Bagaimana Perkembangan dari Hubungan Segitiga Tiongkok – AS – Rusia ?

oleh Wang He

Pasca perang Rusia – Ukraina, hubungan segitiga Tiongkok – AS – Rusia memasuki babak baru yang terpantau dari pemberitaan terkini.

Pertama, pada 26 Januari 2023, Kementerian Keuangan AS mengumumkan pemberian sanksi kepada 16 entitas yang di antaranya termasuk Institut Sains dan Teknologi Antariksa Changsha Tianyi Tiongkok dan anak perusahaannya di Luksemburg, karena perusahaan tersebut telah memberikan citra satelit Ukraina yang dibutuhkan tentara bayaran Rusia Grup Wagner.

Setelah pecah perang Rusia – Ukraina, Amerika Serikat terus melakukan penekanan agar PKT tidak memberikan bantuan militer kepada Rusia. Walau sanksinya sendiri tidak besar, tapi dampaknya besar, kuncinya terletak pada pemilihan waktunya. Pertama, pada 25 Januari, Amerika Serikat dan Jerman mengumumkan pemberian bantuan berupa tank tempur utama kepada Ukraina, yang memungkinkan terjadinya perubahan drastis di medan perang Rusia – Ukraina. Amerika Serikat dan Eropa ingin sepenuhnya mengalahkan Rusia, dan mereka tidak berharap PKT bercampur tangan. AS menggunakan sanksi ini untuk memperingatkan PKT : Jangan Anda bertindak gegabah karena kita sedang mengawasi Anda ! Kedua, Karena banyak bidang persaingan antara Washington dengan Beijing, Menlu AS Blinken akan mengunjungi Beijing untuk mengambil inisiatif dan mengendalikan masalah. Terutama setelah Amerika Serikat menemukan bukti bahwa perusahaan Tiongkok membantu militer Rusia. AS akan mendesak pemerintah Tiongkok untuk bersikap, tentang apakah bantuan kepada Rusia itu merupakan instruksi pemerintah ? Hal tersebut jelas akan menempatkan PKT pada posisi sangat pasif, sulit menghadapinya, tidak mampu melawan. Ini sungguh suatu teknik diplomasi AS yang cerdas.

Kedua, pada 30 Januari, Kementerian Luar Negeri Rusia melaporkan bahwa Xi Jinping akan berkunjung ke Moskow pada musim semi tahun ini. Ia juga menekankan bahwa pertemuan tersebut akan menjadi prioritas utama dalam hubungan Rusia – Tiongkok. Segera setelah itu, media Rusia mengungkapkan bahwa mantan Menlu Wang Yi yang akan bertindak sebagai pembuka jalan bagi kunjungan Xi Jinping, berencana datang ke Moskow pada 20 Februari. Akankah pertemuan Xi Jinping – Putin membuat langkah besar ? 

Hal yang menjadi perhatian dunia luar adalah soal mantra “3 Tidak Ada” dalam hubungan Tiongkok – Rusia yang diucapkan Wang Yi, — Tidak ada batasan dalam kerja sama strategis Tiongkok – Rusia. Tidak ada wilayah terlarang. Tidak ada batas atas. Sedangkan mantra Menteri Luar Negeri baru Tiongkok Qin Gang adalah “3 Tidak”, — Tidak bersekutu. Tidak berkonfrontasi. Tidak menarget pihak ketiga. Seperti yang kita ketahui, bahwa pada 20 Maret 2022, Qin Gang, yang masih menjabat sebagai duta besar PKT untuk Amerika Serikat, mengatakan dalam sebuah wawancara dengan TV Satelit Phoenix bahwa meskipun tidak ada area terlarang untuk kerja sama antara Tiongkok dan Rusia, tetapi masih ada garis bawah. Dunia sempat terkejut dengan diangkatnya Qin Gang menjadi Menlu Tiongkok, apakah ada pertimbangan soal penyesuaian kebijakan Rusia di balik pergantian personel ini ? Mari kita pantau lebih lanjut.

