Menteri Keamanan Publik PKT Buru-Buru ke Myanmar, Menyalakan Api Atau Menghindari Sorotan?

Pinnacle View

Begitu mendengar Myanmar Utara, di benak banyak orang akan teringat tentang penipuan telekomunikasi, love scaming, prostitusi, perjudian, narkoba, dan juga “cangkok ginjal” (jual beli organ tubuh). Setelah komplotan kejahatan ini membentuk sinergi dengan kekuatan penguasa setempat, di saat yang sama mereka juga berkonspirasi dengan PKT (Partai Komunis Tiongkok), dan mengadakan praktik kejahatan yang bersifat global. 

Pada 27 Oktober lalu, Pasukan Aliansi Demokratis Nasional Myanmar (MNDAA) di Kokang mendadak menyerang pasukan pemerintah setempat, dan mengatakan akan mengepung kelompok penipuan elektronik yang bermarkas di Myanmar Utara itu. Berita teranyar menyebutkan, subtownship Chinshwehaw yang berbatasan langsung dengan Provinsi Yunan, Tiongkok, telah diduduki oleh MNDAA. Myanmar adalah lokasi strategis bagi PKT, khususnya kawasan utara Myanmar yang selama jangka panjang dikuasai dan dikendalikan oleh berbagai macam kekuatan yang bersumber dari PKT. Saat terjadi konflik militer di Myanmar Utara, Menteri Keamanan Publik PKT yakni Wang Xiaohong mendadak berkunjung ke Myanmar, hal ini menarik perhatian banyak pihak. 

Dari Komunis Myanmar Sampai Kaum Separatis, PKT Kuasai Myanmar Utara

Editor senior sekaligus penulis utama The Epoch Times yakni Shi Shan menyatakan kepada “Pinnacle View”, dua hal yang dapat kita lihat sekarang dari konflik di Myanmar Utara, sebenarnya adalah militan setempat, yang kesemuanya adalah mantan pasukan komunis Myanmar. Komunis Myanmar telah dibubarkan pada 1989 lalu, dan pemimpinnya dipulangkan kembali ke Tiongkok. 

Para pemimpin komunis Myanmar ini dijadikan sebagai kader pensiunan, ada yang ditempatkan di Sichuan, Xi’an, ada pula yang ditempatkan di Guizhou. Para gerilyawan komunis Myanmar sebenarnya telah dibubarkan, namun mereka membangun kekuasaannya sendiri-sendiri. Sekitar 2009, karena pertarungan satu sama lain, kelompok-kelompok gerilyawan ini mengusir salah seorang pemimpin yang bernama Peng Jiasheng (Pheung Kya-shin, red.), dan Peng Jiasheng melarikan diri ke Tiongkok. ……..

Mengapa Menteri Keamanan Publik RRT Wang Xiaohong pergi ke Myanmar? Apa hubungan antara konflik bersenjata di Myanmar Utara kali ini dengan PKT? Dan apakah hubungan rumit antara PKT dengan berbagai kekuatan di Myanmar akan berubah dan membentuk kembali?

Setelah Peng Jiasheng lari, beberapa pasukan yang tersisa di wilayah komunis Myanmar di utara Myanmar itu lantas menyerah pada pemerintah, dan direorganisir menjadi pasukan pemerintah. Setibanya tahun 2015, Peng Jiasheng kembali lagi dengan membawa sekawanan anggota untuk balas menyerang, tetapi kembali mengalami kekalahan,maka lantas terpaksa mundur ke sebuah pegunungan untuk bergerilya. Pada 2022 Peng Jiasheng meninggal dunia, putranya Peng Deren menggantikannya memimpin pasukan ini, dan kali ini Peng Deren memimpin pasukan yang balas menyerang.

Namun masalahnya, wilayah pegunungan ini adalah tempat yang sangat miskin dan terisolasi, jumlah penduduk di bawah kewenangannya hanya sekitar sepuluh hingga dua puluh ribu jiwa, begitu lama ia dapat bertahan di tempat itu, dikabarkan jumlah pasukan Peng Deren mencapai lebih dari sepuluh ribu orang, maka dari manakah ia mendapatkan begitu banyak pasukan? Dari manakah asalnya begitu banyak senjata? Uangnya dari manakah? Dilihat dari beredarnya banyak foto dan data di internet, senjata yang dibawa oleh pasukan Peng Deren cukup memadai, ada roket, senapan laras panjang, kendaraan bermotor, bahkan drone dan lain sebagainya, propaganda melalui internet di Tiongkok menyebutkan, pasukan Peng Deren telah menemukan banyak senjata di hutan, itulah sebabnya kali ini mereka lantas balas menyerang.

