Investor Miliarder Memperingatkan agar ‘Sangat Berhati-hati Berinvestasi di Tiongkok’ di Tengah Kekhawatiran Tindakan Keras terhadap Modal

Andrew Moran

Seorang investor miliarder mendesak agar berhati-hati dalam berinvestasi di Tiongkok, memperingatkan bahwa ia dilarang mengakses uangnya karena kontrol modal yang ketat di Beijing.

Menurut Mark Mobius, pendiri Mobius Capital Partners, Pemerintah Tiongkok mengambil tindakan “sangat signifikan” untuk mencegahnya menarik modal dari ekuitas Tiongkok karena rekening HSBC-nya terletak di Shanghai.

“Saya tidak bisa mendapatkan penjelasan mengapa mereka melakukan ini. Ini sungguh luar biasa. Mereka menempatkan semua jenis rintangan,” kata Mobius kepada Fox Business Network pada Kamis (2/3/2023).

“Mereka tidak mengatakan, ‘Tidak, Anda tidak bisa mengeluarkan uang Anda,’ tetapi mereka mengatakan, ‘Berikan kami semua catatan selama 20 tahun tentang bagaimana Anda menghasilkan uang ini,’ dan seterusnya. Ini gila.”

Investor AS ini berpikir bahwa lanskap ekonomi telah mengadopsi “arah yang sama sekali berbeda” dari pemimpin sebelumnya yang berorientasi pada pasar, Deng Xiaoping, dan menjelaskan bahwa ini bukan pertanda baik bagi masa depan negara ini jika pemerintah pusat menjadi “lebih berorientasi mengendalikan ekonomi.”

“Saya tidak bisa mengeluarkan uang saya. Pemerintah membatasi aliran uang keluar dari negara ini. Jadi, saya sangat berhati-hati berinvestasi di Tiongkok.”

Sebagai hasil dari apa yang terjadi di negara dengan perekonomian terbesar kedua di dunia ini, Mobius percaya bahwa alternatif investasi terbaik dengan peluang ekonomi yang luar biasa adalah India dan Brasil.

Pemerintahan Biden baru-baru ini mengonfirmasi bahwa mereka berniat untuk memeriksa aliran modal AS ke Tiongkok secara cermat. Gedung Putih dan Kongres sedang menjajaki proposal untuk memantau dan melarang investasi AS di Tiongkok untuk mengatasi masalah keamanan nasional.

Komite Khusus DPR AS untuk Partai Komunis Tiongkok, yang diketuai oleh Mike Gallagher (R-Wis.), berencana untuk memeriksa kontrol ekspor dan masalah investasi keluar sebagai bagian dari tinjauan terhadap persaingan AS dengan Tiongkok.

Menteri Perdagangan AS Gina Raimondo memperingatkan bahwa upaya-upaya ini harus menyeimbangkan antara investasi strategis dan investasi yang memudahkan karena banyak dana pensiun domestik menginvestasikan uang nasabahnya di AS.

“Anda tentu tidak ingin melakukan hal apa pun yang memiliki konsekuensi yang tidak diinginkan, yang merugikan banyak orang. Anda tidak ingin menjadi terlalu luas. Kami ingin perdagangan, kami ingin perdagangan, kami ingin investasi global. Apa pun yang terlalu luas akan merugikan para pekerja dan ekonomi Amerika,” ujar Raimondo dalam sebuah wawancara dengan Bloomberg.

Meskipun hal ini merupakan prioritas utama bagi pemerintahan, sangat penting untuk melakukannya secara perlahan dan “melakukannya dengan benar” daripada menolak aliran uang, katanya.

“Jadi, kami hanya berusaha berhati-hati untuk melakukannya dengan benar,” tambah Raimondo.

Pelarian Modal

Pada kuartal keempat 2022, Tiongkok membukukan arus keluar dana bersih pertama dalam lebih dari dua tahun, didorong oleh penurunan investasi asing dan ekspor.

Menurut data terbaru dari State Administration of Foreign Exchange (SAFE), Tiongkok mengalami aliran dana keluar bersih sebesar $11,2 miliar pada periode Oktober-Desember, yang merupakan arus keluar modal atau capital outflow terbesar sejak kuartal ketiga 2019.