Kami lebih berpendapat bahwa ungkapan dalam kebijakan luar negeri yang ekspresif seperti “3 Tidak Ada” dan “3 Tidak” memang lazim digunakan PKT, yang kemudian penekanannya saja yang diubah-ubah sesuai perbedaan kesempatan dan dalam menanggapi situasi yang berbeda. Ini adalah bahasa jebakan yang lazim digunakan oleh PKT. Bagaimana pun tidak mungkin ada perubahan besar dalam kebijakan Rusia karena pergantian menlu, karena pemimpin PKT yang memegang kekuasaan untuk membuat kebijakan luar negeri. Dan strategi besar PKT terhadap Rusia adalah konsisten, yakni untuk melayani strategi globalnya yang bertujuan menjatuhkan Amerika Serikat. 

Pertanyaannya sekarang adalah : (1) Dengan kekalahan Rusia di medan pertempuran Ukraina, apakah ini akan berdampak terhadap jatuhnya rezim Putin ? (2) Jika rezim Putin di ambang keruntuhan, apakah Beijing akan mengubah praktiknya saat ini dan beralih untuk memberi Rusia pasokan ekonomi dan militer terlepas dari sanksi dan kemarahan Amerika Serikat dan Uni Eropa, sehingga membuat kemitraan “tanpa batas” Tiongkok – Rusia tetap eksis secara nyata ? Jawaban atas pertanyaan tersebut menentukan arah hubungan segitiga Tiongkok – AS – Rusia.

Salah satu tujuan utama kunjungan Blinken ke Beijing kali ini adalah untuk memastikan batas bantuan Tiongkok ke Rusia. Tentu saja, sikap pemerintahan Biden konsisten dan jelas. Misalnya, pada 24 Januari, sekretaris pers Gedung Putih Karine Jean-Pierre mengatakan bahwa Amerika Serikat akan terus menyampaikan kepada Beijing konsekuensi memberikan dukungan material untuk invasi Rusia ke Ukraina. John Kirby bahkan menekankan bahwa PKT harus menentukan sikap, apakah akan terus membantu Rusia menginvasi Ukraina atau memilih untuk mematuhi sanksi Barat terhadap Rusia ?

Bagi Amerika Serikat yang “tidak pernah akan menyia-nyiakan krisis” tentu akan memanfaatkan kesalahan yang dibuat Putin kali ini agar berdampak kemunduran ekonomi sehingga Rusia tidak lagi menjadi ancaman besar bagi AS.

Bagi Rusia, kekalahan di medan perang sudah dapat dipastikan, dan bagaimana mengakhirinya adalah masalah yang pelik. Evolusi politik dalam negeri Rusia, juga pengaruh eksternal Amerika Serikat, Eropa, dan komunis Tiongkok semuanya sedang bergulat dengan masalah ini. Namun, bagaimanapun juga, dapat diprediksi bahwa Rusia akan menjadi negara kelas dua di masa depan, kecuali untuk karakteristik tenaga nuklir, dan tidak akan banyak berpengaruh di arena internasional untuk waktu yang cukup lama. (Tetapi Rusia dapat memanfaatkan situasi ini untuk memulihkan diri sepenuhnya dan kembali bangkit. Bagaimanapun, potensi kekuatan besar terletak di sana. Secara historis, Rusia yang mengalami kekalahan dalam Perang Krimea dari tahun 1853 hingga 1856, kalah dalam Perang Rusia – Jepang dari tahun 1904 hingga 1905, lalu setelah terjerumus ke era Reformasi Perbudakan dan monarki konstitusional, Rusia masih bisa bangkit kembali).

Dengan kata lain, bobot Rusia telah menurun akibat perang Rusia – Ukraina, yang mempercepat evolusi hubungan segitiga Tiongkok – AS – Rusia, dan menyebabkan pola konfrontasi bipolar Tiongkok – AS lebih menonjol.

