Para Ahli Menguak Ambisi Beijing di Balik Penanaman Modal pada 96 Pelabuhan di Dunia

 oleh Jiang Feng

Penetrasi Partai Komunis Tiongkok ke negara-negara Barat telah meningkat dari bentuk ideologis menjadi kepemilikan secara fisik. Hingga saat ini Beijing telah berinvestasi di hampir 100 pelabuhan di seluruh dunia dengan tujuan mengirimkan cabang partainya ke berbagai negara melalui armada lautnya yang sangat besar.

Sejak kantor berita corong PKT “Xinhua” dan media pemerintah Tiongkok lainnya kehilangan pengaruh akibat mereka ditetapkan sebagai “misi asing” di Amerika Serikat pada bulan Februari tahun ini, serta Institut Konfusius yang tersebar di banyak negara mengalami penutupan, membuat upaya untuk mengekspor ideologi komunisme khas Beijing ke luar negeri menjadi terhambat dan sulit. Namun, rezim Beijing telah mengakuisisi atau menanamkan modal di sejumlah besar pelabuhan dan lahan yang penting secara strategis di berbagai negara dengan ambisi politik yang dapat terlihat jelas.

Sejauh ini, sebuah BUMN yang dijuluki sebagai perusahaan pelayaran terbesar Tiongkok, COSCO (COSCO SHIPPING Lines Co., Ltd.), dan perusahaan Tiongkok lainnya telah menanamkan modal atau memiliki saham di 96 pelabuhan di berbagai negara di dunia, termasuk lima lokasi di Amerika Serikat : Miami, Houston, Long Beach, Los Angeles, dan Seattle.

Pada 9 Oktober, “Newsweek” menerbitkan sebuah artikel berjudul “Saham Tiongkok di Pelabuhan Dunia Membuat Orang Lebih Tertarik Terhadap Pengaruh Politiknya” yang ditulis oleh Didi Kirsten Tatlow, seorang peneliti senior di Asosiasi Kebijakan Luar Negeri Jerman. Artikel tersebut menyebutkan, bahwa di Jerman, China Logistics Group telah menyewa Wilhelmshaven, sebuah kota di Jade Bight di pantai Laut Utara Jerman dengan masa sewa selama 99 tahun. Wilhelmshaven hanya berjarak 3 mil dari Heppenser Groden yang merupakan pangkalan angkatan laut dan logistik terbesar Jerman. Kapal-kapal Korps Marinir Jerman dibangun dan diperbaiki di sini, kapal selam acap berkunjung ke sini, dan latihan militer  gabungan NATO juga diadakan di sini.

Saat ini, Beijing telah mengincar targetnya yang ke-97 : Mereka sedang gencar bernegosiasi untuk mengakuisisi 35% saham terminal “Tollerort” Hamburg, Jerman.

Menteri Ekonomi Jerman, Robert Habeck mengatakan bahwa meskipun pelabuhan peti kemas Tolerrot hanya sebagian kecil dari keseluruhan Pelabuhan Hamburg, tetapi melalui bagian ini, pemerintah komunis Tiongkok dapat mempengaruhi arah perdagangan dan politik Pelabuhan Hamburg.

Jan Ninnemann, seorang profesor logistik di Sekolah Administrasi Bisnis Hamburg mengatakan kepada “Newsweek” bahwa mengambil saham di terminal memiliki arti strategis yang besar. Karena pemegang saham memiliki suara terhadap keluar masuknya kapal-kapal, kapan kargo mana yang dibongkar atau dimuat terlebih dahulu, juga terhadap tujuan kargo. Analis lainnya menekankan bahwa pemrosesan volume besar data perusahaan, transportasi, dan pribadi dalam rantai pasokan di era digital seperti saat ini, bukan tidak mungkin pihak Tiongkok memasang peralatan komunikasi internet buatan Tiongkok untuk memproses data-data tersebut. Sehingga memungkinkan Tiongkok memiliki akses ke lembaga pemerintah asing.

