Lagi Ngetrend Anti-Perang di Internet Tiongkok : Pokoknya Tidak Saya Maupun Putra Putri Ikut Berperang !

oleh Xue Fei

Meskipun Partai Komunis Tiongkok (PKT) terus mengintimidasi Taiwan dan berulang kali melakukan latihan militer di sekitar pulau, baru-baru ini banyak netizen Tiongkok memposting uneg-uneg mereka mengenai jika berperang dengan Taiwan. Banyak netizen berpendapat : “Jika negara ingin berperang, Mereka pasti akan menolak untuk ikut, bahkan tidak akan membiarkan putra putri mereka ikut berperang”. Sebaliknya, mereka berharap pemerintah dapat mengirim para pejabat PKT yang umumnya kaya, para pegawai negeri yang masuk kelompok kepentingan ini ke medan perang.

Baru-baru ini, seorang netizen daratan Tiongkok memposting pesan yang berbunyi : “Jika terjadi perang, saya tidak akan ikut, dan saya juga tidak akan membiarkan putra putri saya ikut. Saya adalah warga sipil kalangan bawah, yang di masa damai tidak ada satu pun pihak yang mengingat kita, tetapi pada saat kesulitan justru teringat. Katanya ketika negara dalam kesulitan, semua orang harus ikut bertanggung jawab. Tetapi ketika ada pembagian kesejahteraan dan mendapatkan perlakuan yang nikmat dari negara, mengapa tidak mengingat kita, tidak memperlakukan yang sama ? Biarlah orang lain yang ikut jika mereka mau. Pokoknya, saya tidak dan tidak akan membiarkan anak-anak saya ikut berperang !”

Postingan netizen ini dengan cepat menjadi populer, di-posting ulang dan disukai di banyak portal daratan, dan mendapat simpati dari banyak netizen.

Ada netizen yang mengomentari : “Saya juga tidak mau ikut, warga kalangan bawah tidak berkewajiban untuk berjuang ‘mati-matian’ demi pemodal !”

“Saya tidak bakal ikut, tolong digantikan saja oleh putra putri dari para kader pimpinan negara, mereka itu yang gen merahnya lebih unggul !”

“Putra putri dan istri pejabat tinggi semuanya kabur ke Amerika Serikat, mengapa saya yang harus mempertaruhkan nyawa”.

Ada netizen yang komentarnya menggelitik : Untuk potong ayam saja saya tidak berani, bagaimana harus membunuh orang (musuh) ? Selain itu, saya masih terbebani berat oleh kewajiban membayar angsuran KPM dan KPR, dan belum pernah menikmati pembagian kesejahteraan dari negara. Untuk itu, saya menghimbau agar diadakan decoupling antara modal dengan kepentingan.

Ada juga netizen yang menyarankan : Pakar dan profesor yang “lebih banyak ide” yang ikut berperang. Ada juga yang menyarakan agar para selebritas internet, para pamong praja, pejabat PKT yang korup, warga sipil yang kaya, yang sudah diasuransi jiwanya yang dikirim ke medan perang.

Lebih banyak komentar mengarah ke : “Siapa yang banyak memperoleh manfaat dari negara, dia yang harus berpartisipasi aktif dalam perang”. “Siapa yang bersedia menerima bagian dari kesulitan jika tidak pernah menerima bagian dari kesenangan ?”

Ada juga netizen yang menulis komentarnya dengan mengambil contoh Inggris dan Amerika Serikat : “Misalnya, bangsawan di Inggris yang baik status mau pun moralitasnya lebih tinggi daripada warga sipil. Slogan para bangsawan adalah : ‘Kehormatan di atas segalanya’. Dalam Perang mereka terus bergerak maju tidak takut mati. Oleh karena itu tingkat kematian dan luka perwira bangsawan Inggris lebih tinggi daripada tentara biasa.”

“Lihat saja putra Presiden Amerika Serikat juga menjadi teladan. Presiden Roosevelt memiliki 4 orang putra. Meskipun putranya ada yang menentang pembunuhan dan ada yang gagal memenuhi pemeriksaan medis, tetapi mereka semua secara sadar melamar untuk ikut berjuang di garis depan perang dan semua benar-benar berada di medan pertempuran. Mereka menggunakan tindakan untuk memperoleh pangkat dan kehormatan militer. Bahkan Elliott Roosevelt. putra kedua Presiden Roosevelt yang menerbangkan lebih dari 300 misi tempurnya, dan 2 kali mengalami cedera, akhirnya memperoleh penghargaan dari militer AS berupa Distinguished Flying Cross”.

