Dampak Rantai Pasokan Baru yang Dilahirkan G7 

DR Xie Tian

KTT G7 belum lama ini di Jepang, telah melahirkan rantai pasokan internasional baru yang semakin terbentuk. Sedangkan niat awal dari bergulirnya rantai pasokan internasional baru, beserta konsep rancangannya, adalah mekanisme rantai pasokan yang “meningkatkan fleksibilitas dan toleransi”. 

Makna yang tepat dari meningkatkan fleksibilitas adalah, mengurangi ketergantungan terhadap RRT (Republik Rakyat Tiongkok), mengurangi dampak dan akibat dari penggunaan rantai pasokan untuk mengancam perekonomian yang dilakukan oleh Beijing; dan makna dari toleransi adalah, memperluas keterlibatan antara negara G7 dengan negara Asia Tenggara serta juga India dalam hal rantai pasokan dan kerjasama internasional, dengan kata lain bagaimana mengeluarkan rantai pasokan, khususnya rantai pasokan kelas atas dan rantai pasokan kelas bawah dengan upah buruh rendah, agar dapat hengkang dari Tiongkok. 

Dengan kata lain, terbentuknya dan semakin sempurnanya rantai pasokan negara berkembang bagi G7, akan berdampak teramat besar bagi perekonomian Tiongkok, mengakibatkan ekonomi Tiongkok yang sudah goyah diterpa hujan dan angin, akan menjadi semakin sulit.

Jepang berhasil menjadi tuan rumah KTT pemimpin negara G7 yang bermakna sangat penting ini, serta konferensi menteri luar negeri yang diadakan sebelum KTT pemimpin negara ini, juga telah memainkan peran yang sangat penting dalam pembentukan kembali rantai pasokan dan pembagian kerja internasional kali ini. Berkat dorongan strategi diplomatik baru dari Presiden Korsel Yoon Suk-Yeol, hubungan diplomatik Jepang dan Korea Selatan juga mengalami terobosan yang mengejutkan. 

Yoon Suk-Yeol jelas adalah seorang pemimpin yang berwawasan strategis, berjiwa besar, dan mampu menakar situasi, ia telah mengatasi kubu kekuatan anti Jepang di Korea Selatan karena masalah pada masa PD-II serta kasus Jugun ianfu (comfort women, red.), dan dengan berani melenyapkan jurang antara Korsel dengan Jepang untuk menjalin kerjasama erat. Terbentuknya aliansi strategis baru Jepang-Korsel telah membuat Jepang kegirangan, juga membuat AS ikut merasa senang, tapi membuat PKT (Partai Komunis Tiongkok) sangat tidak nyaman. Bagaimana pun juga, situasi di Asia Timur Laut telah menampakkan situasi yang baru, juga membuat kebijakan AS memblokir Beijing dalam hal teknologi tinggi akan menjadi semakin mudah dilaksanakan.

Menurut surat kabar Nihon Keizai Shinbun, Kementerian Ekonomi Perdagangan & Industri Jepang pada akhir Mei mengumumkan 23 jenis kebijakan pembatasan ekspor teknologi produksi semi konduktor terhadap RRT, dan akan resmi berlaku pada akhir Juli mendatang. 23 jenis produk yang dibatasi meliputi peralatan untuk membuat produk yang terkait dengan Extreme ultraviolet lithography (EUV), serta peralatan etsa yang dapat membuat elemen 3D IC (integrated circuite, red.), dan semuanya merupakan produk cip canggih untuk membuat lebar garis sirkuit antara 10~14 nanometer. 

Menurut Kementerian Ekonomi Perdagangan & Industri Jepang, mereka telah mempertimbangkan jaminan keamanan internasional dan masalah lingkungan lainnya, serta mencegah agar produk semi konduktor tidak dimanfaatkan oleh PKT dan negara jahat lainnya untuk keperluan militer. Walaupun kebijakan pembatasan yang telah direvisi oleh Jepang tidak secara jelas menunjuk RRT atau negara tertentu sebagai objek yang dibatasi, tetapi 23 jenis produk tambahan selain diekspor ke 42 negara dan kawasan sahabat, harus memperoleh izin tersendiri, cara ini akan dapat menolak RRT sebagai tujuan ekspor.