Sebuah artikel tahun 2021 yang ditulis bersama oleh mantan sekretaris perdagangan internasional Inggris Liam Fox dan mantan penasihat keamanan nasional AS Robert Mcfarlane menyebutkan, bahwa Tiongkok memiliki 96 pelabuhan di seluruh dunia, beberapa di antaranya berada di lokasi kunci untuk perdagangan maritim. Hal ini membuat Beijing langsung mendapatkan keuntungan strategis dengan tanpa perlu mengorbankan seorang prajurit,  sebutir peluru pun.

Ahli teori militer abad ke-19 Alfred Thayer Mahan dalam “Pengaruh Kekuatan Laut terhadap Sejarah” (The Influence of Sea Power upon History) secara sistematis menjelaskan pentingnya pengendalian terhadap maritim, menekankan bahwa pelabuhan adalah salah satu dari tiga pilar kekuatan laut. Sekarang para pemimpin PKT telah menggunakannya sebagai suatu ukuran atau standar.

Sejak tahun 2013, hampir setiap tahun Sekjen PKT Xi Jinping mengunjungi sebuah pelabuhan, termasuk inspeksi ke Pelabuhan Zhoushan Ningbo pada Maret 2020, dan pelabuhan Yunani Piraeus pada tahun 2019.

Setelah berkuasa, Xi Jinping mengedepankan konsep strategis “Jalan Sutera Maritim Abad 21” pada tahun 2013, ia mencoba untuk menghubungkan pelabuhan berbagai negara dari pantai Tiongkok di Samudra Hindia sampai ke Lautan Pasifik Selatan, dan bahkan pantai-pantai di Benua Eropa.

Di Yunani, Tiongkok telah mengakuisisi pelabuhan Piraeus. Pelabuhan ini terletak di Laut Aegean, yang dikenal sebagai “Persimpangan Laut”, yang membentang di benua Eropa, Timur Tengah dan Afrika. Dalam bahasa Yunani berarti “lokasi untuk mengawasi lalu lintas laut”.

Di Panama, kota paling selatan di Amerika Tengah, Tiongkok memiliki saham 3 pelabuhan di Terusan Panama yang menghubungkan Samudra Atlantik dan Pasifik.

Di Peru, Amerika Latin, COSCO Group mengakuisisi 60% saham Port Chancay.

Di Afrika, Tiongkok telah mengakuisisi saham di 61 pelabuhan dari 30 negara.

Di Timur Tengah, Tiongkok telah mengakuisisi pelabuhan di Maroko, Mesir, Arab Saudi, Irak, Uni Emirat Arab, Oman — dan bahkan Israel, sekutu Amerika Serikat.

Alasan tersembunyi dari obsesi Beijing untuk memperoleh pelabuhan di berbagai negara adalah mereka dapat melayani tujuan militer Tiongkok.

Menurut penelitian Isaac Kardon, seorang ahli maritim di U.S. Naval War College di Rhode Island, kapal angkatan laut Tiongkok telah melakukan kunjungan ke pelabuhan atau “perhentian teknis” di 32 pelabuhan yang diakuisisi oleh perusahaan Tiongkok.

Eyal Pinko, mantan kepala intelijen di Kantor Perdana Menteri Israel yang mantan perwira angkatan laut mengatakan bahwa pelabuhan tersebut dapat dengan mudah digunakan untuk mengumpulkan intelijen angkatan laut. 

“Anda dapat melacak pergerakan dan komunikasi kapal, dan begitu Anda memiliki teritori dan mengoperasikan pelabuhan itu Anda bisa melakukan apapun yang Anda mau, Anda adalah penguasa di sana”, katanya.

“Negara yang mobile ” dan “Benteng Pertempuran”

Sejalan dengan keberhasilan dalam mengakuisisi pelabuhan global, pemerintah komunis Tiongkok berniat membuat armada lautannya menjadi “negara yang mobile” dan “benteng pertempuran”. 

Meskipun COSCO SHIPPING Lines Co., Ltd. mengklaim dirinya hanya sebagai mitra bisnis modern di luar negeri, tetapi di Tiongkok, Xu Lirong, Sekretaris Party yang ditancapkan sebagai Ketua COSCO SHIPPING Group telah mengungkapkan, bahwa COSCO SHIPPING Group selalu berpegang teguh pada prinsip “mengibarkan panji partai, mengikuti arahan partai dan mengoperasikan pelayaran dengan menjunjung tinggi kepentingan Ibu Pertiwi”.

