Toksisitas Baterai Litium-Ion Berlawanan dengan Dorongan untuk Kendaraan Listrik

NAVEEN ATHRAPPULLY – The Epoch Times

Para pemimpin dunia mendorong adopsi kendaraan listrik (electric vehicle – EV) secara luas, tetapi ada kekhawatiran tentang sejumlah besar penambangan mineral yang diperlukan untuk produksi baterai dan masalah pengelolaan limbah berikutnya yang berdampak buruk pada lingkungan.

Litium, komponen utama baterai EV, bisa sangat mencemari lingkungan dalam fase ekstraksi dan pembuangannya.

Masalah utama dengan penambangan litium adalah jumlah air yang dibutuhkan. Menambang hanya 1 ton litium dapat menggunakan hingga 2,2 juta galon air, menurut AZO Cleantech. Hal ini mengakibatkan menipisnya sumber air yang dekat dengan wilayah pertambangan dan mengeringnya lahan, yang tidak hanya mengancam lingkungan wilayah tersebut tetapi juga masyarakat yang tinggal di sekitarnya.

Baterai litium menggunakan berbagai elemen seperti nikel, tembaga, dan timah, yang semuanya dapat menjadi racun.

Metode penambangan terbuka guna mengekstraksi mineral yang diperlukan untuk baterai melibatkan pembersihan vegetasi dan penggalian lubang yang dalam, sehingga menciptakan kondisi erosi, menurut UL Research Institutes.

Menurut studi  pada  Januari 2023 oleh Proyek Iklim dan Komunitas, jika permintaan EV Amerika saat ini diproyeksikan ke 2050, pasar AS akan membutuhkan tiga kali pasokan litium dunia saat ini untuk memenuhi permintaan. Hal ini membutuhkan perluasan kegiatan per- tambangan secara besar-besaran yang dapat membawa perubahan besar pada bentang alam dan kondisi kehidupan.

Jejak Karbon Bahkan Sebelum Melaju di Jalanan

Sebuah studi pada 2019 oleh Circular Energy Storage menghitung bahwa produksi baterai litium NCM111 menghasilkan 73 kilogram emisi setara karbon dioksida per kilowatt-hour (kWh). Baterai NCM111 mengandung sepertiga nikel, sepertiga kobalt, dan sepertiga mangan di katoda

Ini berarti jejak karbon yang cukup besar telah dihasilkan oleh kendaraan listrik bahkan sebelum ia melaju di jalanan dibandingkan dengan mobil dengan mesin pembakaran internal.

Lebih dari 50 persen sumber daya litium dunia dikatakan berada di bawah dataran garam di wilayah Andean Chili, Bolivia, dan Argentina, menurut Konferensi Perserikatan Bangsa-Bangsa tentang Perdagangan dan Pembangunan.

Penambangan litium dan aktivitas penambangan lainnya telah menghabiskan 65 persen air di Salar de Atacama, dataran garam terbesar di Chili. Penambangan ini telah menghabiskan air tanah dan mencemari tanah.

Di Tibet, penambangan litium yang dioperasikan oleh Tiongkok dilaporkan telah membocorkan bahan kimia seperti asam klorida ke Sungai Liqi, yang akhirnya membunuh ternak dan meracuni ikan, menurut Harvard International Review.

Kebakaran Litium yang Mematikan

Kebakaran yang dipicu oleh baterai litium-ion menjadi perhatian lain dengan meningkatnya penggunaan kendaraan listrik (EV).

Di New York City pada 2022, terjadi 220 kebakaran yang disebabkan oleh baterai pada perangkat e-micromobility, seperti e-bikes (sepeda listrik). Terjadi peningkatan tajam  dari  hanya 44 kebakaran pada 2020, seperti diumumkan oleh kantor Walikota New York, Eric Adams pada Maret.

“Api ini sangat parah dan sulit dipadamkan, menyebar dengan cepat, dan menghasilkan asap berbahaya,” kata pejabat dalam siaran pers.

Antara 2021 dan 2022, keba- karan tersebut mengakibatkan 226 orang cedera dan 10 kematian, menurut pejabat Kota New York. Dalam dua bulan pertama 2023, 40 cedera dan dua kematian telah dikaitkan dengan kebakaran baterai. Penggunaan sepeda listrik melonjak selama pandemi COVID-19 setelah dilegalkan di New York.

