Rusia Caplok Empat Wilayah Ukraina Timur, Putin Berfokus Pada Lima Strategi

DR. Xie Tian

Selama lebih tujuh bulan berlangsungnya Perang Rusia-Ukraina, seputar hal dalam perang ini, mulai dari karakternya – penyebab di baliknya – faktor sejarah perang – pendukung di balik kedua pihak yang berseteru – serta arah pergerakan perang dan hasil akhirnya, jelas terjadi dua kubu yang saling berseberangan sengit, dengan demikian telah hadir suatu perpecahan lagi di dalam masyarakat melengkapi: Masalah Trump, menyikapi pilpres AS 2020 lalu, dalam menghadapi vaksin dan pandemi, menghadapi serangkaian keputusan Mahkamah Agung AS dan sebagainya.

 Oposisi dan perpecahan semacam ini acap kali membuat masyarakat mengabaikan bahwa bahaya terbesar di dunia saat ini adalah rezim Partai Komunis Tiongkok (PKT) berikut faktor komunisme di balik partainya. Pada saat menghadapi dunia yang dikuasai oleh PKT ini, jika masyarakat tak bisa berpikiran jernih, dan mengenali bahaya yang sebenarnya, lalu di saat mara bahaya sudah di depan mata, malahan timbul kekacauan pada kubunya sendiri, saling curiga mencurigai, serta terpecah dan berkonfrontasi, ini tak diragukan lagi sudah melanggar pantangan dalam siasat kemiliteran.

 Terutama adalah, dalam mengambil posisi yang berbeda terhadap Rusia dan Ukraina, hal ini membuat masyarakat di luar negeri bahkan kubu anti-komunis pun mengalami kekacauan, serta mulai saling menyerang, saling mewaspadai dan saling menghujat, hal ini sebenarnya sama sekali tidak perlu.

 Terutama adalah, seiring dengan terus bergulirnya situasi perang, empat wilayah di Ukraina Timur sudah dicaplok oleh Rusia, jalur pipa gas alam Nord Stream diledakkan dengan sengaja, bahkan dengan niat jahat kabel komunikasi bawah laut Eropa diputus, gembar-gembor serta bahaya penggunaan senjata nuklir dan mengobarkan perang nuklir semakin meningkat, di masa seperti ini, yang harus dilakukan masyarakat adalah mempertahankan keteguhan strategis, menjaga kepala tetap dingin, mengamati secara seksama dan berpikir, tidak terpengaruh oleh media massa yang bias yang telah kehilangan kredibilitasnya, tidak mudah terbawa situasi, dan selamanya tidak menyimpang dari tujuan akhir kita, ini barulah pilihan yang tepat.

 Bagaimana pun pandangan seseorang terhadap AS, Rusia, Putin, dan Pemerintahan Biden, yang paling penting adalah, bagaimana dengan sebaik-baiknya memahami pemikiran sebenarnya dari setiap pihak, tujuan dan motivasi yang sebenarnya, lalu membuat penilaian yang tepat.

 Karena berbagai alasan yang dapat dimengerti, sebenarnya dunia luar tidak memiliki pemahaman yang jernih terhadap Putin dan Rusia yang dipimpinnya.

 Sedangkan untuk memahami hancurnya komunisme dan sosialisme di Uni Soviet, juga di RRT yang tengah mengarah pada kehancuran, namun mereka justru hidup kembali di Eropa dan AS, maka kita harus berpijak di luar kobaran perang saat ini, tidak hanya sekedar ditentukan siapa benar siapa salah, beban sejarah, dan keadilan yang tampak pada permukaan, inilah yang seharusnya kita lakukan.

Seorang filsuf Inggris, yang juga ahli logika dan intelektual publik yakni Bertrand Russell pernah berkata, “perang tidak menentukan siapa benar siapa salah, tapi menentukan siapa yang tersisa.” (war does not determine who is right, but who is left, red.). Tentu master bahasa Russel secara cerdik menggunakan makna ganda pada kata dalam Bahasa Inggris “right” dan “left”, karena keduanya memiliki makna “benar” dan “sisa” sekaligus juga memiliki makna “(sayap) kanan” dan “(sayap) kiri”. Russel dulunya bukan hanya ahli filosofi dan matematika saja, dalam bidang Artificial Intelligence (AI), ilmu kognitif, dan ilmu linguistik juga memiliki penguasaan yang cukup mendalam. Russel yang telah meninggal 50 tahun silam, jika seandainya Russel bisa melihat konflik masyarakat terhadap perang Rusia-Ukraina hari ini, di saat seluruh manusia sedang menghadapi bahaya perang, ancaman perang nuklir, eksistensi umat manusia, masih saja berselisih paham tak berkesudahan, jika arwah para filsuf itu tahu, pasti akan menertawakan kita.

