Kuil Shaolin Beli Tanah Senilai 1 Triliun Rupiah, Pendana Besar Ternyata dari Dalam Biara

ECONOMICS UP AND DOWN

Pada April lalu, sebuah berita tentang pelelangan sebidang tanah di Zhengzhou, Provinsi Henan, menduduki puncak pencarian di internet, alasannya adalah, pembeli yang berhasil memenangkan lelang itu ternyata adalah “tempat suci Kungfu” yakni Kuil Shaolin. Di tengah lesunya bisnis sektor properti Tiongkok saat ini, Kuil Shaolin justru melawan arus merebut lahan.

Tindakan melawan arus yang begitu mantap seperti ini telah mengejutkan dan membuka mata masyarakat luas bahwa ternyata benar kuil itu “bertuah”. Apalagi, seolah sangat kebetulan, di saat yang sama ada lagi sebuah berita mengenai sebuah vihara yang sedang merekrut tenaga akuntan dengan gaji 10.000  RMB  (22 juta  rupiah  per 5/8) per bulan, yang juga menjadi topik pembahasan hangat. Dalam iklan lowongan kerja tersebut juga dijelaskan sifat pekerjaan yang sangat bersih dari segala kekotoran duniawi, disediakan makan, jam kerja dari pukul 9 pagi hingga 5 sore. Tidak sedikit warganet tercengang dan berkomentar: “Buddha yang Maha Belas Kasih! Apakah Sang Buddha begitu membutuhkan tenaga akuntansi?”

Seperti diketahui, sektor properti Tiongkok dewasa ini terjerumus ke dalam krisis hutang, raksasa internet pun berbondong-bondong mem-PHK karyawan, baik perusahaan maupun masyarakat merasakan tekanan hidup, akan tetapi masyarakat tidak pernah menyangka, ternyata vihara adalah pemilik kekayaan yang sesungguhnya. Mengapa pada kalangan agama di Tiongkok ada kejadian aneh seperti ini?

Tak Hanya Properti, Sejak Dulu Kuil Shaolin Telah Menjadi “Imperium Bisnis”

Bagi para pengembang properti di Tiongkok, 2022 adalah tahun paceklik bagi mereka, kita lihat saja pasar lelang tanah sebagai contoh, menurut data dari China Index Academy, skala pengambilan tanah pada kuartal pertama di Tiongkok, dibandingkan periode yang sama telah menyusut hampir 60%. Dalam daftar seratus pengembang properti terbesar, hampir 70% di antaranya tidak lagi membeli tanah. 

Akan tetapi, di saat begitu banyak perusahaan pengembang properti sedang “tiarap” saat ini, dari “Kuil Shaolin” yang merupakan biara kuno itu, justru beredar kabar telah mengambil tanah. Pada 6 April pagi hari, Kota Zhengzhou telah menyerahkan sebidang lahan bisnis di distrik baru sisi timur kota itu, dengan luas sekitar 3,8 hektar, pembelinya adalah Henan Tiesong Digital Technology Co. Ltd. dengan harga 452 juta RMB (998 miliar rupiah per 5/8).

Setelah itu, media massa baru mendapati, ternyata “Tiesong Digital” adalah perusahaan yang baru saja berdiri setengah bulan lalu, dengan modal terdaftar persis di angka 452 juta RMB, tepat seharga tanah yang ditransaksikan tersebut. Sepertinya, perusahaan ini memang dibentuk khusus untuk membeli tanah ini.

Lalu, siapakah yang mendirikan perusahaan ini?

Dua  pemegang  saham  utama Tiesong Digital, masing-masing adalah Henan RCIC (Railway Construction & Investment Company) dan juga Henan Yuanhan Industrial Co. Ltd. Henan RCIC memiliki saham mayoritas 51%, sedangkan Henan Yuanhan memiliki 49% saham. Henan RCIC dimiliki oleh pemerintah Provinsi Henan, se- dangkan Henan Yuanhan sendiri 70% sahamnya dimiliki oleh pihak Kuil Shaolin yaitu Henan Shaolin Intangible Asset Management.

“Henan Shaolin Intangible Asset” yang berdiri sejak 1998 ini, adalah salah satu aset paling penting di bawah panji Kuil Shaolin di Songshan Provinsi Henan, operasional bisnis yang dimiliki oleh Kuil Shaolin, semuanya dilakukan oleh “Shaolin Intangible Asset” ini. Lalu siapakah sebenarnya yang mengendalikan perusahaan tersebut? Dia adalah kepala Kuil Shaolin saat ini, yakni Kepala Biara Shi Yongxin.