Shi Shan menyatakan, masih ada kemungkinan lain, bahwa senjata yang “ditemukan” Peng Deren di hutan adalah sisa-sisa senjata saat bergerilya dulu yang dikuburkan di suatu tempat, lalu apakah sekarang telah digali kembali? Persenjataan masih bisa digali keluar dari tanah, tetapi amunisi mungkin tidak berfungsi lagi? Pernyataan ini tidak masuk akal, dalam banyak hal tidak masuk akal. Jadi saya merasakan ini diibaratkan gajah di dalam kamar, semua orang mengetahui bahwa itu adalah senjata dari PKT, tetapi semua orang berpura-pura tidak melihatnya, dan pura-pura tidak tahu. Saya pernah menetap beberapa lama di Provinsi Yunnan dan mengenal sejumlah veteran di Daerah Militer Kunming. Mereka pernah mengatakan, di era 1970-an, gudang senjata mereka yang di perbatasan, apabila ada kader komunis Myanmar yang setingkat kompi ke atas bersedia tanda tangan, maka bisa diambil, jadi senjata komunis Myanmar adalah senjata PKT.

Pemimpin redaksi The Epoch Times yakni Guo Jun menyatakan, sekarang berbagai macam kekuatan separatis di Myanmar Utara, mayoritas dari mereka memiliki hubungan erat dengan PKT. Para perwira militer bekas komunis Myanmar dari empat klan besar di Kokang, mengandalkan persenjataan dari PKT, dan mengandalkan uang dari hasil penjualan opium untuk membangun kekuatan. Pada saat saya pergi ke Yunnan pada akhir 1980-an, dan menemui orang-orang dari suku minoritas, setengah keluarga mereka berada di Tiongkok, setengah yang lainnya berada di Myanmar, bisa dibilang mereka adalah pemimpin di desa itu. Keluarganya yang menetap di Tiongkok bekerja untuk pemerintah Tiongkok, dan yang di Myanmar semuanya adalah anggota komunis Myanmar, kemudian menjadi raja perang atau mafia. Waktu itu pendapatan utama mereka adalah dari menjual narkoba, ia mengatakan, berbagai macam kerjasama di kedua sisi di Tiongkok maupun Myanmar selalu berjalan erat. Anggota klan-klan mafia itu bila pergi ke Yunnan, mereka akan diperlakukan dengan skala tinggi oleh PKT, senjata mereka diberikan oleh PKT, pencucian uang juga dibantu oleh pemerintah RRT.

Di kawasan Myanmar Utara terdapat banyak komplotan penipuan, semua komplotan penipuan itu tentunya juga mendapat berbagai dukungan dari PKT, wilayah Myanmar pada dasarnya dikendalikan oleh PKT, yang tinggal di sana mayoritasnya adalah warga Tiongkok suku Han, yang berbahasa Tiongkok, dan menggunakan mata uang RMB, bank yang beroperasi juga bank dari Tiongkok, listrik juga dialirkan dari Tiongkok, nomor telepon berasal dari perusahaan telekomunikasi Tiongkok, menggunakan nomor Tiongkok dalam telepon interlokal, internet juga dipasok oleh perusahaan Tiongkok. Dari berbagai aspek ini, selain secara kedaulatan bukan milik RRT, tetapi selebihnya dikendalikan oleh PKT. Siapa yang percaya bila dikatakan pemerintah RRT tidak memberikan dukungan bagi kekuatan setempat?