“Dari sini terlihat bahwa para pemimpin negara asing telah memainkan peran yang patut dicontoh. Mereka tidak hanya bergabung dengan tentara selama perang berkobar, tetapi juga pergi ke garis depan, menyerbu dalam pertempuran, dan bertempur dengan musuh dengan taruhan nyawa”, komentar yang ditulis oleh netizen yang berbeda.

Singkatnya, sangat sedikit para netizen yang menyatakan kesediaannya untuk berpartisipasi dalam perang ! Menanggapi fenomena ini, sebuah artikel self-media Tiongkok coba membedelnya dengan menyebutkan bahwa ada beberapa alasan yang mendukung munculnya fenomena ini.

Pertama. Akibat para petugas pengelola dari dinas pertanian di pedesaan, para pamong praja, bahkan polisi lalu lintas dan pakar yang bertindak sewenang-wenang sehingga meninggalkan kesan negatif di benak masyarakat. Para petugas pengelola dari dinas pertanian di pedesaan baru-baru ini paling tidak telah menyakiti 60% warga negara Tiongkok, atau bahkan lebih. Padahal total populasi Tiongkok menurut otoritas adalah 1,4 miliar, dengan proporsi petani yang 41%. Jadi hampir 500 juta jiwa orang tinggal di daerah pedesaan, dan lebih dari 600 juta ton biji-bijian diproduksi setiap tahunnya.

Kedua. Kesenjangan antara kaya dan miskin semakin melebar. Padahal awalnya sudah ada kesepakatan yaitu mereka yang kaya terlebih dahulu wajib bertindak sebagai motor penggerak bagi rakyat agar bisa mencapai kemakmuran (ucapan Teng Xiaoping). Tetapi setelah bertahun-tahun berlalu, mereka selain tidak memenuhi kewajibannya, malahan menjadi kapitalis jahat yang memeras rakyat. Terlebih lagi, apa yang disebut media arus utama resmi PKT justru menutup mata terhadap hal ini, sebaliknya, mereka sering melontarkan janji-janji bual yang membuat orang merasa jijik.

Ketiga. Sejumlah orang kaya mengalihkan harta kekayaannya ke luar negeri, mereka selain mengkhianati niat aslinya juga hanya memikirkan kepentingannya sendiri, tidak mau berkontribusi kepada masyarakat, sehingga membuat benci banyak orang.

Keempat. Penyalahgunaan kekuasaan publik. Setelah PKT merebut kekuasaan, pejabat pemerintah menggunakan kekuasaan di tangan mereka untuk menguntungkan kroni mereka, mengakibatkan pengucilan dan penindasan bakat. Misalnya: Zhou Dashao, Li Xianling, “Beijí nianyu”, Sekretaris Li dari Henan, dan lain-lain. 

Nyatanya, sikap di atas itu sudah pernah muncul bertahun-tahun yang lalu saat sebuah jaringan portal terkenal Tiongkok melakukan survei mengenai “Berapa banyak simpanan uang yang ingin Anda sumbangkan ke ibu pertiwi jika meletus perang (dengan AS) ?” Tanpa diduga, jawaban para responden berikut ini malahan mendukung Amerika Serikat.

Beberapa netizen mengaku bersedia menyumbang dana buat Amerika Serikat. Ada yang bersedia menjadi petunjuk jalan bagi militer AS. “Saya bersedia menjadi informan bagi tentara AS”, tulisnya. Beberapa netizen mengungkapkan kerinduan mereka terhadap Amerika Serikat.

Ada pula netizen yang berkomentar : Kami ini bukan payung, yang dibawa keluar saat hari hujan, tetapi dilemparkan ke sudut saat hari cerah. Saat berperang, biarkan orang-orang yang berstatus khusus itu yang diperintahkan ke garis depan pertempuran untuk menyerbu musuh. Biarkan para pegawai negeri yang membayar biayanya ! (sin)