Perubahan Strategi Timur Tengah : Tersembunyi Sebuah Realita Kegelapan

Yang Wei

Sepanjang tahun ini, interaksi antara Beijing dengan negara-negara Timur Tengah sepertinya terlihat semakin intens, bisa dilihat, perusahaan Republik Rakyat Tiongkok (RRT) tengah melakukan investasi berskala besar terhadap sebagian infrastruktur energi di Timur Tengah, seperti China Petroleum & Chemical Corporation (Sinopec), juga pada akhir April lalu untuk kali pertama Beijing telah membeli saham sebuah ladang gas alam di Qatar. Sedangkan dalam hal diplomatik, pada Maret lalu, berkat mediasi oleh Beijing, Arab Saudi dan Iran menyatakan telah menandatangani kesepakatan memulihkan hubungan diplomatik kedua negara yang sempat terputus selama 7 tahun.

Tidak diragukan, pengaruh Beijing di Timur Tengah semakin lama semakin besar. Maka, di dalam semua transaksi yang dicapai antara RRT dengan Timur Tengah itu, keunggulan strategis apakah yang diperoleh Partai Komunis Tiongkok (PKT)? Apa pula bahaya tersembunyi yang ada di baliknya?

PKT Meraih Banyak Transaksi Bidang Energi di Timur Tengah

Seperti diketahui, selama kurun waktu panjang, kepentingan inti yang paling utama antara RRT dengan Timur Tengah adalah hubungan di bidang energi, selama bertahun- tahun, RRT selalu mengimpor minyak bumi dan gas alam dari kawasan Timur Tengah, sekitar setengah dari impor minyak mentah RRT adalah berasal dari Timur Tengah. Sedangkan sejak tahun lalu, RRT kembali telah mencapai banyak transaksi bi- dang energi di Timur Tengah, sepertinya nilai transaksinya juga semakin lama semakin besar.

Contohnya, pada pertengahan April lalu, BUMN RRT yakni China Petroleum & Chemical Corporation (Sinopec) yang telah menandatangani kesepakatan partisipasi saham pada ladang gas alam utara (NFE) milik Qatar Energy, pihak Sinopec membeli 1,25% dari saham proyek tersebut. Sedangkan pada November tahun lalu, Qatar Energy juga telah menandatangani sebuah kesepakatan proyek gas alam cair (LNG) selama 27 tahun, perusahaan tersebut setiap tahunnya akan memasok 4 juta ton gas alam cair bagi RRT.

Negara Qatar memiliki luas wilayah    bahkan    lebih    kecil daripada kota Beijing, populasinya pun hanya sekitar 2 juta jiwa, tetapi merupakan sebuah negara yang teramat kaya, kandungan minyak bumi dan gas alamnya melimpah ruah, serta merupakan negara yang memiliki cadangan minyak dan gas alam ketiga terbesar di dunia, kapasitas ekspornya juga selalu bertengger di posisi ketiga teratas di dunia, setara dengan AS dan Australia. 

Pada 2022, dengan mengekspor 80 juta ton gas alam cair, Qatar telah melompat ke posisi teratas negara pengekspor gas alam cair terbesar di dunia, melampaui AS dan Australia. Tahun lalu, di saat harga minyak bumi dan gas alam terus meroket, Qatar pun meraup keuntungan spektakuler, bahkan dengan hebatnya telah mengadakan suatu ajang bergengsi Piala Dunia sepakbola yang paling mahal sepanjang sejarah.

Sedangkan PKT, memanfaatkan kesepakatan energi yang dicapainya dengan Qatar, satu kelebihannya adalah dapat mengurangi ketergantungannya terhadap gas alam dari AS dan Australia, di saat yang sama, ketika berunding dengan Rusia terkait pipa gas alam Siberia 2, juga akan lebih menguntungkan posisinya dalam tawar menawar.

Di saat yang sama, bisa dilihat betapa Beijing beberapa tahun terakhir ini sangat aktif berinteraksi dengan Arab Saudi, Iran, dan negara Timur Tengah lainnya, misalnya, PKT aktif berinvestasi di bidang energi dan infrastruktur di Iran, Beijing dan Iran pada 2021 telah menandatangani kesepakatan 25 tahun, walaupun isi perjanjian belum dipublikasikan, namun majalah Petroleum Economist pernah memberitakan, hanya di sektor minyak bumi, gas alam, dan juga industri petrokimia saja, RRT akan menginvestasikan 280 milyar dolar AS (4.109 triliun rupiah, kurs per 01/05) di Iran dalam 5 tahun pertama.