PKT Bertaruh Bagi Myanmar, Munculnya Menteri Keamanan Publik RRT Ada Alasan Lain

Di “Pinnacle View” Shi Shan menyatakan, yang dilakukan PKT di Myanmar ibarat berjudi, dan ia bertaruh bagi setiap kekuatan yang berbeda, bukan hanya sekarang, tapi sudah sejak lama. Dulu ketika menjalin hubungan dengan Myanmar, Zhou Enlai (PM RRT 1949 – 1976) pun melakukan hal yang sama, di satu pihak PKT membina hubungan dengan pemerintah Myanmar, dan menjalin relasi yang erat, tetapi di pihak lain juga mendukung komunis Myanmar. Komunis Myanmar sendiri terdiri dari dua kubu, yang pertama disebut komunis bendera merah yang pro Uni Soviet dan yang kedua disebut komunis bendera putih yang pro PKT, kubu komunis bendera merah berperang di kawasan makmur secara ekonomi, sedangkan kubu komunis bendera putih adalah pengikut Mao Zedong, yang berkonsep desa mengepung kota, akhirnya kubu bendera merah kalah perang dan bergabung dengan kubu bendera putih. PKT mendukung kedua kubu, dan PKT juga mendukung pemerintah militer Myanmar. Saya ingat sewaktu masih di Tiongkok, ada seorang pejabat pemerintah mengatakan, dulu PM Zhou Enlai begitu licik, ketika ditanya oleh pemerintah Myanmar, Anda membina hubungan baik dengan kami, mengapa mendukung orang yang berperang melawan kami di perbatasan? Zhou Enlai menjawab, kita membina hubungan baik, adalah hubungan antar dua negara, sedangkan hubungan dengan mereka adalah hubungan antar partai. Alasan ini tentu saja tidak dapat diterima.

Mengapa Wang Xiaohong (dibaca: wang siaohung, menteri keamanan publik RRT) pergi ke Myanmar, dan apakah tujuannya? Tentu salah satu kemungkinannya adalah, ia pergi untuk memberikan penjelasan bagi pemerintah Myanmar. Karena semua orang mengetahui di balik Myanmar Utara yang berperang itu adalah PKT. Karena telah melakukan hal itu, bukankah harus memberikan penjelasan bagi pemerintah Myanmar? Tapi saya merasa masih ada konspirasi lain di balik semua ini, karena PKT ingin menguasai sepenuhnya wilayah Myanmar Utara ini, mungkin karena dirasakan kekuatan kendali ini masih belum memadai, PKT hendak mengendalikannya lebih ketat lagi. Karena komplotan yang ada, yakni empat klan besar yang ada sekarang telah bisa bernegosiasi dengan pemerintah Myanmar, dan sudah melakukan transaksi, dengan kata lain mereka membantu pemerintah militer Myanmar mengawasi PKT, hal ini membuat PKT sangat tidak senang, karena PKT mempunyai banyak proyek, termasuk proyek “BRI (Belt and Road Initiative)”, juga sejumlah waduk, pertambangan, yang tidak bisa dijalankan oleh PKT, sebab proyek-proyek tersebut adalah kegiatan yang tidak ingin dilakukan oleh pemerintah militer Myanmar, suara penentangan di dalam negeri Myanmar juga sangat kuat.  Maka PKT pun mengerahkan sekelompok orang lain untuk menggantikan empat klan besar tersebut.

Namun mengapa tidak dilakukan sendiri oleh militer PKT, bukan dilakukan oleh Departemen Keamanan, melainkan dilakukan oleh Departemen Keamanan Publik? Saya merasakan di dalam masalah ini terdapat banyak urusan yang berkaitan dengan Departemen Keamanan Publik. Ada berita yang menyebutkan, kali ini mengapa Beijing memutuskan untuk bertindak, karena ada sekumpulan etnis Tionghoa setempat telah dieksekusi mati oleh raja perang lokal, beberapa di antaranya yang ikut terbunuh adalah mata-mata yang diutus oleh Departemen Keamanan Publik RRT. Jadi kemungkinan itulah alasan PKT secara langsung mendukung Peng Deren, dan memberinya uang, senjata bahkan juga pasukan. MNDAA yang dipimpin Peng Deren tidak mungkin memiliki anggota sebanyak itu, jadi di dalamnya pada dasarnya adalah pasukan PKT, yang menyamar menjadi anggota MNDAA untuk menyerang balik. Tapi bagaimana pun juga, serangan balik kali ini telah menyelamatkan sekelompok orang yang dikuasai oleh sindikat penipuan, dan berhasil menolong lebih dari enam ratus orang warga Tiongkok.

