Apa yang Terjadi di Zhongnanhai ? Perubahan Drastis Sikap Pejabat Tinggi Menimbulkan Pertanyaan

NTD

Terdesak oleh berbagai tekanan yang dihadapi serta Gerakan Kertas Putih yang berkobar di berbagai tempat di Tiongkok, pihak berwenang Tiongkok langsung membatalkan kebijakan Nol Kasus yang diusung Xi Jinping guna mencegah penyebaran epidemi. Beberapa hari  lalu, ilmuwan politik Prancis Bai Xia merilis sebuah artikel yang isinya menyebutkan bahwa perubahan sikap pejabat tinggi di Beijing yang begitu cepat membuat orang bertanya-tanya apa yang terjadi di dalam Partai Komunis Tiongkok ?

Pada akhir November, kematian dan cedera tragis yang disebabkan oleh kebakaran gedung apartemen di Urumqi, Xinjiang, memicu protes warga sipil di lebih dari selusin kota termasuk Shanghai, Beijing, Wuhan, dan Chongqing. Mereka meneriakkan slogan-slogan tuntutan politik seperti “Buka pemblokiran di seluruh negara, Partai Komunis Tiongkok mundur ! Kami menginginkan kebebasan, dan memilih demokrasi”. Gerakan ini, yang dikenal sebagai Revolusi Kertas Putih juga menyebar ke luar negeri.

Pada 13 Oktober, 3 hari menjelang Kongres Nasional ke-20 Partai Komunis Tiongkok, dunia dikejutkan oleh seorang pemuda bernama Peng Zaizhou (nama asli Peng Lifa), yang memasang 2 spanduk kain putih di atas Jembatan Sitong, Beijing dengan tulisan berwarna merah yang antara lain berbunyi : “Tolak blokade kita ingin kebebasan. Kita ingin pemilu bukan pemimpin”. “Singkirkan diktator dan pengkhianat Xi Jinping”.

Pada 14 Desember, Radio France Internationale (RFI) mengutip artikel kolom ilmuwan politik dan sinolog Prancis Jean-Philippe Béja di surat kabar “Le Monde” pada 13 Desember melaporkan bahwa setelah protes jalanan berskala besar terjadi di berbagai wilayah Tiongkok kemudian mendapat penindasan dari pihak berwenang, tidak menutup kemungkinan ada konflik yang terjadi di internal PKT.

Artikel tersebut menyebutkan bahwa tanpa diduga rakyat Tiongkok meneriakkan slogan-slogan : “Partai Komunis Tiongkok mundur ! Xi Jinping mundur !” . Ini adalah untuk pertama kalinya sejak tahun 1949, para pengunjuk rasa di daratan Tiongkok secara langsung mengarahkan “tombak” kepada orang yang menduduki Sekretaris Jenderal Partai Komunis Tiongkok.

Menurut analisis penulis, sebagian besar pengunjuk rasa yang meneriakkan slogan-slogan ini di belasan kota besar di Tiongkok dari utara ke selatan dan dari timur ke barat, tidak menggunakan masker, dan mereka jelas termasuk orang-orang dari kelas menengah. Di puluhan universitas Tiongkok, para mahasiswa dan mahasiswi memegang lembaran kertas putih dengan gerakan menantang. Kertas putih itu menunjukkan bahwa tidak ada gunanya mengungkapkan alasan kemarahan atau mengungkapkan tuntutan, karena semua orang pasti  sudah mengetahuinya dengan baik.

Selanjutnya, pihak berwenang mulai memburu para demonstran yang berani menantang mereka. Polisi mendatangi rumah beberapa demonstran muda dan mengancam mereka. Liburan universitas dimajukan 1 bulan guna mencegah mahasiswa berkumpul lagi. Polisi  menduduki beberapa jalan di mana diperkirakan demo bisa terjadi, dan langsung menangkap mereka jika tetap membandel. Sejak 29 November, para demonstran di jalan-jalan kota tampaknya telah menghilang.

Pada saat yang sama, terjadi perubahan drastis terhadap pelaksanaan kebijakan Nol Kasus, pihak berwenang langsung melonggarkan sejumlah besar langkah blokade dan kontrol yang ketat.

Artikel tersebut menyebutkan bahwa, siapa yang menyangka kebijakan Nol Kasus yang merupakan gagasan pribadi Xi Jinping, dan yang diterbangkan tinggi-tinggi bagaikan layangan untuk melambangkan keunggulan dari sistem sosialis dalam menangani epidemi, langsung putus benang cuma gegara tekanan pendemo jalanan ? …. Padahal Partai Komunis dulunya tidak seperti itu ! Biasanya Partai Komunis akan melakukan penindasan terlebih dahulu, menangkap, memvonis penjara sang pemimpin, kemudian pelaksanaan kebijakan dilonggarkan sedikit demi sedikit untuk meredakan kemarahan masyarakat.

Keputusan yang berubah begitu drastis memicu orang bertanya-tanya soal apa yang sedang terjadi pada internal partai diktator itu ? Tulis artikel tersebut.

Meskipun Xi Jinping tampaknya telah berhasil ditunjuk kembali sebagai Sekjen PKT periode ketiga pada 23 Oktober tahun ini. Walau kelihatannya Xi Jinping mampu menyingkirkan semua lawan politiknya dari Politbiro, tetapi masyarakat belum percaya jika konflik internal partai sudah reda. Apakah tidak ada lagi musuh yang tersisa di partai ?  Apakah tidak mungkin di kemudian hari muncul seorang pejabat tinggi yang melimpahkan semua kesalahan atas kerusakan ekonomi dan ketidakpuasan rakyat yang ditimbulkan oleh kebijakan Nol Kasus ekstrem kepada Xi Jinping ? Apakah tidak mungkin ada beberapa orang pemimpin yang mendesak Xi Jinping untuk mengubah arah kebijakan ? Bagaimana pun sudah terlihat bahwa protes telah melemahkan Xi Jinping yang baru saja sebulan menggenggam kekuasaan penuh. 

Voice of America melaporkan pada 13 Desember bahwa Wei Jingsheng, seorang aktivis pro-demokrasi Tiongkok yang terkenal, mengatakan bahwa meskipun pengawasan PKT saat ini termasuk sangat ketat, tetapi tidak semua pejabat setia kepada Xi Jinping.

Laporan tersebut juga mengutip Dr. Wu Guoguang, seorang peneliti senior di Stanford University, Amerika Serikat yang mengatakan bahwa makna terbesar dari Revolusi Kertas Putih adalah, rakyat Tiongkok telah mematahkan ketakutan mereka dan mulai bangkit.

Beberapa hari yang lalu, Hu Ping, seorang pakar urusan Tiongkok menuliskan pesannya di Twitter : Xi Jinping berada dalam dilema soal membatalkan atau tidak kebijakan Nol Kasus yang ia usung. Jika kebijakan dibatalkan ternyata tidak ada masalah, itu membuktikan bahwa kebijakannya tidak masuk akal. Jika epidemi menyebar luas dan banyak orang meninggal dunia segera setelah kebijakan dibatalkan, itu berarti kebijakan Nol Kasus tidak efektif. Wah ! tampaknya apa pun hasil yang terjadi, itu akan mempermalukan baik pihak berwenang maupun Xi Jinping sebagai Sekjen PKT. (sin)