Peta Wilayah Tiongkok Versi Baru 2023 Memicu Pernyataan Keras dari Nepal dan Brunei

Aboluowang

Peta wilayah Tiongkok versi 2023 yang dirilis oleh Kementerian Sumber Daya Alam Tiongkok pada 28 Agustus memicu reaksi balik dari banyak negara. Sebelum Nepal menyampaikan ketidakpuasan, negara-negara seperti India, Filipina, Malaysia, Vietnam, Brunei telah mengeluarkan pernyataan yang mengutuk hal tersebut. Bahkan Rusia pun bereaksi.

Peta Tiongkok versi baru tahun 2023 memicu ketidakpuasan Nepal

Nepal mengeluarkan pengumuman pers mengenai peta wilayah Tiongkok versi 2023 pada 1 September, menekankan bahwa wilayah yang ditentukan oleh parlemen negara tersebut pada tahun 2020 harus dihormati. Namun, dalam pengumuman tersebut Nepal tidak menjelaskan soal ketidakkonsistenan antara batas-batas yang diakui Nepal dengan yang tertera dalam peta baru Tiongkok.

Pada 1 September Kementerian Luar Negeri Nepal mengeluarkan pengumuman pers di Kathmandu.

Menanggapi pertanyaan media tentang “Peta Wilayah Tiongkok Versi Tahun 2023” yang dirilis pada 28 Agustus 2023, juru bicara resmi Kementerian Luar Negeri mengklarifikasi :

Parlemen Nepal dengan suara bulat menyetujui peta politik dan administratif Nepal pada tahun 2020. Peta ini menjadi acuan Nepal, oleh karena itu Nepal bersikap tegas untuk mempertahankannya. Pemerintah Nepal sangat yakin bahwa negara-negara tetangga kita serta komunitas internasional pun sewajarnya menghormati peta ini.

Setelah pengumuman pers ini, Nepal tetap berkomitmen untuk menyelesaikan masalah perbatasan melalui dialog dan diplomasi.

Brunei mengeluarkan pernyataan tentang “perkembangan terkini di Laut Tiongkok Selatan”

Setelah Filipina, Indonesia, Malaysia, Vietnam, India dan negara-negara lain memprotes peta wilayah Tiongkok versi baru, Brunei, yang memiliki sengketa kedaulatan dengan Tiongkok, juga mengeluarkan pernyataan yang menekankan pentingnya semua pihak untuk menyepakati penetapan batas maritim sesuai dengan ketentuan dan prosedur Konvensi Perserikatan Bangsa-Bangsa tentang Hukum Laut tahun 1982.

Sultan Brunei dan Kepala Negara Haji Haji Hassanal Bolkiah Mu’izzaddin Waddaulah. (File foto© AICSecretariat Twitter)

Kementerian Luar Negeri Brunei Darussalam pada 2 September mengeluarkan “Pernyataan Perkembangan Terkini di Laut Tiongkok Selatan”. Pernyataan pertama menekankan : “Kami menegaskan kembali komitmen kami untuk menjaga perdamaian, stabilitas dan keamanan di Laut Tiongkok Selatan”.

Pernyataan tersebut berbunyi : Mengingat kewajiban negara-negara pihak pada Konvensi Perserikatan Bangsa-Bangsa tentang Hukum Laut (UNCLOS) tahun 1982, maka sangat penting untuk menyepakati masalah penetapan batas maritim sesuai dengan ketentuan dan prosedur Konvensi Hukum Laut Perserikatan Bangsa-Bangsa. 

Hak dan kepentingan maritim di wilayah kontinental dan kepulauan serta fitur maritim lainnya sepenuhnya diatur oleh hukum internasional, khususnya Konvensi PBB tentang Hukum Laut.

Di antara negara-negara anggota ASEAN, Brunei selalu bersikap low profile dan jarang mengeluarkan protes atas tumpang tindihnya klaim kedaulatan sembilan garis putus-putus Tiongkok.

Namun kali ini, Kementerian Luar Negeri negara tersebut menyatakan : Mengenai masalah Laut Tiongkok Selatan, kami menganut pendekatan “dua langkah”, yaitu masalah spesifik diselesaikan oleh pihak-pihak terkait melalui dialog damai bilateral dan kerja sama sesuai dengan hukum internasional, termasuk Konvensi PBB tentang Hukum Laut. Melalui dialog dan negosiasi dalam menyelesaikan masalah.

Selain itu, negara ASEAN yang kaya minyak ini juga menyatakan bahwa semua negara yang terkait perlu mempromosikan lingkungan yang tenang, damai, dan kondusif untuk membangun kepercayaan dan meningkatkan rasa saling percaya di kawasan.

“Kami menegaskan kembali komitmen kami terhadap implementasi Deklarasi Perilaku Para Pihak di Laut Tiongkok Selatan (Declaration on the Conduct of Parties in the South China Sea. DOC) tahun 2002 secara penuh dan efektif, dan menekankan pentingnya upaya aktif dari semua pihak agar secepatnya dapat secara efektif dan substantif merealisasikan Kode Etik di Laut Tiongkok Selatan (Code of Conduct in the South China Sea. COC).” (sin)