Pemerintah Militer Tidak Percaya PKT, Kerusuhan Myanmar Tak Terselesaikan

Kepada “Pinnacle View” Guo Jun menyatakan, berperangnya Myanmar Utara dalam jangka pendek sepertinya menguntungkan bagi PKT, baik pemerintah Myanmar maupun kekuatan berbagai pihak sekarang berharap pada dukungan dari PKT, setidaknya mereka tidak ingin bertentangan dengan PKT. Jadi PKT dapat memanfaatkan peluang ini untuk melakukan hal-hal yang ingin dilakukannya. Lihat saja Wang Xiaohong, kematian mantan PM Li Keqiang baginya adalah sebuah tekanan besar, semua pihak telah mempertanyakannya, karena matinya di tangan Biro Kepolisian Pusat. Tapi di saat yang krusial ini Wang Xiaohong telah kabur ke Myanmar, menjelaskan bahwa urusan di Myanmar ini adalah urusan yang sangat penting bagi PKT.

Tapi secara jangka panjang, dari sudut pandang strategi geopolitik PKT, rencana ini memiliki dampak negatif yang sangat besar. Pemerintahan Myanmar yang didominasi oleh etnis Myanmar termasuk pemerintahan militer Myanmar, sangat mewaspadai PKT. Sejarah selama puluhan tahun silam memberitahu mereka, PKT tidak bisa dipercaya, pemerintahan militer Myanmar pernah berniat berdamai dengan Barat, maka pada 2015 Aung San Suu Kyi dibebaskan, lalu pemilu diadakan, walhasil Liga Demokrasi Myanmar yang dipimpin oleh Aung San Suu Kyi menang. Tapi karena masalah pembagian kekuasaan di dalam negeri, pemerintah militer tidak lagi mau bertoleransi, tahun 2019 mereka melakukan kudeta merebut kembali kekuasaan, ini bisa dibilang merupakan tragedi Myanmar. Menurut saya tanpa adanya kerjasama dari PKT, Myanmar tidak mampu mengatasi masalah separatis bersenjata setempat.

Kepada “Pinnacle View” Shi Shan menyatakan, “BRI” adalah rencana pada permukaan, yang terpenting adalah strategi keamanan energi Tiongkok, disini terdapat banyak penempatan, karena impor utama minyak bumi Tiongkok berasal dari Timur Tengah, maka salah satu penempatan harus melalui Laut Arab, dan memasuki Samudera Hindia, kemudian melewati Selat Malaka sampai ke Laut Tiongkok Selatan, baru memasuki Tiongkok.

Jalur ini sangat panjang, masalah kedua adalah bagian tengah pada dasarnya telah dijaga oleh AS, khususnya Selat Malaka. Seperti diketahui, di Singapura terdapat banyak warga Tiongkok, sedekat apapun hubungan PKT dengan Singapura, tapi di Singapura tidak ada pangkalan militer PKT, tapi justru ada pangkalan militer AS. Jadi Selat Malaka merupakan sebuah jalur vital bagi impor minyak bumi Tiongkok.

Pada masa PD-II ada suatu ungkapan, dikatakan kalahnya Jepang dan Jerman dalam perang tersebut, karena masalah minyak bumi, yang disebabkan oleh negara sekutu menggencet masalah sumber energi ini. Bagi PKT, jalur pengiriman minyak bumi ini sangat penting, sebelum melakukan banyak hal di masa mendatang PKT harus lebih dulu menyelesaikan masalah ini. Jadi dalam hal impor minyak bumi dari Timur Tengah, mereka memikirkan dua cara, yang pertama adalah melalui Pakistan, dan yang kedua adalah melalui Myanmar, kedua kawasan ini dapat langsung memasuki Samudera Hindia. Dengan kata lain, minyak bumi Arab Saudi baik melalui Pakistan maupun melalui Myanmar, jika dapat dibangun jalur transportasi darat, misalnya pipa penyaluran minyak bumi, maka PKT dapat menghindar dari Selat Malaka. Sekarang Pakistan dan Myanmar merupakan mata rantai yang sangat penting bagi PKT, merupakan mata rantai yang sangat penting bagi strategi keamanan energi PKT. Jadi bagi PKT, masalah keamanan di Myanmar harus diselesaikan, tapi masalah di Myanmar ini sangat tidak mudah, karena dari perspektif global, pemerintah Myanmar mengetahui bahwa PKT tak bisa diandalkan untuk menyelesaikan masalah mereka, sekarang mereka sedang berupaya berunding dengan AS, mencari cara menyelesaikan masalah ini. (sud/whs)