Setelah mengetahui hubungan perusahaan tersebut, tak heran bila masyarakat juga mengatakan, Kuil Shaolin bersiap menyerbu masuk ke sektor properti.

Menurut pemberitaan media massa, Komisi Manajemen Distrik Baru Zhengdong berencana membangun sebuah proyek komprehensif di kawasan ini, termasuk  pusat  seni  dan  pertunjukan, galeri pameran seni, taman budaya kreatif, juga hotel bintang lima, service apartemen dan lain sebagainya. Masyarakat luas menduga, keterlibatan Kuil Shaolin dalam proyek ini, kemungkinan besar berniat melangsungkan show para bhiksu beladiri di gedung seni tersebut, atau memutar film-film seperti “Shaolin Temple”, “Shaolin Soccer”, dan lain-lain untuk mempromosikan Kuil Shaolin.

Namun sebenarnya, ini bukan- lah pertama kalinya Kuil Shaolin menginjakkan kaki di sektor properti. Sebuah perusahaan di bawah panji “Shaolin Intangible Asset” yang sudah

dihapuskan, dulunya pernah beroperasi di bidang properti. Dan sejak Februari 2015 lalu, telah beredar  kabar  bahwa Kuil Shaolin hendak membangun hotel bintang empat dan lapangan golf di Australia, waktu itu juga sempat memicu kegemparan kalangan media massa dan internet di Tiongkok. Akan tetapi, ada media massa memberitakan kemudian bahwa proyek perumahan dan lapangan golf dalam rencana pengembangan pada akhirnya tidak disetujui oleh Komisi Evaluasi. Akhirnya, tidak pernah lagi ada berita tentang proyek tersebut.

Namun beroperasinya Kuil Shaolin secara komersil sudah dimulai sejak lama. Kuil Shaolin pada 1998 telah mendirikan Henan Shaolin Temple Industrial Development Co Ltd., kemudian lewat perusahaan yang terdaftar dan pertunjukan komersil, Kuil Shaolin menerbitkan buku dan memproduksi musik, bahkan juga membangun biara cabang, toko online, dan lain-lain, peta bisnisnya terus diperluas, saat ini bisnis Kuil Shaolin telah meliputi bidang budaya, kuliner, obat-

obatan, busana dan lain sebagainya. Di saat yang sama, Kuil Shaolin juga mengadakan sistem “penitipan biara”,  yang  telah  berhasil  memperoleh hak pengelolaan dari se- jumlah biara, dengan sistem bagi hasil dengan biara-biara tersebut.

Jadi, Kuil Shaolin mengembang- kan “ekonomi kungfu” sudah bukan lagi hal baru di pasar, dan yang mendorong gerakan komersil Kuil Shaolin, adalah orang yang menjabat sebagai Kepala Biara Shaolin sejak 1999 yakni Shi Yongxin yang sekarang berusia 57 tahun. Media massa mengungkapkan, selama 23 tahun hingga September 2020, Kuil Shaolin telah mendaftarkan sebanyak 666 buah merek dagang, dan lebih dari 80% di antaranya memiliki logo “Shaolin”.

Sebagai “penguasa” Kuil Shaolin, yang dilakukan oleh Shi Yong- xin senantiasa bertolak belakang yakni “badan di biara, hati di dunia (padahal sesuai peraturan ketat dari agama Buddha, para bhiksu dan bhiksuni diwajibkan untuk menjauhi nafsu keduniawian terutama harus hidup berselibat)”. 

Selama bertahun-tahun, kehidupan glamor Shi Yongxin telah banyak menarik perhatian, ada warganet yang mengungkapkan bahwa di antara benda milik pribadi Shi Yongxin, terdapat seuntai tasbih yang terbuat dari kayu Phoebe Zhennan yang sangat langka, diperkirakan nilainya mencapai puluhan juta Yuan, dan disebut-sebut sebagai salah satu tasbih termahal di dunia. Lagipula sebagai seorang pemimpin kuil kuno berusia ribuan tahun, secara logika, tak heran jika memiliki seuntai tasbih yang berharga.

