Kembalinya 17 Ekor Panda dan Hilangnya Pamor “Faksi Pemeluk Panda”

Zhou Xiaohui

Ketika Rapat Kerja Urusan Luar Negeri Pusat Tiongkok  yang memuji-muji diri sendiri, baru saja berakhir, sebanyak 17 ekor panda dari berbagai negara asing telah dikembalikan ke Tiongkok, sebelumnya tidak pernah sebanyak itu jumlah yang dikembalikan. Adakah korelasi antara kedua kejadian tersebut?

Menurut pemberitaan dari China Central Television (CCTV), pada 2023 lalu sebanyak 17 ekor panda telah dikembalikan ke Tiongkok dari: Jepang, Amerika, Prancis, Belanda, Malaysia, Inggris, Jerman dan lain-lain. Di samping itu ada pula berita yang menyebutkan, Kebun Binatang Finlandia Ähtärin Eläinpuisto juga telah berencana akan mempercepat 8 tahun untuk mengembalikan dua ekor panda yang disewanya sejak 2018. Biasanya panda yang dikembalikan dari luar negeri karena dua kondisi, yang pertama adalah panda di bawah umur yang baru lahir sampai sekitar 4 tahun; yang kedua adalah panda yang telah usai masa sewanya.

Panda adalah hewan langka unik yang hanya dimiliki oleh Tiongkok. Memang tidak diragukan lagi, panda yang gemoy tidak hanya menaklukkan hati rakyat Tiongkok, juga disukai oleh masyarakat luas negara lain. Sejak masa pemerintahan Republik Tiongkok (ROC, yang sejak 1949 hijarah ke Pulau Taiwan, red.), panda telah menjadi duta persahabatan Tiongkok dengan negara lain. Pada 1941 di masa Perang Tiongkok-Jepang II (1937-1945), istri Presiden Chiang Kai-shek yakni Ibu Negara Soong Mei-ling sebagai ungkapan rasa terima kasihnya atas bantuan AS kepada Tiongkok, memberikan hadiah berupa sepasang panda.

Setelah PKT merebut kekuasaan, “diplomasi panda” ala Soong Mei-ling ini pun ditiru. Seperti di tahun 1972, saat Presiden AS Richard Nixon berkunjung ke Tiongkok, untuk menunjukkan sikap bersahabat dengan AS, Mao Zedong mengumumkan akan menghadiahkan sepasang panda kepada Amerika Serikat.

Namun, sejak 1994, apabila ada kebun binatang atau lembaga nasional suatu negara yang membutuhkan panda dari Tiongkok, maka harus menandatangani kontrak sewa berdurasi 10 tahun. Dalam kontrak ditetapkan, bahwa pihak RRT akan memberikan sepasang panda yang sehat dan memiliki kemampuan reproduksi yang hak miliknya adalah Tiongkok, biaya sewanya adalah 1 juta dolar AS per tahun, jadi 10 tahun adalah 10 juta dolar AS (155 miliar rupiah, kurs per 04/01). Dan anak panda yang lahir selama masa sewa juga merupakan hak milik Tiongkok, pada dasarnya di usia 2 tahun anak panda yang lahir harus dikirim kembali ke Tiongkok, dan pihak penyewa harus membayar 600.000 dolar AS (9,32 miliar rupiah) kepada Tiongkok. Jika selama masa kontrak, panda mati dikarenakan penyebab yang tidak wajar, maka penyewa harus membayar ganti rugi sebesar 500.000 dolar AS (7,76 miliar rupiah) kepada Tiongkok. Dalam sewa menyewa panda ini PKT pasti untung dan tidak mungkin rugi.

Walau demikian, kebun binatang di banyak negara tetap saja rela merogoh koceknya dalam-dalam membayar pemerintah Tiongkok demi mendatangkan panda ke negaranya, agar warganya dapat melihat lucunya panda dari dekat. Menurut informasi, hingga sekarang, Tiongkok telah menjalin kerjasama riset perlindungan panda dengan 20 lembaga dari 18 negara antara lain Amerika Serikat, Jepang, Rusia, dan lain-lain, dan jumlah panda yang berada di luar negeri mencapai 56 ekor.

Tak diragukan, bagi Beijing menyewakan atau memberikan panda adalah tindakan sekali dayung dua pulau terlewati. Selain bisa meraih keuntungan devisa dari biaya sewa panda, juga dapat menjalin hubungan persahabatan “diplomasi panda” dengan negara penyewa. Inilah yang disebut oleh PKT sebagai diplomasi soft power.

Selain itu, para pejabat, akademisi, taipan bisnis dan lain-lain dari kalangan akademis AS yang dalam kebijakan terhadap Tiongkok dengan tegas yakin bahwa kebangkitan Tiongkok akan menjadi kekuatan yang menstabilkan Asia Timur dan dunia, mereka disebut kelompok “faksi pemeluk panda”, dengan tokoh representatifnya yakni mantan Menlu AS Henry Kissinger yang belum lama ini meninggal dunia. Dalam kurun waktu cukup panjang mereka telah cukup berpengaruh dalam kebijakan AS terhadap Tiongkok.

Mereka beranggapan, reformasi ekonomi yang diprakarsai oleh Deng Xiaoping di awal 1980-an abad lalu telah membuka gerbang negara Tiongkok, reformasi ini pada akhirnya akan membuat Beijing mengemban kewajiban terhadap hukum dan undang-undang, HAM, dan transparansi politik yang lebih tinggi, cepat atau lambat negara Tiongkok akan memasuki sistem politik yang lebih bebas dan terbuka. “Pertumbuhan ekonomi akan mendorong reformasi politik di Tiongkok”, “popularitas internet akan mendatangkan kebebasan pers di Tiongkok”, dan lain sebagainya, begitulah pernyataan yang dibuat-buat oleh “kaum pemeluk panda” untuk menutupi kejahatan PKT demi membohongi seluruh dunia.