Perhitungan Bloomberg terbaru menggunakan data China Central Depository & Clearing Co. dan Shanghai Clearing House menunjukkan bahwa dana dari luar negeri menyadarkan kembali perilaku penjualan obligasi Tiongkok di Januari. Untuk memulai tahun 2023, kepemilikan asing atas obligasi dalam negeri Tiongkok anjlok lebih dari 3% ke level terendah dalam tiga tahun terakhir sebesar $470 miliar.

Arus keluar atau outflow meningkat selama setahun terakhir karena bank sentral memperketat kebijakan moneter, menawarkan imbal hasil yang lebih menarik.

Sementara negara-negara lain di dunia telah menaikkan suku bunga dan mengurangi neraca keuangan, Tiongkok telah menerapkan langkah-langkah pelonggaran. Musim panas lalu, People’s Bank of China (PBoC) menurunkan loan prime rates (LPRs) satu dan lima tahun menjadi 3,65% dan 4,3%. Di November, bank sentral juga memangkas Giro Wajib Minimum (GWM) untuk sebagian besar institusi keuangan sebesar 25 basis poin menjadi di bawah 8%.

Sebagai hasil dari pelonggaran kebijakan para pejabat, imbal hasil obligasi 10 tahun Tiongkok sekitar 2,94%, dibandingkan dengan imbal hasil obligasi 10 tahun AS sekitar 4%.

Sebagai bagian dari upaya untuk meningkatkan kondisi ekonomi, Zhong Zhengsheng, kepala ekonom di Ping An Securities Co, mengatakan kepada Bloomberg pada bulan lalu bahwa bank sentral dapat memangkas suku bunga pada kuartal kedua untuk mempercepat pemulihan.

Sementara itu, untuk pertama kalinya dalam 25 tahun terakhir, Kamar Dagang Amerika di Tiongkok dalam “Laporan Survei Iklim Bisnis Tiongkok 2023” mengungkapkan bahwa Tiongkok tidak lagi menjadi tujuan investasi utama bagi sebagian besar bisnis AS. Studi yang dilakukan pada musim gugur lalu ini menemukan bahwa jumlah perusahaan AS yang mulai atau berpikir untuk merelokasi sumber daya mereka di luar Tiongkok naik 10 persen dari tahun lalu.

“Setelah tiga tahun penuh didominasi oleh pandemi COVID-19, para anggota menyatakan keprihatinannya tentang kinerja keuangan perusahaan mereka dan ekspektasi terkait keterbukaan dan iklim bisnis Tiongkok, yang berkontribusi pada pandangan yang sedikit lebih pesimis dibandingkan dengan tahun-tahun sebelumnya,” kata laporan tersebut.

Para ekonom menyatakan bahwa waktu dimulainya arus keluar juga bertepatan dengan invasi Rusia ke Ukraina.

Arus keluar dari Tiongkok dalam skala dan intensitas yang kami lihat belum pernah terjadi sebelumnya, terutama karena kami tidak melihat arus keluar serupa dari pasar negara berkembang lainnya,” tulis kepala ekonom Institute of International Finance (IIF) Robin Brooks dalam sebuah laporan pada Maret 2022.

“Waktu terjadinya arus keluar – yang terjadi setelah invasi Rusia ke Ukraina – menunjukkan bahwa investor asing mungkin melihat Tiongkok dengan cara pandang yang baru, meskipun masih prematur untuk membuat kesimpulan yang pasti dalam hal ini.”

Namun, para pembuat kebijakan Tiongkok bertaruh besar pada pembukaan kembali ekonomi negara pasca pandemi – dan begitu pula para investor asing. Pada Januari, investasi asing langsung ke Tiongkok terus meningkat, naik 10 persen dari tahun ke tahun. Wakil Administrator dan Juru Bicara Pers SAFE Wang Chunying menegaskan dalam sebuah pernyataan bahwa prospek pembangunan ekonomi dan pasar konsumen yang luas menarik bagi investor asing.

“Untuk tahun 2023, investor setuju bahwa pertumbuhan akan pulih setelah penghapusan kebijakan nol-Covid, meskipun ada ketidaksepakatan tentang kekuatan pemulihan, dengan kepercayaan konsumen, pasar properti, dan utang pemerintah daerah menjadi perhatian utama,” kata kepala ekonom Goldman Sachs di Tiongkok, Hui Shan, dalam sebuah catatan.