Menurut laporan media resmi PKT “Guangming Daily” pada bulan Oktober tahun lalu, COSCO Shipping Group didirikan pada tahun 2016 sesuai dengan “strategi implementasi keputusan utama Komite Pusat Partai”. Ia adalah perusahaan BUMN Tiongkok paling awal yang memasukkan “kepemimpinan partai (PKT) dan persyaratan kerja pembangunan partai (PKT)” ke dalam akte pendiriannya.

Menurut laporan media pemerintah Tiongkok, COSCO Shipping Group telah membentuk 205 unit komite partai, 144 unit cabang partai umum, dan 12 organisasi partai yang ditancapkan dalam perusahaan sekunder mereka di luar negeri. Mengklaim bahwa COSCO adalah “negara yang mobile”, dan organisasi partai adalah jiwanya. Dengan adanya organisasi partai dalam setiap kapalnya, maka armada lautan mereka telah menjadi “benteng pertempuran” yang cukup tangguh.

Menurut catatan dalam daftar 1,95 juta anggota Partai Komunis Tiongkok yang diperoleh reporter Epoch Times pada bulan Desember 2020, setidaknya 40 buah kapal COSCO SHIPPING memiliki cabang partai, termasuk COSCO Houston, COSCO New York, COSCO France, COSCO Belanda, COSCO Piraeus, dan lainnya.

Ada 29 orang anggota PKT yang ditancapkan pada COSCO Houston, 23 orang di COSCO New York, 42 ​​orang di COSCO Prancis, 24 orang di COSCO Belanda, dan 64 orang di COSCO Piraeus. Kegiatan utama dari setiap cabang partai di kapal itu mungkin meliputi memantau aktivitas di pelabuhan luar negeri maupun di laut lepas.

Membeli tanah di dekat pangkalan militer

Sementara secara agresif membeli pelabuhan di berbagai negara, pemerintah Tiongkok juga secara agresif membeli tanah di dekat pangkalan militer AS.

Pada 2021, pemimpin pemrosesan makanan Tiongkok yang berbasis di Shandong, Fufeng Group, mengakuisisi 370 hektar lahan pertanian di utara Grand Forks, North Dakota. Lahan pertanian itu berjarak kurang dari 20 mil dari Pangkalan Angkatan Udara Big Fox yang memiliki teknologi drone rahasia.

Secara kebetulan, sejak 2016, GH American Energy, anak perusahaan dari perusahaan terdaftar Tiongkok “Guanghui Energy”, telah berturut-turut membeli sebidang tanah yang luas untuk membangun pembangkit listrik tenaga angin di Val Verde County, Texas, yang salah satunya lahannya berjarak kurang dari 20 mil dari Pangkalan Angkatan Udara Laughlin. Bos Guanghui Energy adalah Sun Guangxin, orang terkaya di Xinjiang yang pernah bertugas di militer Tiongkok selama hampir 10 tahun.

Pada 2017, pemerintah Tiongkok menawarkan untuk menghabiskan USD. 100 juta untuk membangun taman Tiongkok yang penuh hiasan, termasuk sebuah pagoda di Arboretum Nasional di Washington, D.C. Namun, pejabat kontra intelijen AS menemukan bahwa pagoda rencananya akan ditempatkan di salah satu titik tertinggi di Washington, D.C., yang hanya berjarak 2 mil dari US Capitol, sebuah lokasi yang ideal untuk mengumpulkan sinyal intelijen.

Sarana penetrasi lainnya yang dipakai PKT adalah Huawei. Pada tahun 2021, perusahaan telekomunikasi Tiongkok Huawei telah mendirikan hampir 1.000 BTS di lima negara bagian barat Amerika Serikat. FBI menemukan bahwa banyak dari BTS itu berada di dekat pangkalan militer AS di negara bagian yang berada di Midwestern. Penyelidik FBI percaya bahwa stasiun pangkalan Huawei dapat mengidentifikasi dan mengganggu komunikasi pada spektrum khusus Kementerian Pertahanan AS, termasuk yang dimiliki Komando Strategis, badan yang mengawasi senjata nuklir AS. (sin)