonomi Tiongkok seperti “Lompatan Jauh ke Depan” yang ingin dalam waktu dekat melampaui AS dan Inggris yang sudah maju, dan gerakan politik yang “Anti-Kanan”. Liu Shaoqi, wakil ketua PKT sendiri pada tahun 1962 secara terbuka menyatakan bahwa apa yang disebut bencana alam 3 tahun itu adalah bencana yang 70% nya buatan manusia.

Jika kita melihat lagi ke masa-masa sebelumnya, kapan saja Tiongkok mengalami periode kering ? Menurut data yang dikumpulkan oleh para ahli, pada zaman Dinasti Ming, pernah terjadi total 174 kali bencana kekeringan.

Yang paling terkenal adalah “Kekeringan Hebat era Chongzhen”, yaitu kekeringan parah yang terjadi pada tahun 1637 hingga 1643. Saat itu, Provinsi Henan yang merupakan pusat daerah kekeringan, menderita kekeringan selama 7 tahun berturut-turut.

Padahal, kekeringan di Dinasti Ming itu sudah dimulai sekitar tahun 1585 hingga 1590, dan 40 tahun kemudian, kekeringan mencapai puncaknya pada periode era Kaisar Chongzhen yang merupakan masa akhir Dinasti Ming dan awal Dinasti Qing. Dalam kronik lokal Dinasti Ming “Hannan Xujun Zhi”, tercatat bahwa di tahun 1628 di mana adalah tahun pertama kepemimpinan Kaisar Chongzhen, hampir setiap tahun, selalu ada saja bencana seperti kekeringan, kelaparan, wabah belalang, banjir yang terjadi. Dan, pada tahun kesepuluh Chongzhen, sampai panen tanaman musim gugur mengalami gagal total, kemudian kekeringan terus berlanjut selama beberapa tahun.

Di tahun ke-17 Chongzhen, Dinasti Ming runtuh. Lalu seberapa besar luas dan dampak kekeringan saat itu ?

Bencana alam kekeringan di akhir Dinasti Ming itu tidak terbatas pada Lembah Sungai Kuning, tetapi menyebar di 20 provinsi dan kota, dan berlangsung selama 4 sampai 8 tahun di sebagian besar wilayah utara daratan. Pada tahun 1637, bencana itu dimulai di bagian barat laut Shaanxi, dan berakhir di Hunan pada tahun 1646. Daerah yang dilanda kekeringan paling parah terkonsentrasi di daerah sekitar Sungai Kuning, Sungai Haihe, dan 15 provinsi dan wilayah di bagian tengah dan hilir Sungai Yangtze.

Bencana yang berkepanjangan ini menyebabkan keruntuhan ekonomi total pada akhir Dinasti Ming dan memperburuk kerusuhan sosial. Pada tahun ke-2 dan tahun ke-3 Chongzhen, pemberontakan petani seperti Li Zicheng dan Zhang Xianzhong meletus di Guanzhong, Shaanxi, dan dalam waktu singkat melanda sebagian besar Tiongkok. Dinasti Ming akhirnya runtuh dan digantikan oleh dinasti baru yakni Dinasti Qing.

Inspirasi dan asosiasi yang tak ada habisnya selalu menyertai kita saat menyimak kembali perjalanan sejarah Tiongkok.

Ketika kita menengok Tiongkok hari ini yang sedang mengalami kekeringan dan udara panas, tentu saja perekonomian dan penghidupan masyarakat di sana menjadi terancam. Seperti yang telah kita sebutkan tadi, industri primer, yaitu pertanian adalah yang pertama menanggung beban berat, dan para petani di daerah yang dilanda bencana tentu saja paling menderita.

Dengan menerapkan pembatasan dan pemadaman listrik, maka bencana buatan manusia, yaitu kekurangan listrik juga menjadi godam yang memukul ekonomi Tiongkok yang nyaris roboh. Mengenai keterbatasan persediaan energi listrik, pihak berwenang Tiongkok mengatakan bahwa itu karena air Sungai Yangtze yang berkurang, sehingga daerah-daerah sekitarnya menghadapi krisis kekurangan listrik. Terlepas dari benar tidaknya alasan tersebut, tetapi tindakan pembatasan benar-benar menjadi bencana bagi daerah-daerah yang mengalami pemadaman listrik.