Akan tetapi, setelah tiga dasawarsa reformasi keterbukaannya Beijing justru melakukan kejahatan menentang dunia, mengakibatkan rakyat Tiongkok hingga kini belum juga mendapatkan kebebasan pers, kebebasan berpendapat, dan kebebasan beragama, yang dilakukan PKT terhadap gerakan demokrasi dan pendapat yang bertentangan dengan pemerintah tidak hanya mengawasi dengan menggunakan Big Data, tetapi juga melakukan penindasan dengan kekerasan. Hal yang sama juga dilakukan RRT terhadap peraturan internasional dengan tidak menaatinya.

Segala sesuatunya telah membuktikan bahwa pemikiran “kaum pemeluk panda” yang berupaya mendorong terwujudnya demokrasi di Tiongkok dengan ekonomi telah gagal total, kini pengaruh faksi ini terhadap kebijakan pemerintah AS pun telah menjadi nol. Direktur dari Komisi Terpilih Strategi Kompetisi AS-Tiongkok  yang didirikan DPR AS pada 2023 lalu yakni Mike Gallagher menyatakan, “Mereka (PKT) telah memanfaatkan ketulusan kita, tetapi era angan-angan itu telah berakhir. Komite khusus tidak akan membiarkan RRT membuat kita puas diri atau tunduk.”

Hilangnya pamor “kaum pemeluk panda” itu apakah ada kaitannya dengan banyaknya panda yang dikembalikan ke negeri asalnya itu? Atau bisakah dikatakan, apa yang menyebabkan sejumlah negara mengembalikan panda setelah masa sewa berakhir pada 2023 lalu dan tidak lagi memperpanjang kontrak sewanya? Satu penyebab yang pasti adalah pandemi yang menyebabkan depresi ekonomi, jumlah turis berkurang banyak, ditambah lagi beban biaya pemeliharaannya yang kelewat tinggi. Misalnya panda bernama Yang Guang dan Tian Tian yang dikembalikan oleh kebun binatang di Inggris yakni Edinburgh Zoo pada Oktober 2023 lalu yang dikontrak dan dikirim ke Inggris pada tahun 2011, kemudian diperpanjang dua tahun karena pandemi. Alasan kebun binatang mengembalikannya adalah gegara pandemi telah menyebabkan kunjungan wisatawan jauh lebih sedikit, 2022 lalu mencapai defisit 2 juta Pound Sterling (39,4 miliar rupiah), maka pihak kebun Binatang pun tidak mampu lagi memelihara panda.

Ada pula yang beranggapan, ada satu lagi alasan yang kemungkinan berkaitan dengan segala citra negatif yang ditimbulkan Beijing di seluruh dunia. Setelah mengeksploitasi masyarakat dan memperoleh kekayaan yang sangat besar, setelah mencuri teknologi dan militer dari negara Barat dan meraih banyak terobosan, di bawah tampuk kepemimpinan Xi Jinping, PKT telah memilih untuk tidak lagi low profile, sebaliknya telah berubah menjadi sosok “serigala perang” dan mulai menekan negara-negara di sekitarnya, melawan Amerika Serikat, juga berniat menciptakan “komunitas senasib bersama” untuk mengatur dunia. Dalam proses ini, sikap PKT yang tidak bisa dipercaya dan sosoknya yang brutal semakin dikenal oleh seluruh dunia.

Terutama setelah PKT melakukan penindasan terhadap suku Uyghur di Xinjiang dan setelah menindas gerakan demokrasi di Hong Kong, lalu virus PKT melanda seluruh dunia yang menewaskan jutaan orang, satu persatu fakta PKT mencelakakan dunia terus terkuak, apalagi setelah PKT memberi dukungan bagi Rusia yang melakukan invasi terhadap Ukraina, AS dan Eropa pun mulai tersadar dari mimpi “memeluk panda”, dan mulai menganggap PKT sebagai ancaman terbesar, lalu bersatu di bidang politik, ekonomi, diplomatik, militer, dan teknologi untuk decoupling dengan PKT, di saat yang sama mengambil sikap berkompetisi, bersama-sama menahan ekspansi PKT di seluruh dunia. Bisa dikatakan, satu demi satu undang-undang sanksi yang diterbitkan oleh pemerintahan Trump maupun pemerintahan Biden, telah menghajar PKT sampai babak belur.

Seiring dengan semakin memburuknya penilaian masyarakat internasional terhadap RRT, binatang panda yang melambangkan soft power PKT juga mulai menurun, “diplomasi panda” dari Beijing dan “kaum pemeluk panda” dari AS juga makin kehilangan pamor. Panda berbondong-bondong dikembalikan ke negara asalnya, pada tingkat tertentu juga merefleksikan kegagalan Beijing dalam hal diplomatik, dan membuat Rapat Kerja Urusan Luar Negeri Pusat RRT yang suka memuji-muji diri sendiri merasa agak canggung..

Sementara para “pemeluk panda” di AS sebagian memilih untuk diam, dikarenakan mereka tidak berdaya lagi untuk mengombang-ambingkan kebijakan pemerintah AS; ada pula sebagian yang setelah melihat dengan jelas wajah asli PKT, maka mulai tersadar, dan memilih untuk mendukung kebijakan keras AS, dengan harapan Beijing dapat mengubah sebagian sikap mereka. Hanya saja sepertinya Xi Jinping akan membuat mereka kecewa. (sud/whs)