Dunia kita ini harus bisa membuat analisa yang rinci dan objektif terhadap posisi dan motivasi Putin, berikut tujuan akhirnya, berdasarkan tindakan dan pernyataan terbarunya. Terlepas dari apakah pembaca budiman menentang Putin, dan menilai Putin si penghasut perang ini harus dibasmi oleh AS; ataupun mendukung Putin, dengan menilai dia sedang melakukan duel terakhir dengan kekuatan jahat dan pemerintahan deep state, serta meyakini kedua pihak akan mendapat manfaat dari analisa yang rasional dan kepala dingin, sehingga dapat mengetahui kelebihan dan kekurangan kita sendiri serta memahami permasalahan secara mendalam.

Banyak orang mendukung Ukraina dan menentang Rusia, berlandaskan pada alasan PKT mendukung Rusia, jadi semua orang yang anti-komunis, seharusnya mendukung Ukraina, dan menentang Rusia. Namun dalam politik, teman dari musuh kita belum tentu adalah musuh, dan musuh dari musuh kita juga belum tentu adalah teman. Perlu diketahui, baru-baru ini PKT telah mengubah nadanya, mungkin karena merasa Rusia sudah tidak mungkin menang, mungkin juga karena merasa sanksi yang diberikan AS terlalu berat membuat PKT tidak mampu menahannya, jadi sekarang PKT telah berubah sikap, dan mengatakan “Ukraina adalah rekan strategis Tiongkok!” Jadi, bagi teman-teman yang menentang keras Rusia dan mendukung buta Ukraina, apakah kalian juga akan mengubah sikap karena perubahan sikap PKT tersebut? Hanya dengan kepala dingin, dan pendirian yang teguh, memahami masalah dari karakter aslinya, melihat jelas wajah asli dari iblis dan komunis yang mengendalikan dari balik dunia kita ini, barulah dapat berpegangan pada sikap yang bijaksana dan unggul di bawah berbagai kondisi objektif dan eksternal.

Pada 30 September 2022 lalu di Istana Kremlin Putin menghadiri upacara penandatanganan penerimaan empat wilayah Ukraina timur, secara panjang lebar berbicara soal operasi militer dan pandangannya terhadap situasi dunia saat ini. Jika menganalisa pidatonya ini dengan seksama, ditambah lagi dengan wawancara khusus sutradara film terkenal AS Oliver Stone terhadap Putin beberapa tahun lalu (2015-2017) (kemudian Stone menjadikan hasil wawancaranya menjadi film dokumenter tiga seri), maka pembaca akan dapat memahami secara menyeluruh dan lebih jernih tentang Putin, Rusia, komunisme di Rusia, Perang Rusia-Ukraina, dan juga pandangannya terhadap dunia saat ini.

Kolumnis dari majalah National Interest yakni Mark Episkopos berkata, “Dalam pidato Vladimir Putin pada upacara penerimaan wilayah baru ke Rusia disebutkan, Moskow berupaya mengakhiri tatanan dunia yang dilandasi oleh kepemimpinan Barat.” Apakah Putin benar-benar mempunyai motivasi ini, dan hendak “menggulingkan tatanan dunia yang dipimpin oleh Barat”? Jika benar, mengapa dia beberapa kali mengemukakan niatnya bergabung dengan NATO? Jika karena Rusia tidak bisa bergabung dengan NATO, dan mau tidak mau harus berdiri sendiri, atau mau tidak mau harus bersekutu dengan Beijing, maka tuduhan “menggulingkan tatanan dunia yang dipimpin oleh Barat” ini baru dapat ditegakkan. Faktanya, Rusia hendak bergabung dengan Eropa, harapan untuk menjadi salah satu anggota Eropa, bahkan telah ada sejak masa Kaisar Peter Agung dan Yekaterina yang Agung, tapi orang Eropa (Eropa Barat) sepertinya tidak menganggap bangsa Slavia ini sebagai rekan mereka. Slavia (slave) memiliki makna yang direndahkan dan tertindas.

