Tiongkok Mungkin Menghadapi Gelombang Infeksi Varian Baru Setelah Melonggarkan Pembatasan COVID

Alex Wu

Infeksi COVID-19 mungkin siap-siap meledak di Tiongkok saat pemerintah pusat melonggarkan pembatasan “Nol COVID” yang kejam, setelah sebuah perusahaan analisis Inggris memperkirakan jutaan kematian di Tiongkok selama musim dingin mendatang akibat perubahan kebijakan.

Rezim komunis yang berkuasa di Tiongkok tiba-tiba melonggarkan beberapa kontrol sosial COVID pada 7 Desember, di tengah protes massa yang belum pernah terjadi sebelumnya terhadap kebijakan tersebut dan perekonomian yang merosot.

Komisi Kesehatan Nasional Tiongkok (NHC) mengumumkan bahwa persyaratan tes PCR massal telah dibatalkan, pemeriksaan kode QR kesehatan tidak lagi diperlukan untuk bepergian atau memasuki sebagian besar tempat umum; dan  pasien COVID dengan gejala ringan dan kontak dekat akan diizinkan untuk dikarantina di rumah alih-alih dikirim ke fasilitas terpusat.

Setelah perubahan kebijakan, laporan resmi kasus COVID-19 menurun jumlahnya karena pihak berwenang di seluruh negeri melonggarkan pengujian massal. Namun demikian, kota-kota besar telah melaporkan pasien COVID membanjiri klinik demam dan hampir melumpuhkan rumah sakit setempat, termasuk di Beijing dan Shanghai.

Sementara itu, penduduk di kota-kota besar Tiongkok, seperti Beijing, Wuhan, Guangzhou, dan lainnya, dengan panik membeli obat demam, mengosongkan rak-rak apotek setempat karena ketakutan penduduk terhadap penyakit tersebut sebagai tanggapan atas peringatan pemerintah yang mengerikan selama tiga tahun.

Fauci tentang Vaksinasi

Anthony Fauci, yang mengundurkan diri sebagai kepala Institut Nasional Alergi dan Penyakit Menular AS, menyatakan keprihatinannya tentang situasi di Tiongkok pada 7 Desember.

Fauci pada konferensi Ruang Rapat Global Financial Times menuturkan, Anda akan mengalami gelombang infeksi yang tentunya akan dikaitkan dengan tingkat keparahan penyakit tertentu” karena sebagian besar penduduk Tiongkok disuntik dengan vaksin Tiongkok, yang dianggap oleh beberapa orang kurang efektif daripada vaksin Barat.

Dia menyerukan Beijing untuk menyetujui penggunaan vaksin mRNA Barat di Tiongkok untuk suntikan booster yang dirancang untuk melawan strain Omicron.

Para ahli di seluruh dunia sebelumnya mengatakan bahwa karena penguncian nol-COVID di Tiongkok, populasinya memiliki kekebalan terbatas dari infeksi karena kurangnya paparan virus secara keseluruhan.

Hal tersebut, dikombinasikan dengan tingkat vaksinasi yang rendah di antara penduduk yang lebih tua di Tiongkok dan vaksin yang kurang efektif, dapat memicu gelombang besar infeksi. Fauci juga memperingatkan bahwa jika itu terjadi, ada peningkatan kemungkinan mutasi yang dapat menciptakan varian baru dengan penyebaran yang lebih cepat.

“Begitu Anda mendapatkan varian baru, maka itu bisa berdampak pada seluruh dunia,” kata Fauci.

Pada 6 Desember, Feng Zijian, mantan wakil direktur Pusat Pengendalian Penyakit Tiongkok, mengatakan selama diskusi online yang diselenggarakan oleh Universitas Tsinghua, berjudul “Bagaimana Menghadapi Omicron secara Rasional,” bahwa tidak peduli bagaimana kebijakan pencegahan dan pengendalian epidemi disesuaikan, kebanyakan orang di Tiongkok pasti akan terinfeksi sekali.

Feng Zijian mengutarakan : “Menurut perhitungan dengan model matematika, ketika gelombang pertama infeksi skala besar mencapai puncaknya, tingkat infeksi pada penduduk dapat mencapai sekitar 60 persen, dan kemudian secara bertahap turun kembali ke tingkat yang tinggi, dan akhirnya 80 hingga 90 persen dari orang-orang kita akan terinfeksi.”

Akan tetapi, Tiongkok tidak siap untuk menghadapi skenario ini setelah pelonggaran pembatasan. Para analis mengatakan bahwa Tiongkok dianggap kurang dalam vaksinasi dan tingkat vaksinasi booster untuk lansia, kapasitas perawatan intensif rumah sakit, dan stok obat antivirus, serta persiapan lainnya.

Sementara varian Omicron lebih ringan daripada strain sebelumnya, bahkan persentase kecil dari kasus-kasus parah di antara kelompok-kelompok yang rentan dan kurang divaksinasi seperti orang tua dapat membanjiri rumah sakit jika infeksi melonjak di seluruh negeri di antara 1,4 miliar penduduknya.

Diperkirakan antara 1,3 juta dan 2,1 juta orang mungkin meninggal di Tiongkok karena COVID pada musim dingin ini, demikian menurut firma riset Airfinity yang berbasis di London.

Berpegang Teguh pada Persiapan Tertunda ‘Nol-COVID’

Komentator urusan saat ini Tang Jingyuan menulis dalam sebuah kolom untuk The Epoch Times pada 9 Desember, bahwa jika ada gelombang tsunami infeksi di daratan Tiongkok, hal itu dapat menyebabkan kematian yang tinggi karena habisnya sumber daya medis. Namun, hasil seperti itu tidak akan menunjukkan bahwa kebijakan “nol-COVID” adalah benar.

“Sebaliknya, justru karena PKT menempatkan kekuatan politiknya di atas segalanya dan secara keliru menggembar-gemborkan kebijakan ‘Nol-COVID’ sebagai ‘bukti keunggulan sistemnya’,’ berpegang teguh pada kebijakan itu begitu lama, PKT telah menunda penimbunan dan reservasi sumber daya medis dan melewatkan kesempatan untuk hidup berdampingan dengan virus, yang mengarah pada situasi yang sulit saat ini. Situasi ini bukan disebabkan oleh pelonggaran kontrol COVID, tetapi oleh kebijakan ‘Nol-COVID’.

“Apa pun yang terjadi, risiko wabah besar COVID yang akan segera terjadi tidak dapat dihindari, dan kerugian ekonomi yang sangat besar [karena kebijakan ‘nol-COVID’] tidak dapat dipulihkan,” tulisnya. (asr)