Untuk Atasi Pengangguran, PKT Dorong Mahasiswa Jadi Pedagang Emperan atau Pemulung

oleh Li Yun

Perekonomian Tiongkok sedang lesu, pengangguran melanda seluruh negeri yang menyebabkan sejumlah besar warga sipil kehilangan pekerjaan, mengeluh karena penghasilan turun tajam, lebih-lebih mahasiswa dari sekolah bergengsi tidak dapat menemukan pekerjaan setelah lulus.

Demi mengatasi situasi ini, media corong PKT membesar-besarkan isu dengan tujuan “menghipnotis” para mahasiswa agar membuang gengsi, lalu berwiraswasta seperti menjadi pedagang emperan, pendaur ulang, mengumpulkan barang-barang bekas / pemulung dan sebagainya yang tentunya bermanfaat bagi kebersihan lingkungan.

“Sebagai lulusan S2, saya telah menganggur selama lebih dari setengah tahun dan sampai saat ini saya belum menemukan pekerjaan. 98,75% lamaran kerja yang saya kirim tak ada kabar beritanya,” kata Chen Tao, mantan jurnalis senior di daratan Tiongkok.

Chen Tao merekam video selfie untuk melukiskan keadaannya.

Chen Tao mengatakan : “Meskipun saya memiliki pengalaman kerja yang baik dan gelar pascasarjana, tetapi setelah memasuki usia 35 tahun, tidak ada orang (pemberi kerja) yang mau peduli ! Ketika mengetahui Qingchengshan yang merupakan kampung halaman saya masih ingin merekrut pendeta Tao, saya sebenarnya ingin melamar. Tetapi setelah saya masuk ke situs webnya, ternyata mereka tidak mau pelamar yang berusia di atas 35 tahun. Sebagai lelucon saja, sebenarnya jurusan saya sebenarnya masih cukup cocok dengan ‘pekerjaan’ ini”.

Chen Tao mengeluarkan tesis kelulusan dan sertifikat gelar masternya untuk membuktikan bahwa dia adalah lulusan ilmu filsafat Tiongkok.

“Saya telah mengirimkan banyak sekali lamaran kerja, saya juga telah melepas gengsi. Sampai mulai bekerja sebagai kurir pengantar makanan beberapa tahun yang lalu, dan belakangan ini saya tidak mendapat pesanan pengiriman karena pedagangnya sepi. Saya bahkan memilih untuk kerja magang yang cuma dibayar 2.000 yuan. Tetapi itu pun tidak teraih karena ditolak mereka. Saya sungguh frustasi akhir-akhir ini” ujat Chen Tao sedih.

Apa yang dialami Chen Tao juga merupakan masalah yang dihadapi oleh banyak pemuda di daratan Tiongkok.

Saat ini, gelombang demi gelombang pengangguran melanda seluruh negeri, dan tempat perekrutan penuh sesak dengan orang. Karena itu jadi persyaratan pelamar di beberapa unit perekrutan menjadi semakin ketat.

Sementara itu, ada unit perekrutan mengatakan : “Maaf, bagi pelamar yang berusia 33 tahun lebih baik pulang saja, karena pekerjaan tidak membutuhkan pelamar yang berusia di atas 33 tahun.”

Sejumlah besar mahasiswa merekam video selfie untuk menceritakan kesulitan dalam mencari pekerjaan mereka. Para bos dari beberapa pabrik atau perusahaan juga mengalami kesulitan serupa.

“Seorang netizen menuturkan bahwa kue yang ‘dibagikan’ oleh bos mereka semakin lama semakin kecil. Mereka sebelumnya pernah mengklaim bahwa perusahaan mau go publik dalam 3 tahun. Tetapi sekarang mereka mengatakan bahwa jangan khawatir, tahun ini perusahaan tidak akan bangkrut. Kata Karyawan, bahwa di paruh pertama tahun lalu saya harus membantu perusahaan agar bisa bertahan, tetapi pada paruh tahun berikutnya kita harus bekerja sama untuk melindungi bos agar ia tidak pergi bekerja di perusahaan lain. Netizen lain mengatakan, kasihan bos saya, dia terpaksa bekerja di perusahaan lain demi membayar gaji kita,” ujar seorang gadis di Tiongkok.