Tampaknya pemerintah Tiongkok tidak bisa berbuat banyak karena keterbatasan kemampuan. Pertama, bahkan jika ia berusaha sekuat tenaga untuk mendukung Rusia, Xi Jinping tidak mungkin membantu Putin pulih dari kekalahan di medan perang Rusia – Ukraina. Kedua, bagaimana perkembangan situasi politik Rusia dan nasib Putin, Tiongkok hanya memiliki pengaruh yang sangat terbatas. Oleh karena itu, kecil kemungkinan PKT akan bercampur tangan secara signifikan dalam perang Rusia – Ukraina juga urusan dalam negeri Rusia.

Dalam keadaan seperti ini, kerangka kebijakan Tiongkok untuk Rusia masih perlu dilakukan dari 2 sisi : di satu sisi, (menurut bahasa Li Zhanshu) harus melalui koordinasi secara politis dan diplomatis, dan memperkuat kerja sama ekonomi (perdagangan bilateral pada tahun 2022 jumlahnya meningkat 29,3% mengukir rekor yang USD. 190,27 miliar). Di sisi lain, menghindari sanksi AS dan Eropa dan tidak memberikan bantuan militer skala besar yang substansial ke Rusia (misalnya, media Rusia mengungkapkan bahwa PKT melarang pasokan prosesor Godson / Loongson ke Rusia).

Tentu saja Putin tidak puas, tapi ia tidak berdaya. Setelah pecah Perang Rusia – Ukraina, pusat gravitasi hubungan Tiongkok – Rusia pada dasarnya telah berada di pihak Tiongkok. Misalnya. Meskipun Rusia cukup mewaspadai Tiongkok, tetapi situasinya lebih dominan daripada kekuatan seorang pemimpin. Pada tahun 2022, Kereta Api Internasional Tiongkok – Kyrgyzstan – Ukraina (yang akan menjadi rute pengangkutan terpendek dari Tiongkok ke Eropa dan Timur Tengah), yang telah ditangguhkan selama lebih dari 20 tahun, akhirnya dirilis. Heihe – Blago Jembatan Jalan Raya Vishchensk dibuka untuk lalu lintas, dan Jembatan Kereta Api Lintas Sungai Heilongjianh Tiongkok – Rusia juga dibuka untuk lalu lintas. Tidaklah sulit untuk membayangkan bahwa daya tarik ekonomi Tiongkok ke Rusia akan menjadi semakin kuat.

Kunjungan Xi Jinping ke Rusia sebenarnya merupakan undangan Putin. Pada 30 Desember tahun lalu, ketika Xi Jinping – Putin mengadakan pertemuan video. Xi Jinping mengatakan sudah menjadi tradisi yang baik bagi kami untuk mengadakan pertemuan video rutin pada akhir tahun. Sedangkan di sisi lain, Putin menyatakan harapannya untuk memperkuat kerja sama di bidang militer dengan PKT dalam rangka untuk melawan tekanan dan provokasi yang belum pernah terjadi sebelumnya dari negara Barat. Untuk itu mengundang Xi Jinping berkunjung ke Moskow pada musim semi tahun 2023.

Sekarang PKT telah mengambil inisiatif dalam hubungan bilateral Rusia – Tiongkok, tidak mungkin Xi Jinping akan membuat konsesi dan memberikan bantuan besar-besaran ke Rusia selama kunjungannya ke Rusia. Sebaliknya, Putin yang lebih membutuhkan dukungan Xi Jinping, meskipun itu cuma simbolis.

Kunjungan Blinken dilakukan sebelum kunjungan Xi ke Rusia, tampaknya dengan maksud untuk menjaga agar PKT tetap terkendali.

Secara umum, perang Rusia – Ukraina sampai batas tertentu telah berhasil memperluas ruang aktivitas PKT dalam hubungan segitiga Tiongkok – Amerika Serikat – Rusia, tetapi pada saat yang sama juga mempercepat evolusi konfrontasi bipolar antara Tiongkok dengan Amerika Serikat. Seiring dengan Rusia menjadi negara kelas dua, hubungan segitiga ini juga akan melemah. (sin)