Pakar : Perlu Kehati-hatian Dalam Menghadapi AI yang Dapat Meningkatkan USD. 7 Triliun PDB Global

oleh Lawrence Wilson 

Analis dari Goldman Sachs Research (GSR) memperkirakan bahwa kecerdasan buatan (Artificial Intelligence) akan meningkatkan PDB global sebesar USD. 7 triliun. Tetapi beberapa ahli dan pengembang menyerukan kehati-hatian dalam penelitian dan pengembangan AI.

Emad Mostaque, kepala eksekutif perusahaan teknologi mengatakan kepada peserta “Goldman Sachs 2023 Disruptive Technology Symposium” di London : “Kami menemukan cara untuk meningkatkan skala manusia.”

Dia mengacu pada kemajuan luar biasa di bidang kecerdasan buatan generatif yang dapat memperbesar produktivitas manusia. Hal yang paling menonjol adalah aplikasi chatbot kecerdasan buatan ChatGPT4, yang dapat secara instan menghasilkan laporan yang hampir sempurna dan jawaban akurat atas permintaan dan pertanyaan, bahkan cukup baik untuk mengelabui penguji pada saat ujian masuk perguruan tinggi.

Sementara beberapa orang pakar, termasuk Emad Mostaque khawatir bahwa pembelajaran robot AI yang tidak terkendali dapat menimbulkan konsekuensi berupa antisosial, tetapi yang lain memperkirakan bahwa teknologi baru ini berpotensi untuk meningkatkan produktivitas global secara besar-besaran.

Alat kecerdasan buatan generatif yang muncul ini dapat meningkatkan produk domestik bruto (PDB) global sebesar 7%, senilai hampir USD. 7 triliun, dan meningkatkan produktivitas pekerja sebesar 1,5% dalam satu dekade terakhir, demikian menurut GSR.

Namun, karena sejumlah besar pekerjaan yang ada akan tergantikan oleh otomatisasi robot, upah pekerja akan dikurangi, dan kemungkinan kerugian lainnya, sehingga muncul juga ketidakpercayaan terhadap AI, dan bahkan banyak pakar yang menyerukan agar pengembangannya dihentikan.

Potensi Ekonomi

Menurut peneliti, bahwa bagi pekerja berpengetahuan, perbaikan dalam proses dan efisiensi dapat membuat produktivitas mereka meningkat secara dramatis.

Kash Rangan, seorang analis perangkat lunak Goldman Sachs Research, menulis dalam sebuah laporan penelitian : “AI Generatif dapat membantu dunia bisnis untuk menyederhanakan alur pekerjaan, mengotomatiskan banyak tugas-tugas rutin, dan mendorong penciptaan aplikasi bisnis generasi baru. Selain itu, AI generatif juga dapat mempercepat proses mulai dari menemukan obat baru hingga membuat kode perangkat lunak”.

Penulis laporan juga membayangkan bahwa kecerdasan buatan akan dapat membawa nilai khusus bagi industri penjualan, terutama untuk perusahaan berjenis Software-As-A-Service. Melalui kemampuannya untuk menghasilkan riset pasar yang hampir instan, serta membuat salinan proposal penjualan yang hampir tidak dapat dibedakan dengan apa yang ditulis sendiri oleh manusia, aplikasi AI dapat membuat tim penjualan secara eksponensial lebih efektif dalam meningkatkan penjualan, penjualan silang, dan mengembangkan akun baru.

Menurut data GSD, bahwa peningkatan produktivitas ini dapat mendorong pasar untuk produk AI generatif hingga mencapai sekitar USD. 150 miliar. Naik 22% dibandingkan dengan ukuran industri software global saat ini.

Beresiko Kehilangan Kendali atas Peradaban Manusia ? Pakar Menyerukan Kehati-hatian

Namun di saat yang sama, tidak semua orang berantusias terhadap potensi AI untuk memperbaiki kondisi manusia.

Emad Mostaque, pendiri dan CEO Stability AI, bersama Elon Musk, Steve Wozniak, salah seorang pendiri Apple, dan lebih dari 17.000 orang, termasuk insinyur dari Meta dan Google, menandatangani surat terbuka yang meminta perusahaan AI untuk segera menangguhkan pengembangannya paling tidak selama 6 bulan, sehingga mereka dapat menilai risiko yang mungkin ditimbulkan oleh teknologi.

Dalam surat yang diterbitkan pada 29 Maret disebutkan : “Penelitian ekstensif menunjukkan bahwa laboratorium AI teratas juga mengakui bahwa sistem AI dengan tingkat kecerdasan yang mampu bersaing dengan manusia dapat memiliki konsekuensi yang luas bagi masyarakat dan kemanusiaan.”