Misalnya, Sichuan dan Chongqing, kedua wilayah ini pada awalnya berencana untuk membangun klaster industri mobil bernilai triliunan renminbi. Akibatnya, pemadaman listrik dan penghentian produksi karena epidemi secara langsung berdampak pada rantai industri mobil Tiongkok saat ini. Karena kurangnya pasokan suku cadang dari Sichuan dan Chongqing, Shanghai Automotive Industry Corporation (SAIC) perakitan akhir mobil juga perusahaan Tesla di Shanghai terpaksa menghentikan produksi mobil.

Bagaimana cara mereka mengatasinya ? Pihak Shanghai tentu tidak ingin begitu saja PDB-nya terseret turut oleh menurunnya pasokan suku cadang dari SIchuan dan Chongqing. Pada 16 Agustus, Shanghai mengirim surat ke Sichuan, meminta otoritas untuk mensuplai tenaga listrik kepada perusahaan-perusahaan utama di industri mobil Sichuan dan mengurangi waktu pemadaman listrik di siang hari. 

Selain itu, dampak pembatasan penggunaan listrik tidak terbatas pada wilayah Sichuan dan industri otomotif, bahkan berbagai kebijakan yang berkaitan dengan pembatasan pemakaian listrik, seperti “Hemat listrik”, “Mengatur suhu AC agar tidak terlampau boros listrik”, “Giliran pemadaman listrik”, “Mengurangi penggunaan lift” dan sebagainya diberlakukan di Provinsi Anhui, Zhejiang, Jiangsu, dan wilayah lainnya.

Dengan adanya pemadaman dan pembatasan penggunaan listrik berskala besar, bank-bank investasi internasional juga telah menurunkan penilaian mereka terhadap pertumbuhan ekonomi Tiongkok. Goldman Sachs menurunkan perkiraan pertumbuhan ekonomi tahun 2022 dari 3,3% menjadi 3,0%. Sedangkan Nomura menurunkan perkiraan pertumbuhan dari 3,3% menjadi 2,8%.

PKT menggunakan bencana alam sebagai tempat pelemparan kesalahannya 

Kemudian, mungkin saja beberapa orang berkeluh bahwa ini semua adalah akibat dari kekeringan, yang akhirnya mempengaruhi pembangkit listrik tenaga air. Dan suhu udara yang sangat panas meningkatkan pemakaian listrik yang menyebabkan kekurangan daya listrik.

Namun, beberapa analis percaya bahwa kekeringan dan udara panas kali ini bukanlah biang keladinya masalah, tetapi itu dimanfaatkan oleh Partai Komunis Tiongkok (PKT) sebagai alasan untuk melempar tanggung jawabnya. Dengan kata lain, seperti halnya bencana kelaparan hebat di tahun 1960-an, PKT kembali menyalahkan alam yang ciptaan Tuhan sebagai tempat pelemparan tanggung jawabnya. Sedangkan di balik kekurangan listrik, alasan tersembunyi yang paling utama adalah bencana buatan manusia di balik hampir terputusnya aliran air Sungai Yangtze.

Menurut analisis ini, krisis energi listrik di daratan Tiongkok telah berlangsung selama 3 tahun berturut-turut, dan situasinya tidak kunjung membaik, bahkan memburuk dari tahun ke tahun. Hal ini mencerminkan otoritas tidak peka terhadap peringatan dini atas kebutuhan pasokan dan permintaan listrik, serta sudah terjadi kesalahan desain dalam membangun pembangkit listrik yang dilakukan oleh tingkat atas PKT.

Selain itu, PKT telah menciptakan banyak alasan untuk menutup-nutupi kekeringan yang menyebabkan aliran air Sungai Yangtze nyaris terputus. Otoritas Tiongkok yang membangun sejumlah waduk raksasa di aliran Sungai Yangtze dan anak-anak sungainya telah memotong aliran air, membuat aliran air sungai terputus, inilah penyebab mengapa Sungai Yangtze hampir tak berair.

Dengan kata lain, akar penyebab terputusnya aliran air Sungai Yangtze adalah akibat dari motto “usaha manusia menaklukkan alam” yang telah dicanangkan PKT sejak beberapa dekade terakhir. Akibat dari aliran air Sungai Yangtze yang “diamputasi” sesuka hati para pimpinan PKT.