Respon PKT terhadap keputusan Jepang, telah merefleksikan besarnya dampak dan pengaruh keputusan tersebut bagi industri semi konduktor dan teknologi canggih serta industri militer di RRT. Juru bicara Kemendag RRT saat menjawab pertanyaan wartawan terkait peraturan baru tersebut mengatakan, ini adalah semacam “penyalahgunaan” pembatasan ekspor, adalah “pelanggaran serius” terhadap hukum perdagangan bebas dan perdagangan internasional, pihak Tiongkok “menentang keras” hal ini. Kemendag RRT meminta Jepang agar menjaga peraturan perdagangan internasional dan hubungan kerjasama ekonomi dagang RRT-Jepang, agar “segera meralat cara yang salah ini, agar tindakan terkait tidak menghalangi kerjasama dan perkembangan industri semi konduktor kedua negara, serta memastikan stabilitas rantai pasokan semi konduktor global”. Sebelumnya, AS telah mulai membatasi ekspor produk komputer super dan semi konduktor canggih untuk AI terhadap RRT, berikut peralatan pembuat semi konduktor, dan tenaga terampil kelas atas dalam industri semi konduktor, serta meminta Jepang juga Belanda melakukan hal yang sama. Pemerintah dan perusahaan di Belanda telah secara kooperatif memenuhi permintaan AS, kini Jepang juga ikut ambil bagian, pada dasarnya telah mem-buntu PKT yang dapat saja melangkahi AS melalui jalur lain, serta membuat industri semi konduktor Beijing telah mengalami decoupling sepenuhnya dengan teknologi tercanggih dan kemampuan produksi di Eropa dan Amerika.

Topik pada KTT G7, selain Perang Rusia-Ukraina, adalah bagaimana berurusan dengan Beijing, kebijakan dalam melawan PKT juga untuk pertama kalinya menjadi topik penting bagi 7 pemimpin negara Barat. Kesepahaman dari semua pihak adalah, harus menemukan cara yang efektif, untuk “menghilangkan ancaman dan risiko” dalam berhubungan dengan PKT, serta menjaga keamanan negara. Seperti komentar pada surat kabar Shang Bao yang mengatakan, negara Barat belum pernah mengajukan kecaman dengan pernyataan yang begitu jelas terhadap ekspansi militer dan ekonomi Beijing, cepatnya mereka mencapai kesepakatan dalam masalah ini, memang sangat mengejutkan banyak pihak.

Penasihat keamanan Biden yakni Jake Sullivan mengibaratkan, 7 negara Barat adalah “komite pengarah (steering committee, red.) bagi dunia bebas”. Menariknya adalah, para tokoh kritikus mengatakan, di awal terbentuknya G20, ada yang mengatakan G7 (8) akan berakhir disini. Namun yang terjadi hari ini justru berbeda, G8 telah mengeluarkan Rusia dan kembali ke G7, bahkan para raja kembali dengan kuat; sebaliknya G20 yang telah mengeluarkan PKT dan Rusia, sepertinya justru akan segera berakhir, setidaknya beberapa tahun ke depan tidak terlihat adanya kemungkinan untuk kembali lagi.

Ada yang berpendapat AS dan Eropa tidak akan decoupling dengan RRT, perdagangan dan investasi AS-RRT dan Eropa-RRT tidak akan sepenuhnya menjadi nol.

Memang demikian halnya, surat kabar Jerman Frankfurter Allgemeine Zeitung dalam komentarnya terhadap KTT G7 yang baru saja berakhir di Jepang mengatakan, sejumlah ungkapan dalam pernyataan biasa saja, tetapi maknanya sangat luar biasa. Dalam pernyataan G7 dikatakan, tujuan dari kebijakan G7 bukanlah untuk merugikan Tiongkok, juga tidak berniat menghambat pertumbuhan dan kemajuan ekonomi negara Tiongkok. AS juga ikut ambil bagian dalam pernyataan tersebut. Jerman juga berharap dapat mengurangi ketergantungan terhadap Beijing dalam hal bahan baku dan obat-obatan, dan mempertimbangkan keamanan nasionalnya, Jerman akan secara ketat memeriksa BUMN RRT yang akan berinvestasi di Jerman. 

