Xi Tantang Sistem Dualisme Partai dan Administratif, Li Qiang Adalah Kuncinya

Pinnacle View

“Tiga kali jabatan berturut-turut” mungkin bukanlah sasaran akhir kepala negara RRT Xi Jinping, pakar masalah Tiongkok dari siaran Pinnacle View berpendapat, Xi sedang menantang sistem dualisme yakni sistem Partai dan Administratif yang telah bertahan beberapa dasawarsa, dan melangkah menuju era Mao Zedong serta menjadi orang terkuat politik, sedangkan orang kepercayaannya yakni: Li Qiang adalah kunci keberhasilannya. 

Hambatan dan krisis besar yang ditimbulkannya baik di dalam maupun luar partai, sedang dialihkan ke ajang perang Rusia dan Ukraina di Eropa oleh sang pejabat diplomatik “serigala perang”.

Sistem Dualisme Mungkin Akan Berakhir, Li Qiang Adalah Kuncinya

Pada 5 Maret PKT akan menggelar Kongres Rakyat Nasional dan Konferensi Permusyawaratan Politik Rakyat Tiongkok, pada saat itu semua pejabat sistem pemerintahan dalam lingkup luas akan menyelesaikan peralihan kekuasaan untuk lima tahun sekali, diperkirakan Li Qiang (beda satu nama dengan Li Ke Qiang yang pada 5 Maret akan menyerahkan jabatan perdana menterinya, red.) akan tampil menggantikan Li Keqiang sebagai perdana menteri. 

Pada saat ini kerangka keseluruhan tingkat kepemimpinan inti pemerintahan berikutnya telah mulai terlihat jelas, sebelumnya sejumlah besar kaum elite baru dari kubu Xi menduduki posisi penting dalam sistem partai pada Kongres Nasional ke-20 yang digelar pada Oktober tahun lalu, mereka hampir memenuhi Komisi Pusat PKT dan Politbiro PKT.

Karena hanya para elite di dalam kedua komite ini yang memenuhi syarat dan berpeluang memasuki tingkat inti kekuasaan. Selain itu, para pemimpin departemen pemerintahan yang penting termasuk Kementerian Keamanan Publik dan Kementerian Keamanan Nasional, telah usai dilakukan pergantian kekuasaan pada Kongres Nasional ke-20 PKT tahun lalu.

Berdasarkan daftar nama baru dari Komite Tetap Politbiro dan Komisi Pusat PKT hampir semua anggota kabinet lama Li Keqiang sebelumnya telah dibersihkan, orang-orang tersebut tak lagi menjabat di partai yang setara dengan jabatan pemerintahannya. Sedangkan pada 5 Maret nanti, elite baru dari kubu Xi ada harapan akan menggeser birokrat lama, dengan demikian sistem Dualisme Partai dan Administratif yang dimulai sejak era Deng Xiaoping itu mungkin akan segera berakhir. Apa itu “sistem Dualisme Partai dan Administratif”?

Yang dimaksud dengan “sistem Dualisme Partai dan Administratif” adalah: pemimpin tertinggi partai dan perdana menteri pemerintahan menjalankan pemerintahan yang terpusat (sentralisasi) di bidangnya masing-masing, contoh yang tipikal adalah “sistem Hu – Wen (Hu Jintao dan Wen Jiabao, 2002-2012)” dan “sistem Xi dan Li (Xi Jinping dan Li Keqiang)” sekarang dan yang segera akan berakhir.

Ketika Xi Jinping menjabat sebagai Sekretaris Komite Partai Provinsi Zhejiang, Li Qiang adalah sekretaris pribadinya. Selama pandemi Li Qiang yang menjabat sebagai Sekretaris Komite Partai Kota Shanghai menerapkan kebijakan “Nol COVID” dengan ketat, dengan memberlakukan lockdown bagi lebih dari dua puluh juta jiwa warga Shanghai selama beberapa minggu berturut-turut, hal ini menyebabkan bencana kemanusiaan dalam ruang lingkup luas, dan keluhan warga pun bergolak. Tetapi semua ini tidak menghalangi Li Qiang dipromosikan menjadi anggota Komite Tetap Politbiro pada Oktober tahun lalu, dan menjadi pemimpin nomor dua di partai.