Seperti diketahui, selama jangka waktu panjang, kekuatan utama di bidang penambangan minyak bumi di Timur Tengah didominasi oleh raksasa negara Barat, seperti ExxonMobil, Shell, dan lima raksasa minyak lainnya, mereka memiliki keahlian teknologi yang terkemuka, kemampuan manajemen proyek rumit, serta dana yang sangat masif, dan telah cukup lama bekerjasama dengan pemerintahan negara-negara Timur Tengah.

Namun sekarang, seperti yang dikatakan sejumlah pakar energi, Sinopec sedang berpikir untuk naik ke pentas dunia, mereka membuat rencana jangka panjang di Timur Tengah. Mari kita lihat lagi latar belakang besar di balik transaksi energi yang diperkuat oleh RRT dengan negara Timur Tengah.

Kebutuhan Energi Dorong Kerjasama Ekonomi Dagang PKT Dengan Timur Tengah

Pertama, adalah masalah transformasi energi yang sedang dihadapi negeri Tiongkok, dalam hal energi negara Tirai Bambu itu tergolong negara yang “kaya batubara, kurang minyak bumi, miskin gas alam”, juga tengah berupaya mengurangi ketergantungannya terhadap batubara. Pada 2021, Tiongkok telah menjadi negara pengimpor gas alam cair terbesar di seluruh dunia, kebutuhan sebesar itu di satu sisi memaksa Beijing mempererat kerjasama energinya dengan Timur Tengah, sedangkan di sisi lain, juga menjadi sebuah alat yang bisa dimanfaatkan oleh PKT.

Faktanya, hubungan antara Beijing dengan kawasan Timur Tengah telah menjadi semakin dekat sejak PKT mempromosikan program “One Belt One Road” (Belt Road Initiative, BRI) pada 2013 lalu. Dilihat dari letak geografis, Timur Tengah merupakan salah satu kawasan yang sangat penting bagi Tiongkok, karena terletak di pertemuan antara tiga benua yakni Asia – Eropa – Afrika, dan ketiga benua tersebut memiliki kaitan dengan Beijing lewat program Belt Road Initiative (BRI) tersebut. Seperti negara Arab Saudi, Irak, Qatar, Kuwait dan lain-lain, telah menandatangani perjanjian BRI dengan RRT.

PKT Berambisi Mainkan Peran Penting Di Timur Tengah

Selain itu, kita menyaksikan, pada Maret lalu berkat mediasi oleh pihak Beijing, dua negara Timur Tengah yang berseteru yakni Arab Saudi dan Iran, baru saja menandatangani perjanjian damai di Beijing, hal ini agak mirip dengan suatu terobosan diplomatik, yang sangat mencengangkan seluruh dunia, juga sempat mencuatkan pamor Beijing. Beberapa hari lalu, seakan tidak mau mengendur, PKT kembali menyatakan keinginannya untuk memediasi Palestina dan Israel yang telah mengalami konflik berkepanjangan. Sepertinya, Beijing berambisi untuk dapat menimbulkan fungsi yang lebih besar di kawasan Timur Tengah.

Hubungan RRT-AS Memburuk, Mencari Keseimbangan Diplomatik di Timur Tengah

Satu lagi latar belakang besar, yaitu ketegangan hubungan antara RRT dengan AS yang tidak bisa diabaikan, seperti ada komentar yang menyebutkan, memburuknya hubungan Beijing dengan AS telah mendorong banyak negara di kawasan Timur Tengah memperluas pelanggan untuk meminimalisir risiko, sementara di saat AS relatif mundur dari kawasan Timur Tengah, PKT pun menambal kekosongan ini. Walaupun pada Juli tahun lalu di saat Biden berkunjung ke Arab Saudi, ia sempat menyatakan bahwa AS tidak akan meninggalkan Timur Tengah, dan tidak membiarkan kekuatan RRT, Rusia, atau Iran menyusup masuk, tetapi jelas semakin banyak negara kawasan teluk yang meragukan janji ini.

