Peneliti Menggali “Kedai” Kuno di Irak, Lengkap dengan Lemari Es, Oven, dan Wadah Makanan Berusia 5.000 Tahun

MICHAEL WING

Orang-orang kuno Mesopotamia mungkin telah melakukan seperti yang dilakukan oleh banyak orang modern, mampir ke pub lokal mereka dalam perjalanan pulang untuk mengakhiri kesibukan sehari-hari, yang ditunjukkan oleh bukti-bukti di masa kini.

Sisa-sisa sebuah “kedai minuman”—lengkap dengan lemari es kuno, oven, bangku, mangkuk, dan gelas kimia—telah digali oleh para peneliti di Lagash, daerah perkotaan kuno di selatan Irak.

Arkeolog  dari Museum Penn, Amerika Serikat dan Universitas Pisa, Italia, telah memulai penyelidikan terhadap kehidupan penduduk yang mungkin terlibat dalam kerajinan industri awal, yaitu produksi tembikar, yang berpotensi mengungkapkan keberadaan “kelas menengah” kuno.

Foto udara dari drone yang menunjukkan Lagash, di Irak selatan. (Courtesy of Lagash Archaeological Project)
Para peneliti Penn Museum menemukan kedai berusia 5.000 tahun di Lagash pada musim gugur 2022. (Courtesy of Lagash Archaeological Project)

Penemuan ini bertolak belakang dengan pemahaman sebelumnya bahwa hanya ada dua kelas—elite dan budak—yang ada di bagian dunia ini pada waktu itu.

Terletak di zaman modern Al-Hiba, Lagash adalah pusat kota besar seluas 450 hektar dari sekitar 3500 hingga 2000 SM. “Itu adalah pusat politik, ekonomi, agama besar dengan populasi besar dan kota yang kompleks,” kata Holly Pittman, direktur proyek dari Penn Mu- seum, kepada The Epoch Times.

Penggalian ilmiah pertama terjadi di sini dari 1968 hingga 1978, sedangkan musim terakhir penelitian pada 1990 digagalkan oleh Perang Teluk Persia. Pittman berperan dalam upaya tersebut dan menggantikan Donald Hansen sebagai kepala proyek pada 2007.

Penggalian tidak dilanjutkan hingga 2019 setelah jeda yang diperpanjang, dan November 2022 menjadi akhir dari musim peng- galian keempat mereka. Penemuan-penemuan terbaru ini mulai memberi titik terang baru tentang bagaimana “rata-rata” orang Mesopotamia pernah hidup pada 5.000 tahun yang lalu.

Holly Pittman, dari Penn Museum, di Lagash pada Desember 2018. (Courtesy of Lagash Archaeological Project)
Foto detail kedai ini menunjukkan kulkas kuno yang disebut “zeer”, rak-rak berisi makanan, dan oven. (Courtesy of Lagash Archaeological Project)

Dengan menggunakan fotografi drone dan magnetometri di area tersebut, mereka mengidentifikasi bukti pembakaran kuno, yang menunjukkan adanya sebanyak 11 tempat pembakaran. Struktur batu bata lumpur dikeraskan oleh panas, sehingga mengawetkannya selama ribuan tahun.

“Apa yang dianggap sebagai tempat pembakaran di situs “kedai” lokal tersebut ternyata adalah oven besar untuk memasak,” kata Pittman, bersama dengan semua fitur yang terkait dengan apa yang mereka identifikasi sebagai “tempat makan umum”.

Di bawah arahan Dr. Sara Pizzimenti dari University of Pisa, para peneliti melakukan pengelupasan mikrostratigrafi multi-fase dari lapisan pengendapan horizontal, satu per satu. Menganalisis masing-masing  layaknya  perawatan  bedah—alih-alih  menggali  secara langsung—mereka mampu melakukan perjalanan ke masa lalu untuk mengungkapkan setiap detail yang sangat kecil.

Foto detail kedai ini menunjukkan lemari es kuno, yang disebut “zeer.” (Courtesy of Lagash Archaeological Project)

Setelah membuka bangunan dari dinding ke dinding terus ke lantai, strukturnya terdiri dari parit berukuran 3×6 meter, dengan kedalaman sekitar 18-30 cm.

Selain oven, ada bangku, pecahan mangkuk dan gelas keramik kuno, sisa makanan, serta “alat pendingin” berusia 5.000 tahun yang disebut zeer, untuk minuman dingin—atau dengan kata lain “kulkas pub”.

“Itu adalah sebuah alat yang melingkar, mungkin berdiameter satu meter,” kata Pittman. “Di tengah lubang lingkaran ini ada ruang tempat toples besar diletakkan.” Karena rongga itu berada di bawah tanah, itu bisa saja tertutup dan tetap dingin, mereka berhipotesis, mungkin dengan bantuan ventilasi dan penguapan air dalam wadah yang ditemukan di sekelilingnya.

Dapat dibayangkan, setelah seharian bekerja mencetak pot tanah liat atau berkeringat di samping tungku panas, pekerja keramik dapat mengunjungi kedai minuman tersebut, menikmati pengaturan udara terbuka sembari menenggak bir dingin dan memasak makanan, menurut pemikiran para peneliti.

Peta yang menunjukkan pemindaian magnetometri yang melapisi Lagash. (Courtesy of Lagash Archaeological Project)

“Kami menemukan seloki, jadi kami yakin mereka minum bir di sana, karena bir adalah minuman yang paling umum di antara orang Sumeria saat itu,” kata Pittman.

Sementara proyek sebelumnya cenderung berfokus pada infrastruktur elite, semacam gundukan besar, kuil, dan semacamnya, Pittman dan timnya justru bertujuan untuk menjelaskan kehidupan “rakyat jelata” yang terlibat dalam “produksi kerajinan” di masa itu. “(Kedai) adalah bukti infrastruktur sosial dan ekonomi, mungkin juga politik, yang digunakan 5.000 tahun yang lalu,” katanya. 

“Sampai saat ini, belum ada yang benar-benar menyelidiki kehidupan dan pekerjaan serta ekonomi rakyat jelata di periode awal peradaban ini.” 

Pittman dan timnya juga berharap kerja sama erat proyek ini dengan para arkeolog dan penduduk desa Irak setempat. Dengan memberi mereka pelatihan, akan membangkitkan minat mereka untuk menghidupkan kembali warisan kuno yang kaya ini. (zzr)