“Modernisasi” Ala PKT, Produk Baru Setelah Anti-AS Gagal

Yang Wei

Kantor berita Xinhua News pada 30 September lalu, telah mengutip pidato Dubes RRT (Republik Rakyat Tiongkok) untuk AS yakni Xie Feng: “Hubungan antara RRT-AS masih menghadapi kesulitan serius juga tantangan yang berat”. Pada hari yang sama, Xinhua News mengungkap artikel Xi Jinping yang berjudul “Mendorong Modernisasi ala Tiongkok Harus Mengatasi Sejumlah Hubungan Penting”. 

Artikel menyebutkan, “modernisasi ala Tiongkok” harus mempertahankan “kemandirian dan independen”; mewujudkan “dapat sirkulasi di dalam negeri”. “Modernisasi ala Tiongkok” riilnya adalah “modernisasi ala PKT (Partai Komunis Tiongkok)”, adalah produk yang dihasilkan setelah gagalnya gerakan anti-AS.

Fakta Yang Terungkap Dalam Artikel Xi Jinping

30 September, Xinhua News memprediksi dalam jurnal partai Qiushi edisi 1 Oktober akan memuat artikel Xi Jinping “Mendorong Modernisasi ala Tiongkok Harus Mengatasi Sejumlah Hubungan Penting”, ini merupakan bagian dari pidato Xi Jinping dalam seminar kader pemimpin utama pada tingkat Komite Pusat PKT, anggota komite cadangan, dan tingkat provinsi yang baru dipromosikan pada 7 Februari lalu. Xinhua News telah lebih dulu mengungkap konten artikel tersebut. Artikel itu menyebutkan, “Modernisasi Tiongkok adalah suatu pekerjaan yang bersifat eksplorasi, dan juga masih banyak bidang yang tidak diketahui, yang membutuhkan eksplorasi berani dalam penerapannya, yang memerlukan rancangan kelas atas.”

Yang disebut dengan “modernisasi ala Tiongkok” atau “sirkulasi dalam negeri” yang “mandiri”, sangat berbeda jalan dengan “pembagian kerja industri global”, tapi muncul bersamaan dalam pidato pemimpin PKT. Artikel itu juga menekankan, harus “menyempurnakan sistem nasional yang baru”, “memenangkan pertarungan pada teknologi inti utama”.

Tiongkok menutup gerbang negara, karena sulit ikut ambil bagian dalam pembagian kerja dan kerjasama global, juga sulit turut serta dalam pembagian kerja industri global.

30 September, yang diberitakan oleh Xinhua News adalah berita lama Dubes RRT untuk AS Xie Feng per 27 September. Waktu itu Xie Feng menyatakan, “Kedua negara mempererat dialog kerjasama dan telah meraih perkembangan yang berarti”; tapi “hubungan RRT dengan AS masih menghadapi kesulitan serius dan tantangan yang berat, memperbaiki dan menstabilkan hubungan kedua negara membutuhkan tanggung jawab yang besar dan jalan yang masih panjang”.

Menlu AS Blinken, Utusan Khusus Presiden AS Untuk Iklim John Kerry, Menkeu Yellen, Mendag Raimondo telah berturut-turut berkunjung ke Tiongkok, AS juga mengundang Wang Yi berkunjung ke Amerika, tapi Beijing masih menyebut hubungan RRT-AS “menghadapi kesulitan serius dan tantangan yang berat”. 

AS tidak mau melonggarkan sanksi teknologinya terhadap RRT, serta tidak mau menurunkan tarif masuk produk impor dari RRT, dan mempercepat penempatan ulang rantai pasokan, mengucilkan PKT dari masalah internasional, mungkin inilah yang dimaksud Beijing dengan “menghadapi kesulitan serius dan tantangan yang berat”.

Dengan latar belakang seperti ini, PKT dipaksa mengemukakan “modernisasi ala Tiongkok” yang “mandiri”. Pejabat RRT mengetahui bahwa ini adalah slogan yang terpaksa, dan dikhawatirkan tidak ada orang yang benar-benar bersedia kembali ke era “swadaya”.

“Modernisasi ala Tiongkok” atau “Modernisasi ala PKT”?