Misalnya perjanjian damai di Beijing antara Arab Saudi dan Iran, radio Prancis RFI menilai, pada saat AS bukan lagi pemrakarsa di Timur Tengah yang terpecah belah, maka Raja Saudi memainkan suatu permainan diplomatik multilateral. Arab Saudi mengandalkan lawan kompetisi strategis AS yakni RRT untuk membuka kembali kantor Kedubesnya di negara Iran yang merupakan musuh bebuyutan mereka, padahal di saat yang sama Arab Saudi menjadi semakin mengandalkan kekuatan pertahanan AS untuk memastikan keamanan negaranya. Selain itu, pada Maret lalu, tanpa mempedulikan kekhawatiran AS, sekutu konvensionalnya, Arab Saudi memutuskan untuk ikut bergabung dalam Organisasi Kerjasama Shanghai (SCO), dan menjalin hubungan kemitraan jangka panjang dengan RRT.

Dengan latar belakang seperti ini, rencana jangka panjang PKT di Timur Tengah pun dengan sendirinya memiliki niat yang lebih dalam. Peneliti senior dari wadah pemikir di Washington yakni Middle East Institute menyatakan, transaksi energi yang telah dicapai oleh Beijing dan Timur Tengah baru-baru ini telah memperlihatkan skala dan keragaman strategi PKT di kawasan Timur Tengah.

Andalkan Transaksi Energi, PKT Tantang Minyak-Dolar

Faktanya, setelah memiliki transaksi Timur Tengah sebagai pegangannya, PKT pun mulai berani menjalankan rencananya, seperti menantang posisi hegemoni minyak-dolar, dan berniat menciptakan minyak-RMB (Ren Min Bi, mata uang RRT. Red.). Seperti diketahui, mayoritas minyak bumi di seluruh dunia diperdagangkan dalam mata uang dolar AS, sebagian besar mata uang negara teluk harus mengandalkan dolar AS. Namun, dengan adanya permintaan besar yang terus menerus dari pelanggan besar yakni Tiongkok, apakah posisi minyak-dolar benar-benar tak tergoyahkan?

Seperti diketahui, di saat Xi Jinping berkunjung ke Arab Saudi pada Desember tahun lalu, Xi telah menghimbau agar dalam transaksi minyak dan gas lebih banyak menggunakan mata uang RMB. Menyusul pada 28 Maret lalu, telah muncul dalam berita terealisasinya transaksi pembelian gas alam cair (LNG) oleh Tiongkok yang pertama dikalkulasikan dengan mata uang RMB. Volume transaksi tersebut sekitar 65.000 ton, antara perusahaan CNOOC dengan TotalEnergies yang ditransaksikan di Shanghai Petroleum & Gas Exchange (SHPGX), sumber gas alam cair itu berasal dari negara anggota Dewan Kerjasama Negara Teluk (GCC) yakni Uni Emirat Arab.

Perjanjian Membuka Jalan, PKT Lebih Mudah Mencuri Ilmu

Di saat yang sama, dalam transaksi energi dengan Timur Tengah, PKT masih mendapat satu lagi keuntungan, yakni perusahaan RRT berkesempatan untuk lebih memahami proses industri tersebut. Contohnya, sebelumnya telah disebutkan, pada pertengahan April lalu Sinopec baru saja membeli saham pada proyek ladang gas alam utara (NFE) di Qatar.

Surat kabar Wall Street Journal pada 24 April lalu memberitakan, di dalam negeri Tiongkok terdapat lebih dari 20 situs, yang bisa mengubah gas alam cair menjadi gas untuk digunakan sebagai tenaga pembangkit listrik, tetapi Tiongkok tidak memiliki teknik pengoperasian untuk mengubah kondensasi gas menjadi wujud cairan super dingin, padahal teknik ini adalah syarat utama untuk dapat mengekspor bahan bakar semacam ini lewat udara. Walaupun karena kurangnya sumber daya gas alam yang dimiliki, sehingga perusahaan Tiongkok tidak mungkin mengekspor gas alam cairnya sendiri, tapi pengetahuan teknis yang lebih banyak akan membantu perusahaan Tiongkok bisa memimpin proyek lainnya di kawasan dunia yang terpencil.

Sementara perusahaan energi besar dari Barat, mereka telah memiliki saham di ladang gas utara (North Field) Qatar, dengan demikian, hanya dengan saham sebanyak 1,25% Sinopec bisa meraih terobosan teknik yang lebih besar, faktanya inilah yang dikhawatirkan dunia. Sementara kita pun mengetahui bahwa investasi PKT di luar negeri selama ini tidak pernah hanya sekedar tindakan ekonomi murni.

