Semangat 1989 Refleksikan Hati Nurani Manusia

Wei Jingsheng

Dua kali gerakan yang terjadi pada abad lalu di Tiongkok, telah memengaruhi seluruh dunia. Yang pertama adalah Gerakan Tembok Demokrasi di Jalan Xidan pada 1978, dan yang kedua adalah Gerakan Demokrasi Tiananmen pada 1989. 

Gerakan Tembok Demokrasi menyebar luas ke berbagai negara di dunia serta mencapai Taiwan (yang kala itu belum demokratis, Red.) dan Moskow, ia merupakan titik balik kemerosotan ideologi sayap kiri komunisme. 

Gerakan demokrasi di Lapangan Tiananmen adalah titik balik merosotnya kubu komunisme, tak lama setelah peristiwa itu, Uni Soviet dan negara-negara komunis Eropa Timur runtuh dengan cepat, dan mengarah menuju demokrasi.

Hingga hari ini, sebagian orang di dalam negeri Tiongkok maupun di luar negeri, masih memperingati kedua gerakan yang memutar-balikkan nasib manusia itu, khususnya Gerakan Demokrasi 1989 yang menggemparkan dunia kala itu, terutama diperingati karena gerakan ini telah mengorbankan puluhan ribu warga Tiongkok yang tewas. Karena para martir yang berkorban ini telah merefleksikan hati nurani manusia, perwujudan hati nurani umat manuisa seperti ini telah mendorong perkembangan umat manusia yang bersifat bajik.

Di bawah penindasan PKT (Partai Komunis Tiongkok), rakyat Tiongkok tidak berani mengekspresikan penghormatan dan simpatinya terhadap mereka. Di bawah dorongan kepentingan bisnis dan lain sebagainya, banyak sekali politisi Barat juga tidak berani secara terbuka menyampaikan rasa hormat dan empati mereka. Tetapi di dalam sanubari masyarakat, siapa benar siapa salah sangatlah jelas ibarat cermin. Bahkan orang-orang yang ikut ambil bagian dan membantu penindasan tersebut, semoga di dalam hati mereka juga sangat menyadari apa sebenarnya suara hati bersama umat manusia.

Pada akhir abad lalu, suatu kali penulis berkesempatan menghadiri Konferensi HAM dan Demokrasi di Republik Ceko yang digelar oleh Presiden Václav Havel, pada jeda rehat di toilet yang besar dari gereja itu, penulis bertemu dengan Henry Kissinger yang tidak disukai oleh sebagian rakyat Tiongkok. 

Sekelompok wartawan pun mengerubunginya, kamera dan pena telah dipersiapkan, serta hendak merekam adu mulut kami berdua diolah menjadi berita menghebohkan. Dengan suara dan ekspresi keras Kissinger mengusir wartawan, dengan mengatakan siapapun yang tinggal di tempat ini akan digugat di pengadilan.

Setelah mengusir para wartawan, ia membalikkan badan menatap saya yang memperlihatkan ekspresi tidak bersahabat dan berkata, yang juga perkataan yang sama yang pernah disampaikan oleh Presiden Bush Junior kepada saya: “Saya tahu apa yang ingin Anda katakan, tapi sebelumnya dengarkan dulu penjelasan saya”. Saya pun terpaksa dengan sabar mendengarkan perkataannya. Dengan ekspresi serius ia berkata: “Segala kritik yang kalian warga Tiongkok lontarkan kepada saya semuanya bisa saya pahami, tapi kami melakukan pekerjaan demi kemajuan Tiongkok dari sudut pandang yang berbeda. Sasaran kita adalah sama, tetapi peran yang kita mainkan memang berbeda”.

Melihat saya berekspresi siap debat dan mengutuk, ia buru-buru menarik tangan saya dan menambahkan: “Contohnya mendorong Mao Zedong dan Deng Xiaoping untuk mengembangkan hubungan bersahabat dengan AS (Amerika Serikat), untuk jangka panjang akan bermanfaat bagi Tiongkok menuju demokratisasi.” Juga berbagai penjelasan lain, yang membuat saya merasa tidak enak hati membuatnya kehilangan wajah lagi, bagaimana pun toilet memang bukan ajang untuk perdebatan, apalagi Presiden Havel sedang menunggu kehadiran kami di ruang konferensi.

Memang benar, pasca Pembantaian di Lapangan Tiananmen Presiden Bush Senior telah melepaskan Deng Xiaoping, dan mengurangi bahkan menghapus semua sanksi bagi sang pelaku pembantaian tersebut, guna melindungi kepentingan perusahaan besar AS di RRT. 

Di era pemerintahan Clinton dan Bush Junior, berubah menjadi kebijakan mentolerir Beijing dengan memberikan kepada RRT perlakuan yang paling istimewa (Most Favoured Nation, MFN), yang kemudian sangat disesali oleh para politisi dari kedua partai AS, karena telah membantu dan mendanai seorang musuh AS. Semuanya itu berawal dari kebijakan peredaan yang diprakarsai oleh Kissinger. Namun perdebatan pembenaran dari dua sisi ini, tidak bisa dijelaskan hanya dengan satu dua kalimat saja.

Namun hal ini telah menjelaskan bahwa di dalam hati setiap orang ada sebuah mistar, yang tidak mungkin mengingkari hati nurani dan membohongi diri sendiri. Siapa benar siapa salah, bisa dinilai oleh publik, yang tidak dapat dihapus begitu saja dengan propaganda dan berita penyesatan. 

Para pahlawan peristiwa Tiananmen dan spirit untuk berkorban 1989 itu, adalah peringatan yang selamanya tidak akan terhapus dari hati masyarakat. Sebagian warga yang tidak tahu menahu tentang fakta, dan terus mengikuti arus propaganda palsu partai komunis, bahkan ikut mencemooh dan memfitnah para korban Pembantaian 4 Juni 1989 serta gerakan demokrasi tersebut, sehingga menyakiti hati kerabat para korban, sungguh perbuatan tidak bijak dan pandir.

Waktu telah berlalu tiga puluh empat tahun. Ada yang mengatakan lupakanlah masa lalu, dan hadapi masa depan. Tetapi penulis ingin mengatakan: setelah masa lalu dilupakan, bencana serupa masih dapat terulang kembali. 

Sebuah bangsa yang tidak memiliki memori, tidak pantas eksis di dunia ini, dan cepat atau lambat akan tersingkir. Ini adalah ciri khas utama bangsa Tionghoa yang mampu tetap eksis selama ribuan tahun, berkat memperhatikan pengalaman sejarah yang dijadikan pelajaran,.

Gerakan demokrasi 1989 telah ditekan, kubu komunisme di Eropa Timur justru runtuh karenanya. Merangkum pengalaman dan hikmah masa lalu, demokratisasi Tiongkok akan segera melangkahkan kakinya. Ini adalah hal mutlak dalam sejarah, yang tersisa hanya masalah cepat atau lambat saja. (Sud)