Artikel Xi Jinping menyebutkan, “modernisasi ala Tiongkok” harus “menciptakan efisiensi yang lebih tinggi daripada kapitalisme”; “harus mempertahankan dan menyempurnakan sistem ekonomi dasar sosialisme”.

Kalimat ini adalah turunan dari teori Marx, yang selalu menganggap sosialisme lebih unggul daripada kapitalisme, tetapi selama empat dasawarsa perkembangan Tiongkok justru telah melakukan teori yang sebaliknya. 

Beijing mengibarkan panji sosialisme, tapi riilnya mengandalkan globalisasi kapitalisme, barulah PKT dapat mengukuhkan rezimnya di tengah pertumbuhan ekonomi Tiongkok. Kini, pemimpin PKT mencuri konsepsi, “modernisasi ala PKT” dikatakan sebagai “modernisasi ala Tiongkok”, malah juga berkoar tentang yang disebut keunggulan sosialisme. 

PKT akan terus mencengkeram BUMN, dan mempertahankan posisi monopolinya; walaupun tahu dengan jelas bahwa ekonomi dapat kehilangan vitalitasnya, di saat yang sama mau tidak mau harus mengizinkan ekonomi swasta, juga harus dikendalikan ketat. 

Di Tiongkok, di balik perusahaan swasta yang berskala tertentu, mayoritas adalah milik para elite PKT, pemilik Evergrande Group yakni Xu Jiayin, adalah sarung tangan putih (Perusahaan mayoret) Zeng Qinghong dan kawan-kawan (rival Xi Jinping), yang menjadi korban dalam konflik internal putaran baru. 

Elite PKT hendak mempertahankan kekuasaan dan hak istimewanya, tapi BUMN atau perusahaan swasta seperti Evergrande, justru tidak bisa “menciptakan efisiensi yang lebih tinggi dibandingkan kapitalisme”, bahkan kemungkinan sewaktu-waktu menghadapi masalah eksistensi. Pasar memang seharusnya timbul dan tumbuh secara spontan, tetapi PKT justru berusaha membentuk “pasar terpadu nasional”, yang riilnya berarti PKT hendak mengendalikan seluruh pasar.

Terlebih lagi “Makmur bersama” semakin tidak mungkin terwujud, para elite PKT tidak akan membiarkan rakyat berbagi kekayaan masyarakat yang mereka rebut, tapi akan terus membagi kekayaan yang diciptakan oleh para pengusaha swasta. 

“Modernisasi ala Tiongkok” sebenarnya adalah “modernisasi ala PKT”, semuanya harus dikuasai di tangan PKT, rakyat tidak akan bisa memperoleh manfaatnya.

“Modernisasi” ala PKT Terutama Harus Melindungi Kekuasaan

Media massa partai berniat menyambut slogan pemimpin PKT, tapi juga sangat memahami “liku-liku” ekonomi yang terjadi. Editorial menyatakan, “modernisasi” kita adalah “yang paling sulit”; serta mengutip pidato Xi Jinping pada jamuan makan pada “1 Oktober”: “Jalan di bawah langkah kaki kita tidak akan selalu rata dan mulus”.

Militer PKT pertama-tama harus melindungi partai, melindungi rezim, dan melindungi kepentingan para elite PKT, kepentingan negara ditempatkan di belakang kepentingan partai. Artikel kembali menyebutkan, “Tetap teguh mematuhi komando pusat partai, Komisi Militer Pusat dan Ketua Xi”

Yang paling ditakutkan Beijing sekarang adalah digulingkannya rezim mereka, di balik slogan “modernisasi” ala PKT, sebenarnya adalah mempertahankan kekuasaan mereka. Pemimpin PKT harus lebih dulu mengamankan kekuasaannya, terlebih lagi tidak boleh mengakui gerakan anti-Amerika mereka telah gagal, atau terjadi kesalahan kebijakan.

PKT telah kehilangan inisiatif dalam hubungan RRT-AS, ingin segera “berdamai”, dan telah membuka garis batas bawah, serta berharap AS yang di atas angin tidak menggulingkan rezim mereka. PKT sedang kacau, dan internal kubu Xi sendiri banyak persoalan, faksi yang menentang Xi kembali ambil ancang-ancang, kaum birokrat PKT hanya diam dan menunggu, rakyat sangat merasakan lesunya ekonomi.

