Inspirasi Shen Yun : Tidak Ada Cara Instan Untuk Hidup Mulia

ISWAHYUDI

Legenda selalu ada pesan yang ingin disampaikan. Kali ini saya tertarik dengan sebuah legenda yang dihidupkan kembali oleh Shen Yun berjudul Early Shen Yun Pieces: The Fable of the Magic Brush (2015 Production). Kisah bermula di sebuah desa di tepi pantai.

Seorang pemuda-sarjana sangat berbakat melukis. Kemampuannya diakui banyak orang di kampungnya. Para gadis memintanya melukis diri mereka, dan ternyata hasilnya sangat memuaskan. Di tengah kerumunan orang-orang itu, ada seorang gadis misterius berbaju sutra emas ikut nimbrung. Si pemuda pelukis itu diminta teman-temannya untuk melukis sang gadis misterius itu. Dan ternyata hasilnya sungguh menakjubkan.

Tiba-tiba tiga berandal desa membuat keonaran, dan ingin mengganggu gadis misterius itu. Aksi jahil itu dihalangi oleh pemuda pelukis tersebut. Tapi ia kalah dalam jumlah. Begitu para berandal tersebut hendak mengganggu sang gadis misterius itu, ia menunjukkan jati diri nya dengan menunjukkan kesaktiannya, membuat ombak raksasa siap menghantam dan menggulung. Si berandal desa lari tunggang langgang, dan penduduk serentak memberi hormat pada gadis itu.

Karena laku baik hati pemuda pelukis ingin melindungi  sang  gadis  misterius, ia anugerahi sebuah kuas ajaib yang bisa menjadikan apa saja yang digambar jadi kenyataan. Si pemuda menerima anugerah itu dengan penuh hormat. Selanjutnya sang gadis misterius yang merupakan penjelmaan Naga Perak terbang kembali ke istananya di dasar samudra.

Mendapat kuas ajaib itu, si pemuda pelukis mencoba menggambar lumbung beras. Dan ajaibnya, lumbung beras segera terwujud. Warga bersuka cita dengan kemunculan lumbung beras tiban tersebut. Namun, selalu saja ada yang iri dengan keajaiban ini. Tiga orang berandal segera membuat keonaran. Merebut kuas ajaib dan menceburkan sang pemuda pelukis ke dasar samudra.

Untunglah, Sang Naga perak segera menolongnya dan membawanya ke istana di dasar samudra. Si pemuda pelukis disambut dengan hangat oleh Kaisar dengan para penari yang cantik jelita. Dari pertemuan itu sang Kaisar menceritakan apa misi hidup pemuda pelukis itu yaitu menciptakan kemakmuran di kampungnya. Segera saja ia kembali ke kampungnya. Dan disambut oleh keluarganya. Sementara tiga orang berandal masih asyik dengan kuas ajaibnya. Dengan penuh keserakahan mereka menggambar uang emas dengan kuas ajaib itu, tapi yang muncul anjing yang menggonggong. Bergantian berandal yang lain menggambar gadis cantik. Memang benar gadis cantik segera muncul tapi selang beberapa saat gadis itu berubah menjadi harimau yang siap menerkam.

Para berandal menyadari bahwa kuas ajaib hanya akan berfungsi di tangan si pemuda pelukis. Dengan pikiran licik berandalnya, ia menyandera adik pemuda pelukis dan memaksanya untuk menggambarkan seperahu emas. Dengan terpaksa si pemuda pelukis menggambarnya, dan seperahu emas segera terwujud. Dengan bergegas para berandal ingin meraih nya, namun perahu itu justru melaju ke tengah laut. Si pemuda pelukis menggambarkan perahu untuk mengejar perahu yang berisi emas. Para berandal kegirangan dan segera ke tengah laut. Tiba-tiba Naga Perak muncul dan menyemburkan badai sehingga para berandal tenggelam dengan keserakahannya. 

Pasca-tenggelamnya para berandal, penduduk desa bersyukur atas anugerah Sang Pencipta melalui tangan Sang Naga Perak untuk memberikan kemuliaaan dan kemakmuran pada seluruh kampung. Kuas ajaib yang bisa mewujudkan segala cita dan keinginan.