Sungai Kuning dan Sungai Yangtze dikenal sebagai sungai induk bagi bangsa Tionghoa. Namun, dalam 70 tahun lebih sejak PKT berhasil merebut kekuasaan dari Republik Tiongkok pimpinan Chiang Kai-shek, Aliran air Sungai Kuning telah terputus selama beberapa dekade, dan aliran air Sungai Yangtze saat ini juga nyaris terputus.

Tidak heran jika orang-orang Tionghoa yang percaya pada “sensasi antara Langit dan manusia” menganggap berhentinya aliran air Sungai Yangtze dan Sungai Kuning sebagai tanda-tanda “Langit yang akan mengubah”.

Pada 18 Agustus, Wang Dan, kepala ekonom “Hang Seng Bank Tiongkok” mengatakan bahwa situasi Tiongkok saat ini cukup kritis, dalam dua hingga tiga bulan ke depan, gelombang panas dapat berlanjut, hal itu akan mempengaruhi industri yang energi-intensif. Dan, dapat berdampak knock-on terhadap ekonomi Tiongkok secara keseluruhan, bahkan mempengaruhi rantai pasokan global. Selain itu, produksi dari industri baja, kimia, dan pupuk yang juga penting untuk konstruksi, pertanian, dan manufaktur mulai melambat.

Warga Tiongkok paruh baya pengangguran yang tidak berdaya

Usai membahas soal udara panas, kekeringan, kini giliran kita melihat situasi pengangguran di Tiongkok.

Dari data tentang pengangguran bulan Juli tahun ini yang dirilis pihak berwenang kita dapat melihat bahwa tingkat pengangguran penduduk Tiongkok berusia 16 – 24 tahun adalah 19,9%, yang hampir 1 dari setiap 5 orang muda dalam kelompok usia tersebut tidak mendapatkan pekerjaan. Namun, tidak hanya kaum muda yang menganggur, akhir pekan lalu, ada artikel lain di media Tiongkok berjudul “Apa yang terjadi dengan kaum paruh baya setelah mereka kehilangan pekerjaan ?” Tulisan ini telah membuat isu pengangguran warga paruh baya menjadi muncul ke permukaan.

Artikel tersebut menyebutkan bahwa kisah yang ditampilkan di sini adalah kisah nyata yang terjadi pada seorang teman. Ibu teman saya yang berusia kurang dari 50 tahun kehilangan pekerjaan, bahkan sulit juga untuk dapat menemukan pekerjaan sebagai penyapu jalan …. Artikel menyebutkan bahwa selain kaum muda yang baru lulus, ada sekelompok masyarakat lain yang juga menghadapi risiko pengangguran yang sangat tinggi, mereka ini adalah para pekerja yang berusia di atas 45 tahun.

Dengan kata lain, selain para pemuda baru lulus yang menghadapi kesulitan mencari pekerjaan, bahkan orang tua mereka pun sedang menghadapi risiko pengangguran yang sangat tinggi. Adapun orang yang berusia 40-an ini memang sedang dalam masa menanggung beban hidup 2 generasi, yakni generasi di atas dan generasi di bawah, sehingga mereka terpaksa tidak dapat ikut “Tang Ping” meskipun ketika menjadi pengangguran.

Artikel ini juga memicu diskusi hangat para netizen. Di antara sejumlah besar komentar netizen itu, ada yang berbunyi : Bukankah mereka ini sudah menjadi bos-bos dari pekerjaan informal sebagaimana yang dituturkan oleh pemerintah …. Ada pula netizen yang menulis : Hari ininya mereka adalah hari esoknya kita. Dari tulisan kedua netizen ini, kita dapat melihat bahwa di daratan Tiongkok sekarang, banyak orang yang menghadapi kehilangan pekerjaan, juga tidak memiliki uang.

Menurut data ekonomi bulan Juli tahun ini yang dirilis oleh pemerintah Tiongkok, terlihat bahwa tingkat pengangguran untuk orang dewasa berusia 25 hingga 59 tahun hanya 4,3%. Namun, berapa banyak “campuran airnya ?”