Pidato teranyar Putin di Istana Kremlin menyebutkan, di wilayah Zaporizhia dan Kherson, di balik pilihan orang-orang Donetsk dan Luhansk, terdapat “nasib bersama dan sejarah ribuan tahun”, inilah sebabnya “kaum manula dan pemuda, orang-orang yang lahir pasca Uni Soviet runtuh secara tragis, mereka bersedia memberikan suara mendukung masa depan bersama”. Jelas, yang dimaksud oleh Putin, adalah semacam gugatan terhadap Partai Komunis Uni Soviet yang telah mendatangkan akhir tragis bagi warga Rusia, tindakan untuk melepaskan diri dan membuat perhitungan dengan kejahatan komunis semacam ini, tidak seharusnya ditolak oleh dunia.

Putin menjelaskan tentang sebuah rapat rahasia yang dihadiri oleh para elit partai komunis di hutan purba Belovezhskaya Pushcha di Belarusia pada 1991 silam, ketika diputuskan membubarkan Uni Soviet, tidak dipertimbangkan hak dan kepentingan warga negara serta budaya dan sejarah Rusia, bersamaan dengan disingkirkannya komunisme juga sekaligus telah merobek dan mencabik-cabik bangsa Rusia, ibarat membuang air mandi di baskom, anak sendiri pun ikut terbuang, sehingga menimbulkan bencana nasional. Sebagai pemimpin tertinggi Rusia dan mantan anggota KGB, Putih bahkan tidak tahu bagaimana kejadian semua ini pada masa itu, dan apa akibat akhir dari tindakan itu. Tetapi Putin secara benar menyebutkan, “Sekarang semua itu sudah tidak penting. Uni Soviet sudah lama tidak eksis, kita tidak bisa kembali lagi ke masa lalu. Hari ini Rusia juga sudah tidak membutuhkannya.” Sikap untuk melepaskan diri sepenuhnya dari komunisme semacam ini, bagi Rusia, Amerika, Tiongkok, dan bagi seluruh dunia, adalah hal yang bermanfaat, inilah salah satu strategi Putin yang benar.

Strategi Putin yang kedua adalah, orang Rusia telah menggabungkan diri mereka semua “lewat budaya, agama, tradisi, dan bahasanya sendiri”. “Tidak ada yang lebih kuat daripada tekad mereka untuk kembali ke kampung halaman sejarah mereka yang sebenarnya”. Dengan kata lain, Rusia akan berjalan di jalur kembali ke tradisi, membangkitkan kembali agama Kristen, serta mempertahankan budaya dan bahasanya sendiri, bukan menempuh kebijakan bekas Uni Soviet dulu dengan “membebaskan seluruh umat manusia dan mewujudkan komunisme global”, juga menolak cara para tokoh komunis yang ingin menghancurkan agama dan kepercayaan, serta memaksakan atheisme pada semua orang. Rusia seperti ini, bagi perdamaian dunia tidak diragukan adalah suatu manfaat.

Strategi Putin yang ketiga adalah, memastikan siapakah musuh Rusia, kekuatan apakah yang akan “mendorong dunia ke arah perang dan krisis baru, dan mendapat keuntungan dari tragedi berdarah ini”. Putin menilai Barat terus mencari peluang untuk menghantam Rusia, berupaya mengikis dan memecah belah Rusia, dan membuat Rusia “terjebak dalam kemiskinan dan kehancuran”. “Barat tahu di dunia ini ada sebuah negara besar seperti ini, yang memiliki wilayah begitu luas, memiliki sumber daya alam yang kaya dan bangsa yang tidak akan bisa diperintah oleh siapapun, mereka tidak bisa tidur nyenyak karenanya”. Jelas, negara Barat belum tentu setuju dengan tudingan Putin, akan tetapi bermula dari ketakutan dan ketidakpercayaan Barat terhadap Rusia yang memiliki gudang nuklir raksasa, tidak akan menolak mengakui pihaknya memiliki tujuan strategis “mengikis dan memecah belah Rusia”.

Strategi Putin yang keempat adalah, dia menilai Barat melangkahi setiap garis, untuk “melindungi sistem neo-kolonial Barat, agar dapat mengandalkan seluruh dunia untuk mempertahankan eksistensinya, dengan kekuasaan dolar AS dan teknologi menerima upeti riil dari umat manusia, menguras sumber daya alam untuk membayar sewa kepada penguasa hegemoni, demi mempertahankan kemakmuran mereka (hegemoni) yang diperoleh tanpa susah payah”. Tudingan Putin ini jelas tidak berdasar, karena ekonomi dan finansial Barat (AS dan Eropa), keunggulan teknologi, kemakmuran AS dan Eropa, bukan didapatkan tanpa susah payah, melainkan karena mereka meraih kesempatan, melindungi kekayaan intelektualnya, berusaha untuk mengembangkan riset teknologi. Jika Putin mengeluhkan hal ini, maka hanya bisa mengeluhkan Lenin dan Stalin yang melewatkan peluang ini pada masa itu, dengan mengarahkan Rusia ke jalan sesat komunisme.