AS Waspadai Ambisi PKT di Timur Tengah

Tentu saja, intensitas interaksi di tingkat ekonomi dan diplomatik antara PKT dengan Timur Tengah, juga membuat AS menyadari bahwa AS sudah bukan lagi kekuatan monopoli tunggal di Timur Tengah, pekarangan belakang AS telah dilanggar oleh tamu yang tak diundang.

Pada Maret lalu, surat kabar Wall Street Journal pernah memberitakan, ada nara sumber yang mengungkapkan bahwa tahun ini PKT berencana mengadakan KTT bagi para raja negara anggota Dewan Kerjasama Negara Teluk dengan pejabat Iran di Beijing. Berita ini juga telah menimbulkan kekhawatiran Gedung Putih terhadap ambisi Beijing di kawasan Timur Tengah.

Mantan pejabat intelijen yang sekarang berprofesi di Atlantic Council yakni Jonathan Panikoff beranggapan, KTT tersebut tidak hanya merefleksikan bahwa strategi untuk membuat negara teluk merapat pada RRT telah meraih keberhasilan, juga telah memperlihatkan pemerintah RRT bersedia ikut terlibat dalam urusan di kawasan tersebut dengan cara yang melampaui hubungan ekonomi dan bisnis; tadinya banyak tokoh AS dan Timur Tengah bersikukuh menilai bahwa ketertarikan RRT terhadap kawasan tersebut hanya sebatas hubungan ekonomi dan bisnis saja.

Timur Tengah Mendekati PKT Sangat Berisiko?

Belum lama ini berita juga menunjukkan, ketertarikan PKT terhadap kawasan Timur Tengah memang lebih luas. Bisa dilihat, pada 23 April lalu, website AS Business Insider telah memuat sebuah artikel yang menyebutkan, di balik proyek kota masa depan Arab Saudi yakni NEOM, mungkin “tersembunyi realita yang lebih gelap”.

Apakah maksudnya? Pada 2021, Arab Saudi mengumumkan akan mendirikan sebuah kota baru berteknologi tinggi modern yang disebut kawasan “NEOM” di wilayah barat daya negara tersebut, dalam rincian perencanaan yang beredar baru-baru ini disebutkan, kota masa depan itu akan dirampungkan tahap awalnya pada 2040, dan hingga 2045 ditargetkan akan dihuni oleh 9 juta jiwa penduduk, usai pembangunan, NEOM akan menjadi sebuah kota AI (Artificial Inteligent). Pada Desember tahun lalu RFI pernah memberitakan, Raja Arab Saudi menyambut perusahaan RRT untuk ikut serta dalam pembangunan kota masa depan tersebut, dan mencari kerjasama di bidang teknik surveilans (pengawasan).

Bagaimana kerjasama konkritnya? Inilah “tersembunyi realita yang lebih gelap” yang dikemukakan Business Insider, dalam berita yang dimuat Business Insider pada 23 April lalu disebutkan, sebuah laporan dari wadah pemikir Washington Institute mendapati, PKT telah melakukan hal yang sama pada Mesir dan Serbia, yakni membangun teknologi surveilans bagi “kota yang aman”, teknologi tersebut berbasis pada data digital pengguna. khabarnya Raja Arab Saudi, berniat menerapkan teknologi surveilans tersebut dalam skala yang lebih besar di NEOM termasuk menggabungkan kamera pengintai dengan teknologi pengenalan wajah. Bahkan secara khusus telah disebut perusahaan Huawei, bagaimana bisa menerapkan perlindungan privasi di proyek kota masa depan ini, adalah “masalah yang sangat serius”.

Namun media massa RRT mengatakan, pernyataan oleh media massa AS tentang “tersembunyi realita yang lebih gelap” adalah penuh dengan “kecemburuan”, tapi bagi penulis, selama hampir seabad lamanya, dunia sudah menyaksikan bahwa penetrasi merah (komunisme) PKT telah mendatangkan kerusakan bagi dunia. Sedangkan dalam teknologi surveilans PKT memang sangat berpengalaman, juga sepertinya sangat bersedia berbagi pengalamannya ini dengan pihak yang bekerjasama, hanya saja, jika benar perkembangan mengarah kesana, maka Timur Tengah sangat mungkin akan berubah menjadi halaman belakang PKT. (Sud/whs)