Pakar masalah Tiongkok Shi Shan menjelaskan di Pinnacle View, dibandingkan dengan para perdana menteri pemerintahan sebelumnya pasca “Revolusi Kebudayaan (1966-1976)”, Li Qiang tidak pernah menjabat sebagai wakil perdana menteri atau pengalaman menjabat di pemerintahan pusat, ini menandakan pondasi kekuasaannya sangat rapuh. 

Begitu masuk ke Dewan Negara dan menjabat sebagai perdana menteri pemerintahan, Li Qiang mungkin akan menjadi boneka di atas panggung bagi Xi, dan Xi Jinping melangkah menjadi orang politik kuat ala Mao Zedong, serta mendobrak sistem Dualisme Partai dan Administrasi, menguasai semuanya di tangannya sendiri.

“Sekarang, Xi Jinping sedang mengubah ‘sistem dua pemimpin’ menjadi ‘sistem diktator satu pemimpin’, perubahan dalam pola kekuasaan semacam ini akan sangat, sangat besar”, kata Shi Shan.

Satu dua tahun belakangan ini, media massa partai dan pemerintahan RRT semakin banyak menggunakan istilah “pemimpin rakyat” dalam menjuluki Xi Jinping. Pada konferensi pers Kongres Nasional ke-20 PKT, wakil direktur Central Policy Research Office yakni Tian Peiyan berkata, “Sekjend Xi Jinping adalah tokoh elite yang lahir di era yang agung ini, dan pemimpin rakyat yang menjadi tumpuan harapan rakyat”.

Sebelum ini, Mao Zedong dinobatkan oleh PKT sebagai “pemimpin agung”, dan sekarang julukan “pemimpin rakyat” disematkan pada diri Xi Jinping. Mao Zedong pernah berturut-turut menjatuhkan dua tokoh penting suksesornya sendiri yakni Presiden Liu Shaoqi dan Panglima Lin Biao, pada Oktober tahun lalu Xi Jinping telah mencopot Hu Chunhua yang telah ditunjuk oleh mantan pemimpin partai Hu Jintao untuk menjadi pengganti Xi dari jabatan Komisi Tetap Politbiro. Apa nasib yang akan dialami Hu Chunhua masih terus diamati, tapi ketika Hu Jintao dikeluarkan secara paksa di saat penutupan Kongres Nasional ke-20, Hu Chunhua hanya bisa menatap kosong, duduk diam menyilangkan tangan di dada, sementara Li Qiang dan orang di sekitarnya berbincang santai dengan penuh senyum.

Redaktur kehormatan majalah Beijing Spring yakni Hu Ping mengatakan di Pinnacle View, dalam persaingan di internal partai, Xi Jinping adalah pemenang yang rakus, segala unsur kekuatan kubu lawannya telah disingkirkan dari inti kekuasaan. “Menempatkan orang-orang yang mutlak setia kepadanya di posisi yang lebih penting, lalu menyingkirkan orang-orang yang tidak mutlak setia. Menuntut seluruh partai melindungi kekuasaan pusat.”

Konflik Internal Diselesaikan Di Luar? Xi Mungkin Tanamkan Bom Waktu

Shi Shan menilai, walaupun Li Keqiang berikut wakil PM, menteri, wakil menteri dan sejumlah anggota komite Dewan Negara dipaksa mundur dari kekuasaan inti, tapi hal ini sangat mungkin akan memicu reaksi keras dari internal partai, serta menanamkan potensi bahaya teramat besar bagi Xi Jinping.

Pada rapat 7 orang anggota Komite Tetap Politbiro pada 16 Februari baru-baru ini Xi Jinping dengan hati-hati mengumumkan “penanggulangan pandemi telah meraih kemenangan menentukan”, beberapa hari sebelumnya, militer tiba-tiba berseru melindunginya. Komisi Militer Pusat mengeluarkan perintah kepada seluruh jajaran militer untuk memperkuat “sistem tanggung jawab Ketua Komisi Militer”, meminta segala tindakan militer harus tunduk pada komando Ketua Komisi Militer Xi Jinping, “Harus mutlak setia, mutlak murni, dan mutlak bisa diandalkan”, harus “memahami secara mendalam ‘dua pendirian’ yang bersifat menentukan”. Maksud dari “dua pendirian” adalah, pendirian terhadap posisi inti Xi Jinping atas seluruh partai; dan pendirian atas posisi kepemimpinan pikiran Xi Jinping. Xi Jinping dengan mengempit “laras senapan (militer)” telah menakuti semua oposisi yang mencoba melawannya, tetapi di dalam partai dan dalam negeri tetap saja telah terakumulasi rasa antipati yang keras. 