Akan tetapi, segala sesuatu yang melekat pada diri Shi Yongxin selaku seorang biarawan, justru di luar jangkauan masyarakat pada umumnya. Shi Yongxin pada 2013 diketahui memiliki sebuah skuter mewah Audi Q7, sebagai “orang nomor satu” di sebuah kuil terkenal, karena kebutuhan kerja, memiliki sebuah skuter adalah hal wajar. Tetapi, kemudian ada yang melaporkan 7 dosa besar Shi Yongxin, dikatakan bahwa dia memiliki banyak mobil mewah, dan memanipulasi pembukuan untuk menggelapkan uang sumbangan di kuil, juga menggalang dana hingga puluhan juta RMB dengan dalih pembuatan lonceng besar.

Tak hanya itu, pada 2011, Shi Yongxin kedapatan memiliki reke- ning sedikitnya senilai 3 miliar USD (44,7 triliun rupiah, per 5/8) di luar negeri, mempunyai villa di AS dan Jerman, mempunyai istri simpanan bernama Li Jingqian yang dulunya adalah mahasiswi Beijing University, keduanya memiliki satu orang anak, dan sekarang ibu dan anak menetap di Jerman. Pada 2015, ada lagi yang melaporkan Shi Yongxin telah menguasai harta milik Kuil Shaolin dan mempermainkan wanita hingga memiliki anak perempuan yang tidak sah. 

Menurut data situs web TianYan- Cha.com, Shi Yongxin menguasai 80% saham dari Shaolin Intangible Assets Management Company, yang telah berinvestasi pada 16 perusahaan, dengan total  nilai  investasi  mencapai 80 juta yuan (174 miliar rupiah), dan yang dilanjut hingga saat ini  masih ada 7 perusahaan. Sampai dengan saat ini Shi Yongxin masih memiliki kuasa penuh atas 18 perusahaan.

Akan tetapi, walaupun berbagai pengaduan terus berlanjut, Shi Yongxin masih kokoh menduduki posisi sebagai kepala kuil, tanpa perlu Shi Yongxin tampil sendiri memberikan penyanggahan, pemerintah Provinsi Henan telah menyangkal segala tuduhan terhadap dirinya. Dan dari tindakan pengambilan tanah oleh Kuil Shaolin kali ini, menandakan bahwa Shi Yongxin jelas masih merupakan tokoh populer dari pemerintah.

Faktanya, Shi Yongxin adalah seorang bhiksu politik yang diciptakan oleh Partai Komunis Tiongkok (PKT). Pada 1992, Shi Yongxin berkenalan dengan Zhao Puchu yang kala itu merupakan Ketua Buddhist Association of China, walaupun mantan kepala kuil sebelumnya menilai sifat dan perilaku Shi Yongxin kurang baik, namun justru dipromosikan oleh Zhao Puchu, maka pada 1999 Shi Yongxin diangkat menjadi Kepala Kuil Shaolin, kemudian kepada Shi Yongxin diberikan jabatan resmi sebagai “Wakil Ketua Buddhist Association of China” dan juga sebagai “Ketua Buddhist Association of Provinsi Henan”, dan selama beberapa periode berturut-turut ia dijadikan sebagai anggota Kongres Rakyat Nasional.

Tentu saja, Shi Yongxin  juga  tidak mengecewakan PKT, Shi Yongxin mengusulkan suatu teori, yang disebut “agama Buddha harus mengikuti perkembangan zaman”. Sementara itu Kuil Shaolin juga telah menjadi mesin penyedot uang super bagi Shi Yong- xin. 

Pada saat bersamaan, Shi Yongxin sendiri telah menjadi pohon berbuah uang bagi pemerintah, yang mendorongnya semakin mensejajarkan diri dengan para petinggi, dan berbagi kekuasaan.

Oleh sebab itu, di bawah dorongan pemerintah setempat, Shi Yongxin memanfaatkan reputasi kuil kuno yang telah bersejarah ribuan  tahun itu,  dan memanfaatkan   keyakinan masyarakat, menjadikan tempat yang aslinya suci bagi ajaran Buddha itu menjadi sebuah imperium bisnis yang penuh dengan aroma uang. 

Diyakini, bagi banyak kaum biarawan yang sejati berkultivasi, tingkah laku Shi Yongxin yang mengenakan jubah Kāṣāya tapi bergaya seperti bos perusahaan dan memasarkan ke seluruh dunia, itu adalah sindiran yang sangat besar.