Pada 30 September, Kemenlu RRT yang mengumumkan dihentikannya sementara konferensi pers, merilis di situs web mereka artikel berjudul “Menjawab Pertanyaan Wartawan Terkait Laporan Terkait Tiongkok Yang Dilansir Kemenlu AS”. 

Pada 28 September lalu, Kemenlu AS merilis laporan yang mengungkap bahwa PKT sedang gencar menggelontorkan milyaran dolar AS untuk menyebarkan berita palsu di seluruh dunia, dan menilai bahwa tindakan PKT “memanipulasi informasi global” itu tak hanya masalah diplomatis publik saja, melainkan juga tantangan terhadap keutuhan ruang informasi global. Kemenlu RRT pun terpaksa merespon, namun bukannya membela dirinya sendiri; melainkan seperti biasa, balas menggigit, dengan menyebutkan pemerintah AS “adalah penyebar informasi palsu yang paling besar”.

Yang dimaksud Beijing semestinya adalah Presiden Biden yang secara terbuka menyebut ekonomi Tiongkok sedang mengalami masalah, dan Xi Jinping sekarang saking sibuknya, sampai tidak berdaya menyerang Taiwan. Media massa RRT pun menyangkal ekonomi Tiongkok menyusut, dan lagi-lagi menyatakan ekonomi mereka “mengarah baik dalam jangka panjang”, hanya saja “maju secara berliku-liku”. Pemimpin PKT tak berani mengakui tidak mampu mengatur ekonomi dan negara, hanya bisa mengelabui dengan slogan “modernisasi ala Tiongkok”, tapi para pejabat PKT sendiri juga sulit menumbuhkan kepercayaan diri mereka.

“Modernisasi” Ala PKT Sulit Meyakinkan Para Pejabat PKT

Xi Jinping tidak menghadiri KTT G20, dan absen dari Sidang Majelis Umum PBB, secara sadar melepaskan peluang mempromosikan “komunitas manusia senasib” pada ajang internasional, bahkan tempat untuk meneriakkan slogan pun sudah tidak ada lagi. Artikel Xi Jinping yang dimuat jurnal Qiushi kembali menjelaskan yang disebut dengan “modernisasi ala Tiongkok” atau “sirkulasi dalam negeri” yang “mandiri”, menjelaskan bahwa pemimpin PKT sekarang sudah tidak ada waktu lagi mempedulikan tentang “pemerintahan global”.

Namun artikel seperti ini akan membuat internal PKT merasakan keputusasaan: maka, Xinhua News pun bersikukuh “inisiatif membangun komunitas manusia senasib juga merupakan misi Partai Komunis Tiongkok yang bercita-cita global, merupakan wawasan global yang dibangun Partai Komunis Tiongkok, menanamkan perasaan global, sebagai manifestasi negara besar yang bertanggung jawab”.

Xinhua News dan surat kabar People’s Daily secara bersamaan menebalkan muka, meraih kembali slogan “persatuan dunia” ala partai komunis, sebagai upaya memotivasi para pejabat mereka.

Pada 27 September, Biro Politik Komite Pusat PKT bersama-sama mempelajari aturan dan reformasi WTO. Xi Jinping menyatakan, “Berpartisipasi dalam reformasi WTO dan penyesuaian aturan ekonomi dan perdagangan internasional”; “mempercepat pembangunan negara perdagangan yang kuat”; “meningkatkan lebih lanjut status pembagian kerja internasional”.

Pernyataan ini lagi-lagi saling kontradiktif dengan “modernisasi ala Tiongkok” atau “sirkulasi dalam negeri” yang “mandiri”. Pernyataan pemimpin PKT terkesan serba salah, pejabat PKT yang mendengarnya mungkin akan semakin sulit meraih kepercayaan diri. Gerakan anti-Amerika PKT telah gagal total, sebaliknya justru terjebak dalam dilema diplomatik, “modernisasi” ala PKT juga sangat semu. Xi Jinping teramat sangat mengkhawatirkan keselamatan pribadinya, dan di dalam internal PKT semuanya sibuk dengan urusan masing-masing, apakah rezim PKT masih dapat dipertahankan? (sud/whs)