Ribuan pekerja pengiriman mengandalkan perangkat ini untuk pekerjaan mereka, kata para pejabat.

Marsekal Departemen Pemadam Kebakaran Kota New York (FDNY), Daniel Flynn menunjukkan bahwa insiden ledakan baterai listrik telah terjadi baik saat sedang diisi maupun sebaliknya. Hal ini mengakibatkan banyak wilayah kota di Amerika Serikat memilih untuk melarang baterai di perangkat.

“Baterai Litium-Ion diketahui menyala kembali secara tak terduga (tanpa peringatan) pada menit, jam, dan bahkan hari setelah semua api yang mengakibatkan kebakaran dapat dipadamkan,” ujar FDNY memperingatkan dalam sebuah laporan tentang rekomendasi keselamatan. Baterai itu “dapat memasuki kondisi pemanasan sendiri secara tidak terkendali. Ini dapat mengakibatkan pelepasan gas, menyebabkan kebakaran dan kemungkinan ledakan”.

Pada Januari,  Tesla  Model  S terbakar di California saat pengemudi berada di Highway 50, menyebabkan dua jalur menuju timur ditutup. Baterai dilaporkan “secara spontan” terbakar, menurut Distrik Kebakaran Metropolitan Sacramento.

Petugas pemadam kebakaran menggunakan sekitar 6.000 galon air untuk memadamkan api saat baterai litium itu “terus terbakar”, bahkan petugas harus menggunakan dongkrak mobil untuk mengangkat kendaraan guna memadamkan api di bawahnya.

Jumlah air yang dibutuhkan untuk memadamkan kebakaran litium jauh lebih tinggi  daripada kebakaran dari kendaraan bertenaga gas.

Risiko Limbah Elektronik

Meningkatnya penggunaan baterai litium elektrik juga menimbulkan tantangan tentang cara membuangnya tanpa merusak lingkungan.

Scott Thibodeau adalah manajer umum layanan dan solusi lingkungan di Veolia Amerika Utara, layanan pembuangan pakaian hazmat terbesar kedua di Amerika Serikat. Thibodeau mengatakan kepada The Epoch Times pada September tahun lalu bahwa keselamatan adalah tantangan terbesar yang terkait dengan baterai ini.

Thibodeau menunjukkan bahwa baterai litium-ion tidak dapat dibuang atau didaur ulang semudah bahan lain karena komponen kimianya. Lebih dari 6 juta paket baterai kendaraan listrik (EV) akan menjadi barang bekas pada 2030.

Di Tiongkok, baterai mobil listrik yang dinonaktifkan diperkirakan mencapai 780.000 ton pada 2025.

“Baterai ponsel seberat 20 gram dapat mencemari badan air yang setara dengan tiga kolam renang standar. Jika terkubur di dalam tanah, itu dapat mencemari satu kilometer persegi (247 hektar) tanah selama sekitar 50 tahun,” kata Wu Feng, seorang profesor di Institut Teknologi Beijing, kepada The Epoch Times pada 2021.

Baterai mobil listrik jauh lebih besar daripada baterai ponsel dan karenanya akan berdampak lebih besar. Menurut Li Yongwang, seorang ahli teknik kimia di Tiongkok, mengubur baterai listrik berbahaya bagi kehidupan manusia karena dapat meledak jika terkena panas.

Di Amerika Serikat, pemerintah federal dan berbagai pemerintah negara bagian saat ini sedang mempromosikan peralihan ke kendaraan listrik dengan bersikeras bahwa itu akan baik untuk lingkungan.

Pemerintahan Biden menawarkan insentif untuk pembelian kendaraan listrik melalui Undang-Undang Pengurangan Inflasi.

Pada Agustus 2021, Biden mengumumkan bahwa separuh dari semua mobil dan truk yang dijual di Amerika Serikat pada 2030 harus bertenaga listrik. Negara-negara bagian seperti California bermaksud untuk melarang penjualan mobil berbahan bakar bensin pada 2035. (osc)