Tak Gentar, Jepang dan Korea Selatan Mempertahankan Tindakan COVID-19 Setelah Ditekan Tiongkok dengan Membekukan Layanan Visa

Andrew Thornebrooke 

Jepang dan Korea Selatan membela langkah-langkah kesehatan masyarakat yang membatasi wisatawan dari Tiongkok menyusul pembalasan bermotif politik dari rezim komunis Tiongkok.

Partai Komunis Tiongkok (PKT), yang memerintah Tiongkok sebagai negara satu partai, memerintahkan bahwa mereka akan menghentikan pemberian visa jangka pendek kepada warga negara Jepang dan Korea Selatan pada 10 Januari.

Langkah tersebut menyusul keputusan Jepang dan Korea Selatan untuk mensyaratkan tes negatif COVID-19 dari para pelancong yang datang dari Tiongkok. Korea Selatan juga telah berhenti mengeluarkan sebagian besar visa jangka pendek di konsulatnya di Tiongkok hingga akhir Januari. Jepang sama sekali tidak membatasi visa Tiongkok.

PKT mewajibkan tes COVID-19 negatif dari semua pelancong yang memasuki Tiongkok.

Menteri Luar Negeri Korea Selatan Park Jin meminta kepemimpinan PKT untuk mengadopsi kebijakan COVID-19 yang sejalan dengan “fakta ilmiah dan obyektif.”

Demikian pula, Kepala Sekretaris Kabinet Jepang Hirokazu Matsuno mengatakan bahwa rezim itu membatasi visa “karena alasan yang tidak terkait dengan tindakan COVID-19.”

Matsuno mengatakan Jepang akan menuntut diakhirinya langkah-langkah tersebut dan akan “merespons dengan tepat sambil mengamati dengan cermat situasi infeksi Tiongkok dan bagaimana pengungkapan informasi ditangani oleh pihak Tiongkok.”

Komunitas Internasional Menghadapi Ketertutupan PKT

Tiongkok menghadapi lonjakan kasus COVID-19 dan rawat inap setelah PKT secara tiba-tiba menghentikan apa yang disebut tindakan nol-COVID menyusul terjadinya kerusuhan massal.

Populasi Tiongkok, yang memiliki sedikit kekebalan alami karena tindakan tersebut, tampaknya sangat rentan terhadap penyakit ini. Namun, rezim telah berusaha untuk mengaburkan tingkat krisis yang sebenarnya.

Kepemimpinan PKT melaporkan bahwa hanya 10 warga Tiongkok yang meninggal akibat COVID-19 pada Desember 2022. Otoritas kesehatan rezim  telah melaporkan lima atau lebih sedikit kematian per hari sepanjang bulan Januari – angka yang tampaknya tidak konsisten dengan rumah duka dan krematorium yang penuh sesak di Tiongkok.

Bocoran gambar laporanan yang dipresentasikan pada konferensi internal PKT mengungkapkan bahwa otoritas rezim percaya bahwa sebanyak 248 juta orang terinfeksi dalam 20 hari pertama bulan Desember.

Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) sejak itu menuduh PKT menahan data tentang wabah tersebut. Presiden Amerika Serikat Joe Biden telah mengemukakan bahwa rezim itu “sangat sensitif” tentang kesalahan penanganan situasinya.

Sebuah laporan yang dirilis oleh perusahaan data kesehatan Airfinity yang berbasis di Inggris pada Desember 2022 memperkirakan bahwa sekitar 9.000 orang di Tiongkok meninggal dunia setiap hari akibat COVID-19 dan jumlahnya akan meningkat sebelum akhir Januari.

Menurut Badan Pengendalian dan Pencegahan Penyakit Korea Selatan, sekitar 17 persen dari semua pelancong jangka pendek dari Tiongkok dari 2 Januari hingga 10 Januari dinyatakan positif COVID-19.

Mengingat keadaan tersebut, banyak negara telah bergerak untuk memperkuat atau menerapkan persyaratan tes COVID bagi para pelancong yang datang dari Tiongkok.

Australia, Kanada, Siprus, Prancis, India, Italia, Jepang, Malaysia, Korea Selatan, Qatar, Spanyol, Inggris, dan Amerika Serikat semuanya menerapkan persyaratan tes COVID pada pelancong dari Tiongkok, dan Uni Eropa telah berusaha untuk mengkoordinasikan tanggapan terhadap masalah ini.

Kepemimpinan PKT telah mengancam “tindakan balasan” terhadap semua negara yang bergerak untuk menerapkan jenis pembatasan yang sama pada para pelancongnya yang diwajibkan pada mereka.

Masih belum jelas apakah rezim tersebut akan memperluas penangguhan visanya ke negara-negara lain yang telah memberlakukan tes virus yang lebih ketat pada penumpang dari Tiongkok.

Berbicara pada konferensi pers 3 Januari, sekretaris pers Gedung Putih Karine Jean-Pierre mengatakan tidak ada alasan untuk melakukan pembalasan  hanya karena negara-negara di seluruh dunia mengambil langkah-langkah kesehatan yang bijaksana untuk melindungi warganya,itulah yang Anda lihat dari kami dan yang lainnya. 

Associated Press dan Reuters berkontribusi untuk laporan ini.