Strategi Putin yang kelima adalah, menuding Barat “mempertahankan keunggulan ini adalah motivasi utama yang sebenarnya dan mutlak egois”. Putin tidak beralasan menuding orang lain memiliki “motivasi yang egois”, dalam sejarah orang Rusia menyerang kota-kota dan merampas wilayah, semua itu juga egois dan mutlak, jadi paruh pertama dari tudingan ini tidak memiliki dasar yang rasional, juga tidak perlu disinggung. Tapi paruh akhir dari tudingan Putin itu, patut untuk direnungkan.

Putin menilai kesulitan yang dibawa oleh Barat terhadap Rusia kali ini, adalah “tidak menghormati kedaulatan”, “telah merusak nilai-nilai tradisi”, “merusak budaya yang sebenarnya”, dan “pengembangan teknologi yang tidak dapat dikendalikan”, semua ini memang perlu direnungkan secara serius oleh kalangan intelek dan politik di AS dan Eropa. Kekuatan ekstrem kaum sayap kiri Barat, dalam prosesnya mewujudkan pemerintah besar, pemerintahan global, mengikis kedaulatan negara, merusak nilai-nilai tradisi, dan merusak kebudayaan tradisional, telah melangkah terlalu cepat terlalu jauh dan sudah keterlaluan. Dalam berbagai aspek seperti legalisasi narkoba, pernikahan sesama jenis, penyimpangan gender, transeksual remaja, menghancurkan keluarga, feminisme, zero-dollar shopping, perampokan dan penganiayaan, menghilangkan kebudayaan, mengubah sejarah, kecurangan pemilu, membiarkan AI dan rekayasa genetika tak terkendali dan lain-lain, Barat memang sedang menghancurkan dirinya sendiri, juga sedang menghancurkan umat manusia.

Tentu saja, pemahaman Putin terhadap “progres internasionalisasi dan integrasi (internasional)”, “mata uang global” dan lain sebagainya, sepertinya sangat terbatas. Mungkin dengan cepat dia akan menyadari, globalisasi dan mata uang global, mata uang digital, mungkin juga merupakan bagian dari perbuatan iblis untuk menghancurkan struktur masyarakat umat manusia.

Terakhir, Putin dan para elit Rusia jelas merasakan ketakutan terhadap sikap bermusuhan dari pihak Barat, dia mengatakan “sikap bermusuhan para elit Barat terhadap Rusia sama sekali tidak ditutupi, inilah salah satu kebencian terhadap Rusia abad ini”. Para elit Rusia jelas harus introspeksi diri, di dunia ini tidak ada cinta dan kebencian tanpa sebab. Melihat dari sudut pandang hukum karma dalam agama Buddha, hanya dengan menanam buah kebaikan maka baru akan menerima buah kebaikan pula, kebaikan dan kejahatan akan ada balasannya adalah hukum sejati yang tidak akan pernah berubah.

Putin berharap agar di Rusia dapat “dibangun sebuah negara sentralisasi yang kuat, yang berlandaskan pada agama gereja ortodoks Timur, agama Islam, agama Yahudi, dan agama Buddha yang memiliki nilai-nilai moral yang agung, serta budaya Rusia dan Bahasa Rusia yang terbuka bagi siapa saja”. Tidak bicara soal agama lain yang disebutkannya, mungkin nilai moral agama Buddha dan prinsip sejati agama Buddha dapat memberikan pencerahan yang sesungguhnya bagi orang Rusia: berbagai negara di dunia terlibat perang dengan alasan agama dan kepercayaan, sepertinya hal ini tidak pernah terjadi di negara penganut agama Buddha.

Yang dimaksud Putin bahwa “dunia telah memasuki suatu periode yang fundamental, yang bertransformasi secara revolusioner. Pusat kekuasaan yang baru sedang terbentuk”, teori ini mungkin benar, walaupun pemerintah dan warga berbagai negara di seluruh dunia, memiliki pemahaman masing-masing terhadap transformasi seperti apa yang akan terjadi, pusat kekuasaan seperti apa. Namun revolusi dan perubahan yang besar sedang terjadi di depan mata kita, sedang terjadi pada saat ini, bagi semua orang yang berpandangan yang sama atau berbeda pandangan terhadap AS, Tiongkok, dan Rusia, mungkin bisa diakui dan diterima bersama. (sud)