Ajaran Buddha Sudah Bukan Tanah Suci lagi, Kekacauan Agama di RRT Merajalela

Akan tetapi, di kalangan agama di RRT, yang merosot bukan hanya Kuil Shaolin dan Shi Yongxin saja. Di awal artikel sudah kami utarakan, baru-baru ini, masyarakat dihebohkan oleh berita tentang sebuah kuil yang sedang mencari seorang tenaga akuntansi. Pihak yang merekrut itu adalah Kuil Guangxiao yang terkenal di Kota Guangzhou dan telah bersejarah lebih dari 1.700 tahun, yang juga merupakan unit cagar budaya kelompok pertama di Tiongkok. 

Kuil Guangxiao hendak merekrut seorang akuntan, tidak hanya jam kerjanya teratur, mulai pukul 9 hingga 17, libur dua hari di akhir pekan, gaji yang ditawarkan juga lumayan, gaji setelah diangkat sebagai karyawan tetap mencapai 10.000 Yuan (21.800.000 rupiah), masih ditambah lagi dengan lima asuransi dan satu tunjangan. (5 asuransi 1 tunjangan adalah program kesejahteraan sosial bagi tenaga kerja di Tiongkok, 5 asuransi terdiri dari asuransi kesehatan, asuransi kecelakaan kerja, asuransi pensiun, asuransi pengangguran, dan asuransi melahirkan, sedangkan 1 tun- jangan itu adalah tunjangan tabungan perumahan karyawan.)

Di tengah lingkungan ekonomi Tiongkok saat ini, sebuah kuil menawarkan penghasilan yang begitu baik, tentu saja membuat banyak orang terperangah. Kesampingkan dulu soal tinggi rendah gajinya, lingkungan kerja “996” (masuk pagi pukul 9 pulang malam pukul 9 seminggu 6 hari bekerja, red.) yang kian gencar ini, hanya perkara “masuk pukul 9 pulang pukul 5” dan “libur 2 hari sepekan” saja bagi para pekerja di perkotaan sudah menjadi suatu daya tarik yang sangat menggoda.

Selain Kuil Guangxiao, Kuil Six Banyan di Provinsi Guangdong, Kuil Jade Buddha di Shanghai, Kuil Fabao di Provinai Jiangsu, dan lain sebagainya, juga merekrut posisi akuntansi dan keuangan serupa. Sepertinya, biara dan kuil sangat memperhatikan urusan pembukuan. Mungkin pembaca akan merasa, bukankah “kuil kecil menerima sedikit dana sumbangan saja”, mengapa sampai harus menggunakan akuntan profesional? Jika pemikiran Anda masih seperti itu, maka Anda salah besar.

Pertama, jangan remehkan dana sumbangan yang diterima di kuil. Lihat saja Kuil Shaolin sebagai contoh, masyarakat yang berkunjung mencapai hampir 2 juta orang per 2018, setiap orang membeli karcis masuk sebesar 80 yuan (175.000 rupiah), dalam setahun saja keuntungan Kuil Shaolin yang dikepalai oleh Shi Yongxin itu mencapai 150 juta yuan (327 miliar rupiah).

Kedua, sekarang kuil yang agak besar sudah memiliki yayasan sosialnya sendiri. Beberapa waktu lalu, investor terkenal bernama Zhu Xiaohu mengatakan, “investasi malaikat” pada platform layanan pemesanan makanan online RRT yakni Eleme Inc. (Ele.me) sebesar 100.000 yuan (218 juta rupiah) di awal pendiriannya, adalah bersumber dari Kuil Jade Buddha Shanghai. Namun kemudian pernyataan tersebut ditepis oleh pihak Kuil Jade Buddha dengan mengatakan itu bukanlah investasi malaikat, melainkan merupakan Dana Wirausaha Mahasiswa yang diberikan oleh pihak Kuil Jade Buddha, yang merupakan kredit tanpa bunga, sebagai salah satu kegiatan amal.

Kuil Jade Buddha ini bahkan mengembangkan kolaborasi antara kuil dengan perguruan tinggi di seluruh Tiongkok. Pada 2005, Kuil Jade Buddha bekerja sama dengan Antai College of Economics and Management of Shanghai Jiao Tong University, mengadakan “Program MBA Eksekutif Kuil Jade Buddha”, peserta pada periode pertama 13 orang, semuanya merupakan biarawan dan pengikut Buddha awam [Upāsaka (pria) atau Upāsikā (wanita), red.]. Mengutip perkataan Kepala Kuil Jade Buddha yakni Master Jue-xing, inilah yang disebut “dengan semangat suci, melakukan hal duniawi”.