Pejabat diplomatik “serigala perang” RRT yakni Wang Yi pada saat bertatap muka dengan politisi Barat di Munich, Jerman, memperlihatkan sikap keras pemerintahan Xi Jinping. Ini juga dapat dipandang sebagai “konflik internal, diselesaikan di luar”, PKT menggunakan konflik di luar negeri untuk mengalihkan konflik di dalam negeri sudah bukan hal baru, tapi kali ini mungkin sangat berbeda.

Pada 18 Februari lalu, dalam forum Konferensi Keamanan Munich ke-59 Wang Yi menyindir AS dan NATO telah merusak perdamaian internasional, memanfaatkan “politik kekuasaan dan hegemoni” untuk merusak ketenangan dunia. 

Di saat bertemu dengan Menlu AS Blinken ia menuduh tindakan pemerintah AS yang telah menembak jatuh balon udara adalah “100% penyalahgunaan kekuatan militer”, bahkan mengatakan AS telah melanggar konvensi internasional yang menangani wilayah udara. Blinken merespon, AS “tidak akan membiarkan tindakan apapun yang melanggar kedaulatan kami”.

Wang Yi sekarang menjabat sebagai anggota Komisi Tetap Politbiro merangkap Direktur Kantor Urusan Luar Negeri Pusat, ia merupakan pejabat diplomatik dari sistem partai, dan Menlu RRT yang baru yakni Qin Gang yang relatif lebih “moderat” daripada Wang Yi tidak tampak pada konferensi di Munich.

Rusia dan Ukraina telah berperang selama setahun, PKT masih terus meningkatkan perlawanan terhadap NATO, di Munich Blinken mengecam PKT yang telah memasok perlengkapan perang yang berbahaya bagi agresor Rusia, serta memperingatkan PKT agar tidak melakukannya lagi. Pejabat diplomatik RRT dan AS berpisah dengan tidak akur di Munich, serta Wang Yi buru-buru ke Moskow merangkul Putin. Ketegangan hubungan AS-RRT masih terus memanas.

Shi Shan menilai, pidato Wang Yi yang menghujat AS telah menonjolkan kebijakan pemerintahan Xi Jinping yang akan terus bersikap keras terhadap AS, diplomatik “serigala perang” masih akan terus berlanjut, dan sikap keras Xi Jinping ini ada kaitannya dengan situasi dalam negeri yang berbahaya (tentu hanya bagi rezim PKT saja).

Aksi unjuk rasa “Revolusi Uban” yang baru-baru ini meletus di Wuhan, Dalian dan beberapa tempat lainnya telah mengungkapkan bahwa pemerintah RRT sedang mengalami krisis keuangan, sampai-sampai uang jaminan hari tua para lansia pun diembatnya, sejumlah lansia yang berang pun meneriakkan “jatuhkan pemerintahan reaksioner”. Dua bulan sebelumnya, di banyak tempat di Tiongkok telah meletus pula “Revolusi Kertas Putih”, waktu itu muncul banyak slogan “runtuhkan partai komunis” dan “lengserkan Xi Jinping” di lokasi unjuk rasa.

Beberapa hari lalu pada siaran Pinnacle View, Shi Shan juga menyatakan, kebijakan pencegahan pandemi yang diprakarsai pemerintahan Xi Jinping mengakibatkan kematian banyak “elite” yang berkuasa dan para pendukung PKT, beserta tak terhitung banyaknya rakyat biasa yang meninggal karena pandemi, Xi Jinping mungkin harus menghadapi lawan politik internal partai yang akan menuntut pertanggungjawabannya atas pandemi. Dan dalam Dua Sesi Rapat PKT yang akan digelar pada 5 Maret adalah masa krisis semacam ini yang akan dihadapinya.

Mampukah Xi Jinping melalui masa krisis mengakhiri dualisme sistem partai dan administrasi, dan menjadi orang kuat politik ala Mao Zedong? Ini harus menunggu digelarnya Dua Sesi Rapat PKT untuk bisa didapatkan jawaban lebih lanjut. (sud/whs)