Bagaimana kaum paruh baya ini dapat menemukan pekerjaan dengan lancar dalam menghadapi diskriminasi usia dan ketidaksesuaian pengetahuan dan keterampilan ? Apakah menjadi pengantar barang atau makanan pesanan konsumen ? Namun, dalam perekrutan Meituan, batas usia atas bagi para pengantar barang pesanan adalah 50 tahun. Adapun pekerjaan kasar seperti tukang kebersihan, keamanan, dan pelayan, selama usia 20 dan 30 tahun masih laku direkrut, tetapi siapa yang bersedia merekrut pekerja berusia 50 tahun ?

Tentu saja sebagian orang berpikir bahwa kaum paruh baya yang menganggur juga dapat memulai wirausaha atau menjadi penjualan, apalagi dengan berkembangnya media online, mereka mungkin juga dapat menulis artikel, membuka kolom, atau pun jika pandai memasak hidangan bisa buka warung, merekam video dan sebagainya.

Lalu, bagaimana dengan nasib seorang ibu pengangguran yang kita sebutkan di atas tadi ? Artikel itu menyebutkan bahwa ibu teman saya sekarang menjadi pekerja yang menangani pengemasan kaus kaki di desa. Mendapat bayaran 3 atau 4 sen per pasang sesuai dengan banyaknya kaus kaki yang ia kemas dalam kantong plastik. Ia bekerja dari jam 6 pagi sampai jam 8 malam, dengan pendapatan paling banter RMB. 50,- Artinya, jika ia bekerja 14 jam sehari, ia baru bisa mendapatkan RMB. 50,- dan bisa mendapatkan uang RMB. 1.500,- (setara IDR. 3.225.000,-) sebulannya jika bekerja tanpa istirahat minggu.

Entah ada berapa banyak pekerja yang membuat orang tidak mati kelaparan. karena memenuhi “kriteria” pekerjaan informal, sehingga mereka ini tidak dimasukkan ke dalam golongan pengangguran, maka angka pada tingkat pengangguran Tiongkok bisa cuma 4,3%.

Baru-baru ini, di internat Tiongkok terdapat postingan yang menggambarkan ada seorang netizen Tiongkok berusia 36 tahun yang ingin berimigrasi ke Kanada. Menurut yang bersangkutan, pendapatan keluarganya setelah pajak adalah RMB. 530.000,-.

Salah satu alasan yang ia kemukan untuk imigrasi adalah : Pasar tenaga kerja di daratan Tiongkok saat ini sudah tidak mampu mencerna para lulusan baru, dan fenomena diskriminatif usia 35 tahun di tempat kerja sudah semakin meningkat. Bagi orang berusia 45 tahun ke atas mungkin saja menghadapi ancaman jadi pengangguran permanen.

Tampaknya kecemasan pengangguran yang dihadapi kaum paruh baya di Tiongkok kini mulai menyebar ke kaum pemudanya.

Tidak peduli bagaimana PKT mengklaim bahwa sosialisme memiliki segudang “keuntungan institusional”, namun semua orang telah melihat bahwa ekonomi Tiongkok sekarang sedang sakit keras, bahkan para ekonom Tiongkok sendiri pun tidak mampu menggunakan alasan tepat untuk menilai masalah dan memberikan solusi penyembuhannya. Karena semua itu terjadi berkat “politik yang berkuasa” dan sangat menyimpang dari hukum ekonomi pasar. Pemerintah seperti ini jelas tidak akan bisa benar-benar peduli terhadap kehidupan rakyatnya.

Sesungguhnya, rakyat Tiongkok dengan ketulusan dan kecerdasan yang dimiliki, mereka sepenuhnya mampu menciptakan masyarakat yang cerah di mana keadilan, kekayaan, dan hak-hak bawaan dinikmati oleh semua warga. Namun, untuk mengubah situasi ini, kita tidak hanya harus mengenali sifat jahat PKT, tetapi juga memiliki keberanian untuk mendobrak penghalang ini. Untungnya, dalam sejarah Tiongkok yang berusia ribuan tahun, terbukti selalu ada pemerintahan hebat yang muncul setelah kekacauan besar. Kekuatan baru akan menggeser kekuatan lama yang sudah bobrok. (sin)