Moral Cerita

Ada pelajaran yang bisa dipetik dari kisah ini; Pertama, kemampuan yang disertai karakter yang baik akan bisa berbuah keajaiban atau campur tangan Tuhan. Si pemuda pelukis memang sangat berbakat dengan melukis. Tapi ia juga punya karakter yang baik, menolong orang yang butuh bantuan yaitu gadis misterius yang merupakan penjelmaan Sang Naga Perak. 

Sebagai ganjaran pada laku mulia itu, Sang Naga Perak menghadiahi kuas ajaib yang bisa mewujudkan apa saja yang digambarkan. Keajaiban yang diberikan itu mendukung bakat dasar yang dipunyai oleh pemuda pelukis itu. Tentu saja, kuas ajaib akan bermanfaat kalau yang pemegangnya adalah orang yang punya karakter mulia. “Kekuatan besar punya tanggung jawab besar,” itulah yang ada dalam pikiran si pemuda pelukis itu. Hal pertama yang ingin ia wujudkan adalah menggambar “lumbung pangan” untuk kepentingan desa. Pikiran itu muncul karena si pemuda peduli dengan kebutuhan di kampungnya yaitu lingkungan ring satu-nya. Benar saja lumbung pangan segera terwujud dan penduduk desa menyambut dengan suka cita.

Kedua,  Tak  ada  cara  instan  untuk mencapai kemuliaan dan kemakmuran. Perilaku para berandal desa yang mencelakai si pemuda dengan menceburkan ke samudra dan merebut kuas ajaib ternyata tak bisa mewujudkan segala keinginannya. Yang ada malah apa yang digambarkan menjadi kesialan. Walaupun mereka menyadari bahwa kuas ajaib tidak bisa dipisahkan dengan pemuda pelukis, tetap saja mereka punya tipu daya untuk mengenali situasi. Dan tetap saja kesialan menimpa mereka. Seberapa pandai mereka membuat makar (tipu daya), tapi Sang Pencipta di atas tidak mengabulkan segala tipu daya (makar) mereka.

Refleksi Situasi Masa Kini

Baru-baru ini dunia pendidikan kita geger dengan kasus perjokian karya ilmiah yang begitu menggejala di mana- mana. Baik dari level strata satu sampai persyaratan untuk menjadi seorang profesor. Praktik ini bahkan menjadi skala industri. Ada permintaan pun juga ada penawaran yang tinggi. Ada tim khusus yang mempersiapkan karya ilmiah, dosen menggunakan jasa joki untuk menerbitkan karya ilmiah, industri ini akhirnya tumbuh subur di mana-mana, jasa joki sampai-sampai berbadan hukum dan terorganisir secara masif dan sebagian jasa joki terhubung dengan kampus. Itu fakta mengenaskan yang terjadi di negeri ini. 

“Kepakaran” dan gelar diperjualbelikan secara barbar. Walaupun tetap saja ada sarjana-sarjana yang secara jujur dan orisinil menghasilkan karya ilmiah, tapi industri gelap perjokian ini secara jangka panjang akan membahayakan negara. Negeri ini akan diisi oleh sarjana, master, doktor, dan profesor palsu. Apa yang lebih berbahaya dibandingkan ketika menyerahkan urusan negara kepada orang yang bukan ahli di bidangnya? Tunggu kehancurannya.

Kisah legenda “Keajaiban Kuas” di atas mengajarkan untuk menjadi seorang pakar harus ketat mematut diri dan harus berkarakter mulia. Ilmu pengetahuan dan kepakaran bisa diibaratkan sebagai kuas ajaib yang mampu mewujudkan apa yang dicitakan, tapi kalau itu hanya sesuatu yang palsu saja, apa yang bisa diwujudkan selain gonggongan anjing dan terkaman macan. Gemah ripah loh jinawi yang dicitakan ternyata sekadar mimpi atau hoaks saja. Karena tak ada ilmuwan dan pakar yang sebenarnya, tapi seolah-olah saja. Sekadar gelar saja yang mentereng. 

“Ijazah hanya sekadar bahwa seseorang pernah sekolah, tapi bukan tanda bahwa seseorang pernah berpikir,” kata Rocky Gerung. (et)