Jelas kebijakan dalam hal pembatasan produk teknologi tinggi terhadap PKT oleh AS, Jepang, dan Jerman berbeda satu sama lain, AS dan Jepang cenderung memutus tuntas pasokan teknologi tinggi, tetapi tetap membiarkan produk kelas bawah Made in China bisa diekspor ke AS, demi menjaga harga barang di dalam negeri AS. Jerman mengatakan tidak akan tunduk terhadap tekanan dari AS, dan tidak akan mengisolasikan RRT dari produk teknologi tinggi Barat¸ niatnya adalah mempertahankan pangsa pasar produk teknologi canggih Jerman di pasar RRT. Tapi sepertinya Jerman hanya menjual produk teknologi canggih, tapi tidak menjual teknologi canggih yang dimilikinya.

Yang patut diperhatikan adalah, dalam “Komunike KTT G7” yang diluncurkan para pemimpin G7, mengenai cara berurusan dengan PKT, telah dikeluarkan informasi yang sepaham dari sembilan aspek. Kesembilan aspek itu adalah: menyangkal propaganda PKT; menghantam tindakan persaingan PKT yang tidak adil, menghadapi cara dan kebijakan non-pasar PKT mendistorsi ekonomi global; menentang PKT yang hendak mengubah kondisi Laut Timur dan Laut Tiongkok Selatan; memastikan perdamaian dan stabilitas di Selat Taiwan; menyoroti masalah HAM di Tiongkok; mendesak RRT bertindak sesuai Konvensi Internasional; mendesak RRT memberi tekanan terhadap Rusia agar menghentikan invasinya; tidak menutup kerjasama namun setiap negara dapat mempertahankan kepentingannya masing-masing, serta masalah iklim dan perlindungan sumber daya alam.

Yang paling berdampak pada masa depan ekonomi Tiongkok adalah dokumen bersama yang telah membahas dan merangkum semua masalah jaminan keamanan ekonomi pada KTT G7 Hiroshima. Dokumen itu menjelaskan agar harus “menekan dan melawan ancaman ekonomi”. G7 berencana membangun rantai pasokan untuk semikonduktor dan logam tanah jarang (LTJ) serta sumber daya penting lainnya, lewat kerangka yang juga meliputi negara berkembang dan negara sedang berkembang. Juga akan membangun “platform koordinasi” untuk berbagi informasi pemaksaan ekonomi, menghadapinya sesuai sistem hukum masing-masing negara. Dokumen menunjukkan arti penting bagi setiap negara untuk memahami kebijakan perlindungan terhadap semikonduktor, logam tanah jarang, dan baterai.

Jepang telah mengundang 8 negara non-anggota G7 menghadiri rapat tambahan, mekanisme “peningkatan rantai pasokan yang fleksibel dan inklusif (RISE), yang akan diinisiasi sebelum akhir 2023. Tujuan utama mekanisme RISE adalah membantu 8 negara berpendapatan menengah rendah termasuk Brasilia, India, Indonesia, lewat dukungan finansial, pertukaran teknologi dan memperkuat hubungan rekanan, dalam proses krusial rantai pasokan industri global dapat memainkan fungsi meningkatkan nilai yang lebih tinggi.

Saat ini ekonomi Tiongkok telah jatuh ke dalam kemerosotan serius, efek gelembung properti di Tiongkok saat ini sedang meletus, kekayaan hampir semua orang tengah menyusut. Anjloknya harga properti sangat parah, membuat banyak warga “tidak bisa lepas dari belenggu untuk selamanya”. Tokoh ekonomi masyarakat ramai-ramai berseru, tahun ini sangat sulit, masalah bertahan hidup yang paling fundamental, masalah isi perut, sudah menjadi masalah. Sektor properti ada harga tidak ada pasaran, pekerjaan industri sulit dicari, cabang bank banyak yang ditutup, banyak orang bahkan pegawai negeri pun berkurang pendapatannya, ada pertanda kredit perumahan akan bermasalah, setiap orang sangat cemas, di sisi setiap orang ada yang bernasib tragis dan sulit bertahan…

Di tengah kondisi ekonomi sesulit ini, mekanisme dan penerapan G7, terbentuknya dan semakin sempurnanya rantai pasokan negara berkembang, dapat membuat ekonomi Tiongkok yang tengah goyah akibat topan dan badai itu, menjadi semakin sulit. (sud/whs)