Orang media Tiongkok bermarga Huang mengatakan : “Lingkungan ekonomi secara keseluruhan sedang tidak baik, dan sekarang 80% pesanan resmi sudah hilang. Pelabuhan di Shanghai, Guangzhou, dan Shenzhen semuanya penuh dengan tumpukan peti kemas kosong. Permintaan luar negeri selain tidak tumbuh malahan berkurang. Warga sipil tidak memiliki uang untuk dibelanjakan, permintaan domestik tidak dapat diperluas. Sedangkan investasi perusahaan asing nyaris semuanya ditarik kembali. Dan motor penggerak troika ekonomi Tiongkok semuanya macet. Pemerintah tidak dapat lagi mengatasi masalah ini sekarang, jadi bagaimana menurut Anda ?”

Di tengah ratapan warga sipil yang kesulitan dalam mendapatkan pekerjaan, media corong PKT belakangan ini sering membesar-besarkan isu dengan tujuan “menghipnotis” para mahasiswa agar membuang gengsi, mendorong mereka berwiraswasta seperti menjadi pedagang emperan, pendaur ulang, mengumpulkan barang-barang bekas / pemulung dan sebagainya yang tentunya bermanfaat bagi kebersihan lingkungan. Selain itu, media ini juga memberitakan bahwa petani pun bisa menjadi kaya dengan memulai bisnis yang menghasilkan jutaan yuan atau lebih.

Li Yuanhua, seorang sejarawan yang tinggal di Australia menunjukkan bahwa ini semua adalah promosi sensasional yang dihembuskan oleh PKT dengan arah opini publik.

“Jika mencari uang begitu mudah, semua orang mungkin sudah menjadi miliarder, bukannya begitu ! Sekarang situasi yang ada ialah tidak bisa menemukan pekerjaan karena ekonomi runtuh sehingga tidak ada lapangan kerja. Lalu, sekarang ada sejumlah besar anak muda, termasuk lebih dari 10 juta lulusan baru setiap tahunnya yang kehilangan kesempatan kerja, termasuk para pekerja migran,” ujar Li Yuanhua.

Untuk mengurangi tekanan lapangan kerja, berbagai provinsi di Tiongkok sekarang meluncurkan gerakan yang disebut “Promosi Liga Pemuda Komunis untuk Mempromosikan Pekerjaan Bagi Kaum Mahasiswa”, mendorong para mahasiswa lulusan baru untuk “mencari kesulitan bagi diri sendiri” di daerah akar rumput, serta membimbing mereka supaya bersedia menjadi tenaga sukarela selama 1 hingga 3 tahun untuk memberikan pelayanan di wilayah barat Tiongkok dan atau daerah akar rumput lainnya, dan sebagainya.

Komentar sejumlah netizen : Ini kan versi baru dari “Gerakan Turun ke Pedesaan” era Mao Zedong.

“Lapangan kerja telah menjadi masalah besar di Tiongkok ! Seorang mahasiswa sampai lulus bisa menghabiskan jutaan yuan, tetapi kini mereka sulit menemukan pekerjaan. Jadi pemerintah komunis Tiongkok mencoba untuk belajar dari Revolusi Kebudayaan. Pada masa itu, para pemuda intelektual digiring untuk turun ke pedesaan, belajar kerja dari penduduk rumput di daerah pedesaan. Tetapi mana dapat disamakan pemikiran antara mahasiswa era tahun 1960-an dengan saat ini ? Menggiring mereka pergi ke wilayah barat Tiongkok, berbakti secara sukarela, berapa banyak orang yang mau ? Jadi gerakan ini bakal menghadapi kesulitan dalam penerapannya,” kata Mrs. Liu, seorang pensiunan dosen di Tiongkok.

Mrs. Liu mengatakan bahwa lingkungan pedesaan jelas lebih buruk dari perkotaan, petani sendiri saja mengalami kesulitan untuk bertahan hidup, para pekerja migran pun kini menganggur di rumah. Dapat dikatakan bahwa segala macam masalah, baik yang baru maupun konflik lama semuanya muncul di Tiongkok dan tidak ada yang dapat diatasi. (sin)