Pyongyang Menginstruksikan Peningkatan Keamanan Perbatasan Korea Utara – Tiongkok

 oleh Li Zhaoxi

Diduga untuk mencegah ketidakpuasan publik dalam negeri dan mengatasi “situasi internasional yang semakin tegang”, baru-baru ini pihak berwenang Korea Utara menginstruksikan peningkatan keamanan perbatasan antara Korea Utara dengan Tiongkok. Tim patroli perbatasan Korea Utara selain harus mewaspadai “aktivitas reaksioner” dari masyarakat Korea Utara, juga harus memantau dengan cermat aktivitas anti-Korea Utara dari seberang semenanjung.

Berdasarkan pemberitaan Daily NK pada Kamis (4 Januari), sumber di Provinsi Hamgyŏngbuk do (North Hamgyong) mengungkapkan bahwa pada 21 Desember 2023, Kementerian Keamanan Nasional memanggil seluruh komandan pasukan pertahanan perbatasan yang ditempatkan di wilayah perbatasan dan mengeluarkan perintah khusus berupa mengambil kewaspadaan tertinggi untuk menjamin keamanan kawasan perbatasan.

Hari itu juga juru bicara Kementerian Keamanan Nasional menyampaikan pidato mengenai situasi terkini di Semenanjung Korea. Ia menekankan bahwa untuk menghadapi “konspirasi” imperialisme dan kaum reaksioner, tim patroli perbatasan perlu “bekerja lebih keras dari sebelumnya demi memperkuat pembangunan perbatasan”.

Sumber menunjukkan bahwa kata-kata pihak berwenang menunjukkan bahwa Kementerian Keamanan Nasional berusaha mengklarifikasi bahwa peningkatan keamanan merupakan respons terhadap ketegangan internasional. Kementerian tersebut tampaknya menggunakan akhir tahun ini sebagai kesempatan untuk memperkuat keamanan perbatasan, berencana mengerahkan satuan tugas untuk memantau “aktivitas abnormal yang dilakukan oleh tim patroli perbatasan.”

Perintah terbaru ini juga mengkritik komandan dan tentara patroli perbatasan yang telah melakukan tindakan yang “sesat”, karena bersimpati terhadap penduduk setempat yang terlibat dalam kegiatan ilegal seperti penyelundupan dan sebagainya, bahkan membantu warga yang membelot.

Para komandan dan tentara patroli perbatasan diperingatkan dengan tegas bahwa jika mereka kembali menghadapi tindakan ilegal tersebut, apa pun motif dan identitas pelakunya, tindakan tersebut harus segera ditangani sesuai hukum yang berlaku.

Selain itu, Kementerian Keamanan Nasional memperingatkan bahwa jika petugas patroli perbatasan ditemukan terlibat dalam “kegiatan reaksioner” masyarakat, mereka akan segera diberhentikan, ditandai sebagai petugas yang tidak memenuhi syarat untuk bertugas di pos perbatasan, juga akan dikenakan hukuman, sanksi sosial atau administratif.

Pada saat yang sama, seluruh personel di pos terdepan akan dirotasi jika pasukan ditemukan tidak memadai dalam memantau pembelotan, penyelundupan, dan aktivitas ilegal lainnya. Para komandan yang bertanggung jawab, staf politik, dan staf keamanan di unit masing-masing juga akan memikul tanggung jawab secara tanggung renteng.

Kementerian Keamanan Nasional juga berencana akan mengharuskan tim patroli perbatasan Korea Utara untuk secara cermat ikut memantau aktivitas anti-Korea Utara yang dilakukan di dalam perbatasan Tiongkok, dan melaporkan secara rinci kepada perwira atasan.

Tentara juga diperintahkan untuk “mengamati dan mencatat detail-detail kecil, sampai  pakaian yang dikenakan, dari orang-orang yang berdiri lama dan terus meneropong ke arah Korea Utara di sisi perbatasan Tiongkok, dan membangun sistem pelaporan dari pengamatan ini ke gugus tugas yang ditunjuk”.

Daily NK juga melaporkan pada hari yang sama, bahwa baru-baru ini Korea Utara mengganti beberapa kader perdagangan yang bekerja di Tiongkok, dan konsulat Korea Utara di Tiongkok juga memperkuat inspeksi, pengawasan, dan kontrol terhadap kader perdagangannya.

“Konsulat Korea Utara mulai memanggil pejabat perdagangan bulan lalu untuk memeriksa isi panggilan dan pesan teks di ponsel mereka baru-baru ini”, kata sumber itu.

Sementara Korea Utara memperkuat kontrol perbatasan, Daily NK mengutip informasi dari sumber bulan lalu memberitakan bahwa pasukan perbatasan Tiongkok – Korea Utara juga berencana untuk menambahkan kamera dan sensor inframerah di wilayah perbatasan, yang diduga untuk mencegah seringnya terjadi pembelotan dan penyelundupan.

Sumber mengatakan : “Setelah para pembelot Korea Utara dideportasi kembali ke Korea Utara, pemerintah Tiongkok berencana mengambil tindakan untuk mencegah hal-hal tidak menyenangkan seperti pembelotan dan penyelundupan terjadi lagi”.

Pada Oktober tahun lalu, otoritas Tiongkok mendeportasi ratusan orang pembelot Korea Utara yang ditahan dalam penjara di provinsi Liaoning dan Jilin. Kelompok hak asasi manusia mengatakan bahwa sebanyak 600 orang warga Korea Utara, sebagian besar perempuan, “hilang” setelah dipulangkan secara paksa selama operasi ini, jumlah ini merupakan yang terbesar dalam beberapa tahun terakhir. Dunia luar khawatir bahwa mereka akan menghadapi penyiksaan, kekerasan seksual dan eksekusi oleh otoritas Korea Utara setelah dipulangkan.

Daily NK juga melaporkan bahwa belakangan ini sering terjadi tindak kriminal seperti perampasan kekayaan dengan kekerasan, pencurian atau lainnya di Korea Utara akibat krisis ekonomi yang semakin parah. Namun, meskipun insiden terkait dilaporkan ke Kementerian Keamanan, petugas keamanan tidak melakukan tindakan secara aktif, sehingga ketidakpuasan masyarakat meningkat. (sin)