Surat itu bertanya : “Haruskah kita mengembangkan otak non-manusia ? Yang mana jumlah mereka mungkin pada akhirnya dapat melampaui kecerdasan kita, mengakali kita, mengalahkan dan menggantikan kita, dan haruskah kita mengambil risiko kehilangan kendali atas peradaban kita ?” 

“Keputusan seperti ini tidak boleh didelegasikan kepada pemimpin perusahaan teknologi yang tidak dipilih. Kita hanya boleh melanjutkan pengembangannya hanya ketika kita yakin bahwa efek dari sistem AI yang kuat adalah positif dan risikonya dapat dikendalikan”.

Dalam simposium tersebut Emad Mostaque memperingatkan bahwa hal ini dapat memicu volatilitas pasar yang tidak pernah terjadi sebelumnya.

“Kerusakan yang ditimbulkannya bisa lebih besar daripada pandemi”, katanya kepada hadirin. Yang dirujuk oleh Emad Mostaque adalah AI selain berpotensi menggantikan penulis dokumen, tetapi juga penulis kode program komputer.

“5 tahun kemudian tidak akan ada lagi programmer,” ujarnya.

Emad Mostaque juga meramalkan bahwa mesin AI serupa akan menggantikan seniman manusia, guru, dan bahkan dokter.

“Saya tidak yakin apakah ada di antara kita yang mampu menangani kecepatan (penggantian) ini. Anda tahu, terus terang saya katakan bahwa ini mengerikan,” ujarnya.

Masa Depan Lapangan Kerja

Analis di Goldman Sachs Research mengungkapkan pandangan yang relatif optimis tentang situasi ketenagakerjaan di masa depan. Mereka berpendapat bahwa pekerjaan baru akan selalu muncul untuk menggantikan pekerjaan lama yang tidak lagi harus dilakukan oleh manusia.

Ekonom Goldman Sachs Joseph Briggs dan Devesh Kodnani menulis : “Meskipun ada sejumlah besar ketidakpastian tentang potensi AI generatif, konten yang dihasilkan tidak dapat dibedakan dari apa yang dibuat manusia itu sendiri, dan kemampuannya untuk mendobrak hambatan komunikasi antara manusia dengan mesin mencerminkan bahwa ini adalah kemajuan besar yang dapat memiliki implikasi sangat besar terhadap ekonomi makro”.

Mereka bahkan memperkirakan bahwa AI dapat menggantikan pekerjaan yang saat ini dilakukan oleh 300 juta pekerja penuh waktu. Tetapi pada saat yang sama, mereka bersikeras pada pendirian bahwa hilangnya lapangan kerja tidak berarti menganggur.

Mereka menulis : “Meskipun dampak AI pada pasar tenaga kerja cenderung besar, tetapi sebagian besar pekerjaan dan industri hanya akan terotomatisasi sebagian saja. Sehingga pasar tenaga kerja lebih mungkin dilengkapi oleh AI daripada digantikan olehnya”.

Dengan mengutip hasil studi yang dilakukan oleh ekonom Davis Autor, Joseph Briggs dan Devesh Kodnani menyebutkan, bahwa 60% pekerja yang dilakukan saat ini adalah pekerjaan yang tidak ada pada tahun 1940. Jadi, Briggs dan Kodnani menyimpulkan bahwa 85% pertumbuhan pekerjaan dari tahun 1940 hingga sekarang didorong oleh teknologi yang sama sekali baru.

Namun, penelitian Davis Autor juga menemukan bahwa selama empat dekade terakhir, otomatisasi telah menyebabkan penurunan status ekonomi para pekerja.

Autor menulis : “Dalam ekosistem teknologi di mana produktivitas terus meningkat dan ekonomi menghasilkan pekerjaan yang berlimpah … kami menemukan bahwa di pasar tenaga kerja ini distribusi hasilnya sangat tidak merata, dan cenderung condong ke pihak atas sehingga sebagian besar pihak bawah, yakni para pekerjanya hanya mencicipi ‘potongan kecil dari hasil panen besar’ ”

Masalahnya, menurut Davis Autor, adalah bahwa meskipun pekerjaan berkembang pesat karena otomatisasi, tetapi upah tidak tumbuh dengan kecepatan yang sama, hal mana memicu skeptisisme banyak orang tentang kemajuan AI.

Autor menulis : “Di mana inovasi gagal menghadirkan peluang, hal itu akan menciptakan ketakutan yang nyata terhadap masa depan, keraguan tentang apakah kemajuan teknologi baru akan membuat negara lebih kaya, juga meragukan apakah kemajuan teknologi akan mengancam mata pencaharian banyak orang ?”

Davis Autor juga menyebutkan : “Ketakutan ini harus dibayar dengan harga tinggi, seperti disintegrasi politik dan regional, ketidakpercayaan pada institusi, dan ketidakpercayaan terhadap inovasi teknologi itu sendiri.” (sin)