Dosen filosofi dari Fudan University, Wang Defeng, pernah menjelaskan hal ini dalam suatu seminar. Dia mengatakan, suatu hari di kampus Fudan University ia pernah bertemu dengan seorang bhiksu yang mengenakan jubah Kāṣāya, bhiksu itu mengatakan dirinya adalah seorang pengawas di sebuah biara, datang untuk menempuh studi MBA. Wang Defeng mengatakan, ia cukup terkejut waktu itu, dalam hati ia berpikir, pasti mangkuk Pindapatta (mangkok sedekah, red.) di biaranya sangat besar, di dalamnya dapat menyimpan begitu banyak beras dan sumbangan sehingga perlu dikelola. Dulu mangkuk yang digunakan oleh Sang Buddha Sakyamuni sangat kecil, yang hanya cukup diisi dengan makanan untuk satu kali makan.

Tak hanya itu saja, kita semua mengetahui bahwa sejak zaman dulu semua pendeta dalam agama ortodoks (berpegang teguh pada peraturan dan ajaran resmi) hidup selibat (memutus nafsu birahi). Dalam sutra Buddha dikatakan, bagi pelanggar pantangan nafsu birahi, dosanya sangat besar. Akan tetapi, para bhiksu di Tiongkok zaman sekarang selain tidak berpantang, juga secara berjamaah mengunjungi kompleks pelacuran. Pada 2012, tabloid mingguan East Week pernah memberitakan, bhiksu dari tiga kuil kuno bermaksiat secara berjamaah, di antara ketiga kuil kuno itu, salah satu- nya adalah Kuil Guangxiao yang kali ini merekrut tenaga akuntasi itu. 

Faktanya, para petinggi PKT dari kalangan keagamaan, mayoritasnya adalah anggota rahasia PKT. Sebagai contoh, mantan Buddha Association of China, Zhao Puchu, yang merupakan anggota lama PKT, bahkan ada yang mengatakan dirinya adalah mata-mata. Orang-orang ini walaupun mengenakan jubah keagamaan, tapi peran sesungguhnya adalah sebuah pion yang bekerja untuk PKT, dan karena jubah itu pulalah PKT bisa menggunakan metode pertarungan politik untuk menguasai kalangan agama, dan para umatnya.

Seperti diketahui, agama adalah pintu untuk berkultivasi, dan melepas keduniawian, yang ditekankan adalah “daratan seberang” dan “kerajaan langit”. Buddha Sakyamuni, sebelumnya adalah pangeran di India, yang meninggalkan tahta kerajaan duniawinya untuk berkultivasi, tapi bhiksu politik palsu PKT justru mendorong para biarawan mencari kesenangan dan kemewahan duniawi, telah meng- ubah total inti ajaran dan makna agama.

Perlu diketahui, PKT menyatakan dirinya sebagai partai politik yang ateis, dengan sendirinya membenci semua agama yang meyakini Tuhan, dan segala hal yang telah dilakukan PKT setelah berkuasa puluhan tahun di Tiongkok, adalah mengubah ajaran agama, memusnahkan kepercayaan masyarakat Tiongkok terhadap Tuhan, dan merusak moralitas masyarakat.

Sedangkan Buddha Sakyamuni saat membabarkan ajaran Buddha, sebenarnya juga telah meramalkan hal ini, yakni setelah sang Buddha wafat, tiba masanya raja iblis akan menjelma menjadi bhiksu, bhiksuni, dan pengikut Buddha awam untuk mengacaukan ajaran Buddha. Sakyamuni juga mengatakan, pada saat ajaran sesat itu marak akan timbul perubahan iklim yang tidak wajar, dan terjadinya bencana silih berganti, serta merosotnya moralitas masyarakat secara keseluruhan. Melihat kondisi ini, di era kita eksis sekarang ini, sangat sesuai dengan kondisi akhir zaman seperti yang dikatakan Buddha Sakyamuni, maka tak heran dunia saat ini begitu tidak damai, pandemi belum lagi usai, perang sudah meletus, dan banyak ramalan lain juga mengatakan, akan terus terjadi bencana yang lebih besar, sepertinya semua ini patut dikhawatirkan oleh umat manusia.

Akan tetapi, Buddha Sakyamuni juga meninggalkan sebersit harapan bagi umat manusia, dalam ramalan itu dikatakan bahwa akan ada Sang Maha Sadar yang baru yakni: Buddha Maitreya, yang akan kembali turun ke dunia untuk menyelamatkan manusia, di tengah masyarakat manusia akan muncul secercah cahaya baru, kita sekarang ini persis berada pada masa yang istimewa ini. (sud/whs)