Li Keqiang Masih Bicara Soal Reformasi di Kamboja dalam Pertemuan Terakhirnya Sebagai PM

oleh Luo Tingting

Perdana Menteri Li Keqiang telah mengundurkan diri dari tiga jabatannya usai Kongres Nasional ke-20. Baru-baru ini, ia berkunjung ke Kamboja untuk mengikuti Pertemuan Pemimpin Tiongkok – ASEAN ke-25 (10+1) sebelum pensiun pada Maret tahun depan. Di Kamboja Li Keqiang masih menyinggung soal reformasi. Analis percaya bahwa pengaruh Li Keqiang saat ini sudah jauh melemah, tetapi dari sini tercermin bahwa ketidakakuran diantara pemeimpin puncak PKT tetap tinggi.

Sebagaimana kita ketahui bahwa Li Keqiang tidak terpilih untuk bergabung dengan Komite Tetap Politbiro, Politbiro PKT, dan Komite Pusat PKT. Pada 23 Oktober, Li Keqiang mengundurkan diri sebagai anggota Komite Tetap Politbiro, anggota Politbiro, dan anggota Komite Pusat PKT. Li Keqiang akan resmi pensiun setelah penyelenggaraan Dua Sesi tahun depan.

Pada 8 November, PM Li Keqiang untuk terakhir kalinya sebelum pensiun berkunjung ke Kamboja untuk menghadiri Pertemuan Pemimpin Tiongkok – ASEAN ke-25 (10+1), Pemimpin ASEAN Plus China, Jepang, dan Korea Selatan ke-25 (10+3). dan KTT Asia Timur (EAS) ke-17.

Pada 12 November, Li Keqiang bertemu dengan Kristalina Georgieva, Direktur Pelaksana Dana Moneter Internasional, saat menghadiri serangkaian pertemuan para pemimpin tentang kerja sama Asia Timur di Phnom Penh, Kamboja. Dia menegaskan kembali bahwa reformasi dan keterbukaan adalah satu-satunya cara bagi Tiongkok untuk mencapai modernisasi. Pada saat yang sama, ia mengakui bahwa perekonomian Tiongkok menurun secara signifikan akibat epidemi COVID-19.

Sebelum Kongres Nasional ke-20, dunia luar telah meramalkan bahwa Li Keqiang besar kemungkinannya akan tetap menjabat, dan ia sendiri pun berulang kali menekankan pada kesempatan berinteraksi dengan publik internal dan eksternal bahwa pertumbuhan ekonomi Tiongkok membutuhkan reformasi dan keterbukaan.

Pada 30 September, Li Keqiang berpidato pada jamuan makan malam menyambut “Hari Jadi RRT” yang diadakan di Balai Agung Rakyat, Beijing. Ia mengatakan bahwa reformasi dan keterbukaan adalah kebijakan dasar nasional Tiongkok.

Sore harinya, Li Keqiang bertemu dengan utusan yang baru diangkat sebagai perwakilan Tiongkok untuk 42 negara, ia menegaskan kembali bahwa Tiongkok akan mematuhi kebijakan dasar reformasi dan keterbukaan nasional. Bahkan pintu keterbukaan Tiongkok hanya dapat terus diperluas.

Pada hari yang sama, ketika Li Keqiang bertemu dengan pakar asing yang memenangkan Penghargaan Persahabatan Pemerintah PKT 2022 di Balai Agung Rakyat, dia sekali lagi menyatakan bahwa Tiongkok akan dengan teguh memperdalam reformasi dan memperluas keterbukaan.

Beberapa analis percaya bahwa penekanan berulang tentang reformasi dan keterbukaan Li Keqiang mencerminkan ketidakakuran yang serius di antara para pemimpin puncak PKT, terutama soal menutup atau membuka pintu negara.

Li Ting, seorang komentator politik mengatakan kepada Radio Free Asia beberapa hari yang lalu bahwa pernyataan Li Keqiang tentang reformasi dan keterbukaan sama sekali berbeda dari kebijakan anti-epidemi Xi Jinping, dan saling berkontradiksi.

“Jadi pemahaman saya adalah bahwa ketika pemimpin tingkat tinggi mereka berurusan dengan masalah sosial Tiongkok saat ini, mereka menanggulanginya dengan pendekatan yang berbeda, dan perbedaannya sangat tajam”. Li Ting percaya bahwa ucapan Li Keqiang sebelum lengser ini memiliki pengaruh yang terbatas.

Li Keqiang, Wang Yang, dan Hu Chunhua semuanya tersingkir lewat Kongres Nasional ke-20. Setelah Xi Jinping berhasil memasukkan keempat lagi anteknya seperti Li Qiang, Cai Qi, Li Xi dan Ding Xuexiang ke dalam Komite Tetap, maka terbentuklah “Tentara Keluarga Xi” yang bakal mendominasi partai.

Namun, karena Xi Jinping tidak ingin beralih dari kebijakan ketat dalam mencegah epidemi, ditambah lagi dengan penerapan “Kemakmuran Bersama”, dan menggalakkan kembali usaha koperasi pasokan dan pemasaran, kantin umum yang pernah populer di era Mao Zedong, rakyat Tiongkok dan komunitas internasional khawatir bahwa Tiongkok akan kembali ke zaman Mao Zedong yang menerapkan ekonomi terencana dan menutup hubungan dengan luar negeri.

Setelah berakhirnya Kongres Nasional ke-20, harga saham di bursa Tiongkok terus mengalami penurunan tajam, banyak orang kaya serta kelas menengah di Tiongkok yang berusaha beremigrasi dengan membawa serta kekayaan mereka.

Baru-baru ini, terdengar berita bahwa pihak berwenang mulai secara ketat mengontrol dan mengawasi kegiatan mereka ini, sehingga diperkirakan warga Tiongkok yang ingin lari pun akan mengalami lebih banyak kesulitan. (sin)